Tuesday, January 23, 2007

ADAM AIR Ditching di Laut : Pilot Revri dan Kopilot Yoga Orang Hebat!!!

Oleh: Canny Watae
Warga Biasa Tinggal di Makassar
canny_watae(at) yahoo(dot)co(dot)uk


Saya tergerak untuk beranalisis mengingat semua analisis yang
terpublikasi sejak kasus Adam Air ini terjadi belum ada yang
menyertakan detil geografis, dalam artian mencocokkan
informasi-informasi koordinat Lintang dan Bujur dengan kondisi alam
yang mendekati riil di lapangan. Juga, belum ada yang berusaha
memasukkan kesaksian-kesaksian warga secara runut. Saya masih percaya
kalau warga pedesaan kita cukup jujur. Orang-orang yang kelewat pintar
saja yang salah mengambil kesimpulan dari kesaksian mereka.

Penemuan Tail Horizontal Stabilizer oleh nelayan Bakri di pantai
Mallusetasi Kab. Barru memang penemuan yang sangat penting. Tetapi,
sejauh ini belum ada yang berteriak "Eureka!", seperti yang dilakukan
Archimedes beberapa ribu tahun yang lalu ketika menemukan hukum berat
jenis benda. Bagi saya, yang iseng-iseng "mencari " pesawat nahas
dengan nomor penerbangan KI-574 via layar komputer, temuan Pak Bakri
memacu urat spontan saya berteriak Eureka!

Cross-wind 74 knot (130 km/jam) yang menimpa KI-574 seperti yang
disampaikan Menhub Hatta Radjasa (Fajar, 5/1), plus kecepatan jelajah
pesawat (Cruising Speed) 600-700 km/jam menghasilkan resultan gaya
yang cukup besar. Jika arah KI-574 adalah jam 12, maka Cross-wind ini
datang dari arah jam 3 (menuju jam 9). Terjadi resultan sebesar antara
akar kuadrat dari 600 kuadrat plus 130 kuadrat ( 613 km/jam) dan 700
kuadrat plus 130 kuadrat ( 712 km/jam) dengan arah vektor sekitar jam
11. Arah pesawat bergeser. Fakta menunjukkan pesawat bergeser, Kokpit
Adam Air KI-574 sempat meminta ATC Makassar memandunya karena pesawat
berubah arah akibat dorongan angin. Dari posisi heading timur-laut,
bergeser ke utara. Kemudian oleh ATC Makassar pesawat diminta kembali
ke heading semula. Ketika pilot kembali heading timur laut dari posisi
heading utara, pesawat bukan lagi kena cross-wind melainkan
parallel-wind arah berlawanan. Arah vektor kecepatan pesawat nyaris
berlawanan dengan arah angin.

Resultan kecepatan pesawat terhadap angin adalah minimal 600 + 130 =
730 km/jam, dan maksimal 700 + 130 = 830 km/jam! Pengecekan saya pada
alamat web http://uk.flyasiana .com/travelplann er/travelplanner
_aircrafts. asp menunjukkan bahwa kecepatan jelajah maksimum B737-400
adalah 790 km/jam! My God,.... besar kemungkinan gerak relatif KI-574
terhadap angin lebih besar dari pada kecepatan maksimum yang
diizinkan.

Tail Horizontal Stabilizer bisa saja menjadi komponen yang paling
bekerja keras ketika KI-574 mencapai kecepatan jelajah maksimumnya.
Apa tah lagi kondisi udara yang ditembus tidak karu-karuan. Mengapa
Tail Horizontal Stabilizer kanan yang lepas? Karena dia-lah yang
mengalami masa papar cross-wind hingga parallel-wind terlama. Angin
cross sebelumnya datang dari arah kanan. Komponen ini terpental ke
arah kiri, ke arah badan pesawat, yang memungkinkan badan pesawat
sobek lalu berlubang. Perbedaan tekanan antara kabin dan atmosfer pada
ketinggian di atas 30.000 kaki menimbulkan efek hisap yang sangat
kuat. Tatakan meja, sandaran jok, life-vest (pelampung), fiber penutup
bagasi kabin, isi bagasi kabin, tas, bungkusan makanan,
video-monitor di kabin penumpang, semuanya tersedot keluar.

