Tuesday, October 31, 2006

When IT Guys Sing Beatles's Song

YESTERDAY
By : Beatles

Yesterday,
All those backups seemed a waste of pay
Now my database has gone away
Oh I believe in yesterday.....

Suddenly,
There's not half the files there used to be
And there's a milestone hanging over me
The system crashed so suddenly
I pushed something wrong
What it was I could not say
Now all my data's gone and I long for yesterday-ay-
ay-ay

Yesterday,
The need for back-ups seemed so far away
I knew my data was all here to stay
Now I believe in yesterday

IMAGINE
by : John Lennon

Imagine there's no Windows
It's easy if you try
No fatal errors or new bugs
To kill your hard drives

Imagine Mr. Bill Gates
Leaving us in peace!
Imagine never ending hard disks
It isn't hard to do
Nothing to del or wipe off
And no floppy too

Imagine Mr. Bill Gates
Sharing all his money
You may say I'm a hacker
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And your games will fit in RAM

Imagine 1-Terra RAM
I wonder if you can
No need for left-shifts or setups
And no booting again and again

Imagine all the systems
Working all life-time!
You may say I'm a hacker
But I'm not the only one
Maybe someday I'll be a cracker
And then I'll make Windows run.....

LET IT BE
By : Beatles

When I find my code in tons of trouble
Friends and colleagues come to me
Speaking words of wisdom: Write in C
As the deadline fast approaches
And bugs are all that I can see
Somewhere, someone whispers: Write in C

Write in C, Write in C
Write in C, oh, Write in C
LOGO's dead and buried
Write in C

I used to write a lot of FORTRAN
For science it worked flawlessly
Try using it for graphics!
Write in C

If you've just spent nearly 30 hours
Debugging some assembly
Soon you will be glad to Write in C

Write in C, Write in C
Write in C, yeah, Write in C
BASIC's not the answer
Write in C
Write in C, Write in C
Write in C, oh, Write in C
Pascal won't quite cut it
Write in C

-------------------------------
From : http://bintangjatuh.com/2006/10/
when_it_guys_sing_beatless_son.php

Friday, October 20, 2006

10 Hal Tentang Antibiotika

Antibiotika tentu bukan sesuatu yang asing. Namun, bagaimana antibiotika selayaknya digunakan, tak semua orang tahu.

1. Apa sebetulnya manfaat antibiotika?
Antibiotika adalah senyawa kimia yang dibuat untuk melawan bibit penyakit, khususnya kuman. Ada beragam jenis kuman, ada kuman yang besar, ada yang kecil, dengan sifat yang beragam pula.

Kuman cenderung bersarang di organ tertentu di tubuh yang ditumpanginya. Ada yang suka di otak, di paru-paru, di usus, saraf, ginjal, lambung, kulit, atau tenggorok, dan lainnya. Di organ-organ tempat bersarangnya itu, kuman tertentu menimbulkan infeksi. Kuman tipus menimbulkan penyakit tipus di usus, kuman TBC di paru-paru, selain bisa juga di tulang, ginjal, otak, dan kulit. Kuman lepra di saraf dan kulit, kuman difteria di tenggorokan, tetanus di saraf, dan banyak lagi.

Awalnya, ditemukan jenis antibiotika penisilin, lalu sulfa, yang digunakan untuk mengobati semua penyakit infeksi. Sekarang, sudah berpuluh-puluh jenis antibiotika ditemukan, baik dari rumpun yang sama, maupun dari jenis yang lebih baru. Setiap antibiotika memiliki kemampuannya sendiri dalam melawan kuman. Itu sebab, setiap rumpun kuman memiliki penangkalnya masing-masing yang spesifik. Namun, kebanyakan antibiotika bersifat serba mempan atau broadspectrum. Artinya, semua kuman dapat dibasminya.

Selain itu, ada pula jenis antibiotika yang sempit pemakaiannya, spesifik hanya untuk kuman-kuman tertentu saja. Misalnya, antibiotika untuk kuman TBC (mycobacterium tuberculosis), untuk lepra atau kusta (mycobaterium leprae), atau untuk tipus (salmonella tyhphi).

2. Kapan antibiotika digunakan?
Antibiotika digunakan jika ada infeksi oleh kuman. Infeksi terjadi jika kuman memasuki tubuh. Kuman memasuki tubuh melalui pintu masuknya sendiri-sendiri. Ada yang lewat mulut bersama makanan dan minuman, lewat udara napas memasuki paru-paru, lewat luka renik di kulit, melalui hubungan kelamin, atau masuk melalui aliran darah, lalu kuman menuju organ yang disukainya untuk bersarang.

Gejala umum tubuh terinfeksi biasanya disertai suhu badan meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri. Infeksi di kulit menimbulkan reaksi merah meradang, bengkak, panas, dan nyeri. Contohnya bisul. Di usus, bergejala mulas, mencret. Di saluran napas, batuk, nyeri tenggorok, atau sesak napas. Di otak, nyeri kepala. Di ginjal, banyak berkemih, kencing merah atau seperti susu. Namun, gejala suhu tubuh meninggi, demam, nyeri kepala, dan nyeri, bisa juga bukan disebabkan oleh kuman, melainkan infeksi oleh virus atau parasit. Dari keluhan, gejala dan tanda, dokter dapat mengenali apakah infeksi disebabkan oleh kuman, virus, atau parasit.

Penyakit yang disebabkan bukan oleh kuman tidak mempan diobati dengan antibiotika. Untuk virus diberi antivirus, dan untuk parasit diberi antinya, seperti antimalaria, antijamur, dan anticacing. Jika infeksi oleh jenis kuman yang spesifik, biasanya dokter langsung memberikan antibiotika yang sesuai dengan kuman penyebabnya. Misal bisul di kulit, tetanus, difteria, tipus, atau infeksi mata merah. Untuk infeksi yang meragukan, diperlukan pemeriksaan khusus untuk memastikan jenis kuman penyebabnya. Caranya dengan melakukan pembiakan (kultur) kuman. Bahan biakannya diambil dari darah atau air liur, dahak, urine, tinja, cairan otak, nanah kemaluan, atau kerokan kulit.

Dengan biakan kuman, selain menemukan jenis kumannya, dapat langsung diperiksa pula jenis antibiotika yang cocok untuk menumpasnya (tes resistensi). Dengan demikian, pengobatan infeksinya lebih tepat. Jika tidak dilakukan tes resistensi, bisa jadi antibiotika yang dianggap mampu sudah tidak mempan, sebab kumannya sudah kebal terhadap jenis antibiotika yang dianggap ampuh tersebut.

3. Kenapa semakin banyak kuman yang kebal antibiotika?
Pemakaian antibiotika di negara-negara sedang berkembang sering tidak terkontrol dan cenderung serampangan. Antibiotika yang bisa dibeli bebas, ketidaktahuan pemakaian, dan tidak dipakai sampai tuntas, menimbulkan generasi kuman yang menjadi kebal (resisten) terhadap antibiotika yang digunakan secara tidak tepat dan serampangan itu. Pemakaian antibiotika yang tidak dihabiskan, atau menebusnya setengah resep, misalnya.

Semakin sering dan banyak disalahgunakan suatu antibiotika, semakin cepat menimbulkan kekebalan kuman yang biasa ditumpasnya. Pemakaian antibiotika golongan erythromycine yang paling banyak dan luas dipakai di dasawarsa 80-an, semakin banyak melahirkan generasi kuman yang kebal terhadapnya. Lalu, dibuat generasi baru dari rumpun yang sama. Setiap beberapa tahun, lahir jenis generasi antibiotika baru untuk membasmi jenis kuman yang sudah kebal. Tentu, dengan harga yang lebih mahal.

4. Apa efek samping antibiotika?
Seperti obat umumnya, antibiotika juga punya efek samping masing-masing. Ada yang berefek buruk terhadap ginjal, hati, ada pula yang mengganggu keseimbangan tubuh. Dokter mengetahui apa efek samping suatu antibiotika, sehingga tidak diberikan pada sembarang pasien. Pasien dengan gangguan hati, misalnya, tidak boleh diberikan antibiotika yang efek sampingnya merusak hati, sekalipun ampuh membasmi kuman yang sedang pasien idap. Dokter perlu memilihkan antibiotika lain, mungkin kurang ampuh, namun tidak berefek pada hati.Namun, jika suatu antibiotika tidak ada penggantinya, antibiotika tetap dipakai, dengan catatan, bahaya efek samping pada seorang pasien memerlukan monitoring oleh dokter, jika dipakai untuk jangka waktu yang lama. Antibiotika untuk TBC, misalnya, yang diminum sedikitnya 6 bulan, perlu pemeriksaan fungsi hati secara berkala, agar jika sudah merusak hati, obat dipertimbangkan untuk diganti.

5. Apa bahaya terlalu sering menggunakan antibiotika?
Pemakaian antibiotika yang terlalu sering tidak dianjurkan. Di negara kita, orang bebas membeli antibiotika dan memakainya kapan dianggap perlu. Sedikit batuk pilek, langsung minum antibiotika. Baru mencret sekali, langsung antibiotika. Padahal belum tentu perlu. Kenapa? Belum tentu batuk pilek disebabkan oleh kuman. Awalnya oleh virus. Jika kondisi badan kuat, penyakit virus umumnya sembuh sendiri. Yang perlu dilakukan pada penyakit yang disebabkan oleh virus adalah memperkuat daya tahan tubuh dengan cukup makan, istirahat, dan makanan bergizi. Pemberian antibiotika pada batuk pilek yang disebabkan oleh virus hanya merupakan penghamburan dan merugikan badan, sebab memikul efek samping antibiotika yang sebetulnya tak perlu terjadi.

Kasus batuk pilek virus yang sudah lama, yang biasanya sudah ditunggangi oleh kuman, baru membutuhkan antibiotika untuk membasmi kumannya, bukan untuk virus flunya. Tanda batuk pilek membutuhkan antibiotika adalah dengan melihat ingusnya. Yang tadinya encer bening sudah berubah menjadi kental berwarna kuning-hijau. Selama ingusnya masih encer bening, antibiotika tak diperlukan.

Minum antibiotika kelewat sering juga mengganggu keseimbangan flora usus. Kita tahu, dalam usus normal tumbuh kuman yang membantu pencernaan dan pembentukan vitamin K. Selain itu, di bagian-bagian tertentu tubuh kita juga hidup kuman-kuman jinak yang hidup berdampingan dengan damai dengan tubuh kita. Di kemaluan wanita, di kulit, di mulut, dan di mana-mana bagian tubuh ada kuman yang tidak mengganggu namun bermanfaat (simbiosis).

Terlalu sering minum antibiotika berarti membunuh seluruh kuman jinak yang bermanfaat bagi tubuh. Jika populasi kuman jinak yang bermanfat bagi tubuh terbasmi, keseimbangan mikroorganisme tubuh bisa terganggu, sehingga jamur yang tadinya takut oleh kuman-kuman yang ada di tubuh kita berkesempatan lebih mudah menyerang. Itu maka, banyak orang yang setelah minum antibiotika yang kelewat lama, kemudian terserang penyakit jamur. Bisa jamur di kulit, usus, seriawan di mulut, atau di mana saja. Keputihan sebab jamur pada wanita, antara lain lantaran vagina kelewat bersih oleh antisepsis yang membunuh kuman bermanfaat di sekitar vagina (Doderlein).

6. Berapa lama seharusnya konsumsi antibiotika?
Lama pemakaian antibiotika bervariasi, tergantung jenis infeksi dan kuman penyebabnya. Paling sedikit 4-5 hari. Namun, jika infeksinya masih belum tuntas, antibiotika perlu dilanjutkan sampai keluhan dan gejalanya hilang. Pada tipus, perlu beberapa minggu. Demikian pula pada difteria, tetanus. Pling lama pada TBC yang memakan waktu berbulan-bulan. Termasuk pada kusta.
Pada infeksi tertentu, setelah pemakaian antibiotika satu kir, perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman ulang untuk memastikan apakah kuman sudah terbasmi tuntas. Infeksi saluran kemih, misalnya, setelah selesai satu kir antibiotika dan keluhan gejalanya sudah tiada, biakan kuman dilakukan untuk melihat apa di ginjal masih tersisa kuman. Jika masih tersisa kuman dan antibiotikanya tidak dilanjutkan, penyakit infeksinya akan kambuh lagi.

Termasuk pada infeksi gigi. Sakit gigi biasanya disebabkan oleh adanya kuman yang memasuki gusi dan tulang rahang melalui gigi yang bolong atau keropos. Dalam keadaan demikian, gusi membengkak dan gigi nyeri. Antibiotika diberikan sampai keluhan nyeri gigi hilang. Jika antibiotika hanya diminum sehari-dua, kuman di dalam gusi belum mati semua, sehingga infeksi gusi dan sakit gigi akan kambuh lagi.

7. Kenapa antibiotika bisa tidak mempan?
Antibiotika tidak mempan karena dua hal. Yang paling sering, kuman penyebab penyakitnya sudah kebal terhadap antibiotika tersebut. Untuk itu perlu dicari antibiotika jenis lain yang lebih sensitif. Biasanya perlu dilakukan tes resistensi mencari jenis antibiotika yang tepat. Yang kedua karena tidak dilakukan tes resistensi dulu dan langsung diberikan antibiotika secara acak, sehingga kemungkinan pilihan antibiotikanya tidak tepat untuk jenis kuman penyebab penyakitnya. Antibiotikanya memang tidak mempan terhadap kuman penyebabnya.

Kita mengenal ada kuman jenis gram-negatif. Untuk itu perlu antibiotika untuk jenis kuman itu. Jika diberikan antibiotika untuk jenis kuman gram-positif, tentu tidak akan mempan, sebab antibiotikanya salah sasaran. Atau bisa oleh karena infeksinya bukan disebabkan oleh kuman, melainkan oleh virus atau parasit. Jamur kulit tak mempan diberi salep atau krim antibiotika, misalnya.

8. Apa artinya antibiotika yang keras?
Artinya tidak perlu antibiotika dari generasi yang baru, kalau dengan antibiotika klasik (golongan penicillin) masih mempan. Namun, untuk infeksi ringan saja (flu), seringkali diberikan antibiotika generasi mutakhir. Selain jauh lebih mahal, tubuh pun memikul efek samping yang biasanya lebih berat. Semakin ampuh antibiotika, biasanya semakin keras pula efek sampingnya. Membunuh lalat tak perlu pakai panah, cukup ditepuk. Begitu pula untuk infeksi enteng. Kalau bisa, jangan lekas-lekas memakai antibiotika. Tubuh kita memiliki perangkat antibodi. Setiap bibit penyakit, apa pun jenisnya, yang masuk ke dalam tubuh, akan dibasmi oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Tubuh baru menyerah kalah jika bibit penyakitnya sangat ganas, jumlahnya banyak, dan dayatahan tubuh sedang lemah.

Tidak setiap kali dimasuki bibit penyakit, tubuh kita akan jatuh sakit. Jika kekebalan tubuh prima, bibit penyakit yang sudah memasuki tubuh akan gagal menginfeksi, dan kita batal jatuh sakit. Infeksi umumnya baru terjadi jika tubuh sedang lemah. Untuk itu, perlu bantuan zat anti yang dikirim dari luar. Kiriman zat anti dari luar itulah yang diperankan oleh antibiotika.

9. Kenapa orang bisa pingsan usai minum atau disuntik antibiotika?
Adakalanya, sehabis minum atau disuntik antibiotika bisa pingsan. Orang-orang tertentu yang berbakat alergi, umumnya tidak tahan terhadap antibiotika golongan penisilin, baik yang diminum maupun yang disuntikkan. Beberapa menit sampai beberapa jam sesudahnya muncul reaksi alergi. Rasa tebal dan gatal di bibir, pusing, mual, muntah, lalu pingsan. Jika ringan hanya gatal-gatal mirip biduran. Reaksi hebat bisa menimbulkan reaksi kulit melepuh, berbisul-bisul (Steven-Johnson syndrome).
Bagi yang berbakat alergi, perlu dites dulu sebelum mendapat suntikan antibiotika golongan penisilin. Jika positif, jangan diberikan. Atau jika pernah ada riwayat gatal sehabis minum atau disuntik antibiotika, buatlah catatan, agar lain kali dapat mengingatkan dokter kalau tidak tahan antibitioka tersebut. Sekarang reaksi alergi terhadap antibiotika sudah jarang terjadi, sebab tersedia banyak pilihan antibiotika yang lebih unggul dari penisilin tanpa risiko alergi.

10. Apakah semua antibiotika hanya untuk diminum?
Tidak. Selain dalam bentuk obat minum (oral), ada juga dalam bentuk suntikan (parenteral), salep, krim, supositoria (dimasukkan ke liang dubur atau vagina); lotion, dan tetes. Infeksi kulit memakai salep atau krim antibiotika, infeksi mata merah memakai tetes atau salep mata, infeksi telinga tengah memakai tetes kuping antibiotika, keputihan kuman dipakai antibiotika berbentuk peluru yang dimasukkan ke dalam vagina (bagi yang sudah menikah, tidak buat yang masih gadis).
Antibiotika streptomycine, garamycine, hanya dalam bentuk suntikan, tidak tersedia dalam bentuk tablet atau kapsul. Sebaliknya, kebanyakan antibiotika yang diminum belum tentu ada dalam bentuk suntikannya. Tapi, ada juga antibiotika baik dalam bentuk suntikan maupun yang diminum.

Membubuhi serbuk antibiotika pada lubang gigi yang sakit seperti kebiasaan sementara orang atau pada luka, tidak terlalu tepat. Efek penembusan antibiotika ke jaringan gusi yang terinfeksi tidak sebaik jika diminum, atau bisa menyerap optimal seperti antibiotika yang sudah dalam bentuk salep atau krim jika untuk dipakai pada kulit. ***
Copyright 2006 Kompas Group
Kamis, 19 Oktober 2006 - 16:39 wib

Pigs, cats in Indonesia infected with H5N1

Oct 10, 2006 (CIDRAP News) ­ Pigs and stray cats have been found infected with the H5N1 avian influenza virus in Indonesia, adding to the few previous reports of such cases, according to news services.

A study from Udayana University found that two pigs on the island of Bali were infected with the H5N1 virus in July, senior agriculture minister Musni Suatmodjo told Reuters yesterday. According to news reports, veterinary faculty from the university discovered the infected pigs in Bali's south-central Gianyar and Tabanan regencies.

News reports didn't say if the pigs were sick or died.

Flu experts worry about H5N1 findings in pigs because the animals can carry human as well as avian influenza viruses, which presents the viruses an opportunity to combine and form new strains that could spark a human flu pandemic.

This isn't the first time that the H5N1 virus has been identified in Indonesian pigs. In 2005, a report in Nature said the virus was found in 5 of 10 healthy pigs kept near poultry farms in western Java where poultry were infected with H5N1. The report said the Indonesian government had found similar results among pigs in the same region.

The H5N1 virus was also found in pigs in China in 2001 and 2003, but follow-up surveys in 2004 found no evidence of the virus, according to the Nature article.

Meanwhile, researchers from the Indonesian Environment Information Center (PILI) in Yogyakarta announced that stray cats had caught the H5N1 virus from infected poultry at live markets, according to a report Oct 7 in the Jakarta Post. There were no details about the location of the stray cats or if they were sick or died.

"We are positive that cats can have the virus, although it is yet to be proven that they can transmit the virus to other animals or humans," said PILI director Iwan Setiawan.

Other instances of cats infected with the H5N1 virus have been documented: house cats in Germany, Thailand, and Austria, and a leopard and tigers at a zoo near Bangkok.

But the role of cats in transmitting the H5N1 virus is not known. The World Health Organization said earlier this year that no human cases have been linked to diseased cats. However, Albert Osterhaus, a virologist with the Erasmus Medical Center in the Netherlands, said that cat-to-human transmission is theoretically possible and that cat-to-cat transmission has been shown in a laboratory setting.

Meanwhile, in the United States, final tests showed that the flu virus found in wild northern pintail ducks in west-central Montana's Cascade County last month was an H5N3, a mild strain, not the deadly Asian strain of H5N1, the US Department of Agriculture (USDA) announced on Oct 7.

In September, investigators found the H5 and N1 virus subtypes in healthy ducks. The samples were sent to the USDA National Veterinary Services Laboratory (NVSL) in Ames, Iowa, where investigators found a low-pathogenic H5N3 virus in 2 of 16 samples.

The USDA said it's not unusual for a specific subtype to be identified in initial screening tests but not be isolated in confirmatory testing, because the screening tests are so sensitive. In this case, the N1 subtype was weakly identified as positive by rapid screening, but confirmatory testing instead found the N3 subtype. Previously announced genetic testing had already ruled out the presence of the highly pathogenic H5N1 strain.

Low-pathogenic avian flu viruses often occur naturally in wild birds and cause only minor sickness or no noticeable signs of disease. They pose no risk to human health. However, low-pathogenic strains sometimes mutate into deadly strains.

The testing of Montana ducks is part of an effort by the USDA and the Department of Interior to test wild birds throughout the United States for the deadly H5N1 avian flu. Previous tests on birds from Michigan, Maryland, and Pennsylvania have been positive only for the low pathogenic "North American" strain of H5N1.

See also:

USDA-DOI news release on avian flu in Montana ducks

Nature report on H5N1 virus in pigs in Indonesia
http://www.nature.com/nature/journal/v435/n7041/full/435390a.html

May 27, 2005 CIDRAP News article "Indonesian pigs have avian flu virus; bird cases double in China"

Misteri Dunia Maya

Dari: Mira Wijaya Kusuma

Di suatu hari yang cerah aku bersama temanku bernama Silvia berjalan memasuki pintu gerbang taman di pusat kota Amsterdam, yang kebetulan tidak jauh dari tempat tinggal kami. Taman tersebut memang dikenal sebagai tempat sahaja buat kebanyakan penghuni lokal maupun untuk para pengunjung turis asing. Terutama di waktu musim panas, suasana taman tercermin lebih meriah karena juga ada podium terbuka buat menikmati hiburan acara musik dan pertunjukan teater gratis. Tapi kali ini kunjungan weekend kami kuanggap spesial karena saát musim gugur taman yang dinamai 'Vondelpark' itu kuanggap suasananya lebih tenang dan nyaman. Sehingga buat kami sangat menyenangkan berkesempatan berjalan-jalan di antara perlindungan pohon-pohon besar, yang usianya relatif sudah ratusan tahun. Juga serasa nikmat dan nyaman menghirup udara segar dicampur dengan bau harumnya aroma dedaunan pohon yang berjatuhan serta menyatu dengan tanah.

Seusainya kami berjalan-jalan, lalu kami memasuki kafé bernama ‘Blauwe Lucht’ (Langit Biru), yang tempatnya juga di sekitar lokasi taman. Sesampainya di kafé kami memilih tempat duduk di teras balkon tingkat satu, maksudnya supaya bisa duduk santai sambil menikmati kehangatan dari pancaran matahari. Memang saát itu temperatur udaranya sudah agak dingin sekitar 20 derajat. Sebenarnya di setiap waktu musim semi, buatku duduk di tempat favorit ini kuanggap lebih indah dan cantik untuk memandang keindahan panorama danau, yang dihiasi tumbuhnya bunga-bunga bermekaran disepanjang pinggiran danau. Juga, selalu memberi kesan nikmat mendengarkan selingan macam-macam suara ceria sendagurau para burung-burung. Seakan-akan suara-suara para burung diantara ranting dahan pohon-pohon turut serta meramaikan suasana di kafe. Biasanya, aku lebih senang membiarkan diriku hanyut dalam nikmat sendaguraunya para burung maupun jenis burung lainnya. Biarpun aku tidak pernah peduli untuk
mengetahui nama dan jumlah jenis burungnya. Telah menjadi kesenanganku pula mendengarkan bunyi-bunyi suara merdu, yang terdengar saling bersautan antar burung-burung tersebut. Keindahan suara celotehnya yang ceria dan merdu itu ternyata sudah menjadi candu buatku. Tentu suara bermacam-macam burung itu tidak pernah kumengerti maksudnya.

Kesenanganku lainnya, iaitu memperhatikan bebek-bebek yang sedang bersahaja saling bersenda gurau disekitar danau. Kadangkala aku merasakan kecemburuanku melihat kehidupan para binatang ini, yang nyatanya bisa mendapatkan kesempatan hidup berbahagia dan nyaman dalam menikmati kebebasannya, yang kuanggap tidak berbatas. Yang kuherankan, begitu terbiasanya mereka saling bercumbu rayu memadu kasih di tempat umum, sepertinya mereka tidak peduli lagi dengan masyarakat lingkungan di sekitar danau maupun di lingkungan kafé. Apalagi bilamana di musim semi, suasana romantis sungguh berpengaruh buat para binatang itu, yang sepertinya mengerti makna hidupnya sendiri dalam menikmati prinsip moral kebebasannya. Bebas merdeka dengan citra erotis dan exotisnya di tempat favoritnya. Terkadang aku berpikir pada jiwa romantisnya kaum insani juga, yang tentunya memiliki pula cita rasa dan citra moral kebebasan seperti para binatang itu, tapi toh...nyatanya banyak halangan-halangan tradisi
hidup tertentu yang memenjarakannya.
“Rupanya kau lagi happy yah? koq senyum-senyum tak menentu sendirian! Apa karena kau lagi asyik menikmati dunia mayamu itu yah?” tanya temanku Silvia yang tiba-tiba membangunkanku dari alam lamunanku dalam nikmat kebahagiaan binatang-bintang itu.
“oooh...d u n i a m a y a?” tanyaku lagi sembari menoleh kearah temanku yang sedang tersenyum ria. Padahal dalam benaku masih terlintas suasana nyaman alam kesadaran lingkungan pada romantisme para burung dan bebek-bebek itu. Sebenarnya aku masih belum merelakan diriku untuk melepaskan keasyikanku menikmati suasana sendagurau para binatang itu.
“Bukankah kau terakhir ini menyibukan diri dalam dunia mayamu?” tanya temanku lagi sambil menggeser kursinya kearah ku. Lalu aku melemparkan senyum kearah temanku namun kurasakan senyumanku kali ini mengandung makna ironis dan absurd. Karena rupanya dia sudah menganggap aku ini menjadi orang yang suka berkhayal dalam dunia maya yang diartikan hidup dalam masyarakat khayalan belaka?
“ya..ya... dunia maya yang maksudmu dunia dalam angan-angan itu? Apakah maksudmu alam dalam khayalan? Atau apa ada lainnya yang kau maksudkan?”
“Bukankah kau sendiri pernah cerita ke aku bahwa setelah kau berlangganan adsl menjadikan kau lebih gampang mengakses internet? Lalu bagaimana kelanjutannya mengunjungi dunia maya mu itu?” Tanyanya sambil memancarkan matanya yang penuh perhatian. “Apakah di alam dunia mayamu juga bisa menikmati suasana alam taman seperti sekarang ini yang sedang kita nikmati?”
“Ooh maksudmu milisgroups? Jawabku singkat sambil memandang kearah panorama danau. Kemudian aku menggeser kursiku kearah temanku maksudnya supaya aku duduknya bisa lebih dekat dengan temanku itu. Lagi pula aku pun baru menyadarinya kembali bahwa lama kami tidak bertemu. Dan kesempatan inilah keinginan kami duduk di kafé, yang sebenarnya memang untuk santai sambil berbincang menukar informasi pengalaman. Terekam kembali ingatanku pada periode awal pengenalanku dengan Silvia ini. Ternyata proses pertemanan kami tak dirasakan sudah berusia hampir seperempat abad lamanya. Memang sejak awal temanku ini memiliki interes kehidupannya berbeda dengan lingkungan perkawanan keseharianku sejak di jaman kuliah. Bahkan temanku sudah lebih dulu hidup berkeluarga serta telah dikaruniai dua putra. Dan uniknya dia suka bekerja di sektor elektronik atau bekerja di sektor yang berkaitan dengan semacam informasi tehnologi komunikasi. Kehidupan