Fakta menunjukkan barang-barang tersebut sudah ditemukan para nelayan
di perairan Barru dan Pangkep. Penumpang saya perkirakan sedang
memakai seat-belt karena sedari awal cuaca jelek. Tidak ada penumpang
yang tersedot ke atmosfer! Bakalan tidak ada pula jenazah yang
ditemukan di perairan yang membentang sepanjang jazirah Sulawesi
Selatan (Pinrang, Parepare, Barru, Pangep, Maros, dan Makassar). Fakta
menunjukkan belum ada jenazah dari Adam Air KI-574 yang ditemukan di
perairan ini.

Karena kebocoran kabin, pilot berusaha menurunkan ketinggian pesawat
sesegera mungkin. Demi penumpang, ia berusaha terbang pada ketinggian
yang memungkinkan penumpang bernapas tanpa alat bantu. Penurunan
ketinggian yang mendadak ini menimbulkan efek sentakan pada bodi
pesawat, mungkin mencapai minus 3G yang memicu trigger ELBA. Penurunan
ketinggian ini juga membuat KI-574 tidak bisa terpantau radar. Fakta
menunjukkan KI-574 hilang dari pantauan radar ATC Makassar.

Dalam kondisi terbang rendah, sekitar 8000 kaki atau di bawahnya,
pesawat terus berusaha mengarah ke Manado (timur-laut) . Pesawat
melintasi perairan Pinrang/Polewali? Majene, lalu daratan Enrekang,
kemudian sampai di atas Tana Toraja. Fakta menunjukkan Saul Palulungan
(57 tahun) mendengar suara pesawat (Fajar, 5/1). Di Tana Toraja pilot
melakukan manuver tajam ke kiri. Di kiri pesawat ada Bandara Pongtiku,
kawasan Rante Tayo, kurang lebih 10 Km dari Makale. Sementara di kanan
pesawat adalah Bulu (Gunung) Rante Kombala dan Bulu Rante Mario. Dalam
keadaan kehilangan Tail Horizontal Stabilizer (belakangan juga
beberapa bagian sayap kanan yang ditemukan di perairan Pinrang,
mungkin Aileron yang bertanggung jawab pada gaya angkat pesawat),
manuver pesawat sangat berat dan menimbulkan hentakan. Hentakan ini
men-trig aktivasi sinyal ELBA. Fakta menunjukkan RCC Singapura sempat
menangkap sinyal ELBA pada lokasi ini (Fajar, 3/1).

Usaha mendarat darurat di Bandara Pongtiku gagal. Pesawat susah
dikendalikan untuk manuver-manuver halus mengingat salah satu Tail
Stabilizer Horizontal, belakangan juga sayap kanan, rusak. Ces-pleng,
Bandara Pongtiku berada di daerah perbukitan sebagaimana lazimnya
kontur Tana Toraja. Pilot memutuskan untuk lurus, sebab pada arah
lurus ini ada bandara Tampa Padang , Mamuju, Sulawesi Barat. Dalam
lintasan menuju Bandara Tampa Padang, KI-574 harus bermanuver melewati
pegunungan, termasuk kawasan Matangnga. Banyak kesaksian warga yang
menyatakan mendengar suara gemuruh dan ledakan sepanjang lintasan
Toraja? Mamuju ini. Termasuk di antaranya Abu Haris yang kemudian
di-cap berbohong. Padahal, ia sendiri tidak pernah menyatakan ada
pesawat jatuh. Pernyataannya
adalah "ada suara pesawat".

Di lepas pantai Mamuju, nelayan Baharuddin bersaksi pada Danlantamal
VI Makassar bahwa ia melihat pesawat berbadan biru laut melintas dari
arah bandara Tampa Padang. Fakta menunjukkan bahwa warna pesawat Adam
Air KI-574 bukanlah Oranye seperti lazimnya dalam display-display
promosi Adam Air. Warnanya putih (Fajar, foto headline, 12/1). Warna
biru laut yang dilihat Baharuddin sangat mungkin akibat pantulan air
laut. Pesawat lagi-lagi tak berhasil mendarat di bandara alternatif.
Tepat di atas kepala Baharuddin, pesawat belok kiri ke arah daratan
Sulawesi. Jika kita memperhatikan peta rupa bumi, tampak bahwa daratan
Sulawesi di depan KI-574 adalah pegunungan. Masuk akal ketika
Baharuddin mengatakan pesawat kembali ke arah laut. Pesawat
menghindari tabrakan dengan gunung. Pilot memilih ditching (mendarat
di laut).

Posisi deteksi sonar KRI Fatahillah adalah 02.35.18 LS, 118.48.36 BT.
Jarak antara Saksi Baharuddin dan posisi Sonar ini kurang lebih 12,5
KM. Artinya dengan asumsi tinggi mata saksi dari permukaan laut 2m,
maka posisi di mana KRI Fatahillah mendeteksi adanya logam bulat,
sudah tidak terjangkau lagi oleh Baharuddin. Posisi itu tertutup garis
horizon jika dipandang dari tempat saksi berdiri. Saksi sendiri
mengaku tidak melihat apakah pesawat tersebut jatuh atau tidak. Yang
ada hanya terdengarnya suara gemuruh dan bunyi ledakan. Karena
kecepatan suara adalah 340 m/detik, maka ledakan itu terjadi 12.500 /
340 = 37 detik sebelumnya. Antara posisi Saksi dan saat pesawat
berbalik arah ke laut jaraknya 3 nm, dan dari posisi balik arah ini ke
Sonar KRI Fatahillah 10 nm.

Total lintasan pesawat dari Saksi hingga Sonar adalah 13 nm atau 25
km. Waktu tempuh jarak 25 km itu oleh pesawat dengan kecepatan 700
km/jam adalah 25/700 jam = 0,036 jam atau 128,5 detik. Jadi antara
pesawat melintasi posisi saksi hingga saksi mendengar ledakan adalah
128,5 + 37 = 165,5 detik. Antara 2 hingga 3 menit. Persis seperti
kesaksian Baharuddin pada Danlantamal VI Makassar. Secara
ilmiah-matematis kesaksian Baharuddin bisa dipertanggungjawabkan.
Pesawat, menurut saya, ditching di lepas pantai Mamuju. Pilot Revri A.
Widodo dan Co-Pilot Yoga berusaha maksimal. Namun, tanpa Tail
Stabilizer Horizontal dan sayap kanan yang rusak, ditching tidak
mulus. Pesawat turun ke laut dengan sudut elevasi yang cukup besar.
Mungkin saja 45 derajat.

Kesimpulan:
1.Adam Air KI-574 jatuh di perairan Mamuju di sekitar lokasi deteksi
sonar KRI Fatahillah.
2. Adam Air KI-574 tidak meledak di udara, Semua penumpang dan awak
pesawat masih berada di badan pesawat, di dasar laut.

Prediksi:
1.Serpihan Adam Air KI-574 berada di sekitar lintasan. Yang jatuh di
laut akan terbawa arus ke pantai mulai dari lepas pantai Pinrang,
Parepare, Barru, Pangkep, Maros, hingga Makassar termasuk pulau-pulau
Spermonde (Pantai Barat Jazirah Sulawesi Selatan). Di darat di kawasan
Pinrang, Enrekang, Toraja, Matangnga, dan Mamuju).

2.Tidak akan ada jenazah penumpang yang ditemukan terdampar di pantai
barat Jazirah Sulawesi Selatan (Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep,
Maros, dan Makassar).


3.Serpihan dari dalam kabin penumpang semuanya berdimensi kecil, tidak
melebihi besar lubang sobekan pada badan pesawat.

Satu hal perlu saya tambahkan. Pilot Revri dan Co-Pilot Yoga adalah
orang hebat. Dalam kondisi pesawat susah untuk dikendalikan, mereka
masih sanggup mencari lokasi pendaratan yang aman bagi penumpangnya.
Semoga Tuhan Menyertai Kita Semua, dan Keluarga Korban Tabah.
Amien.!!!!!

No comments: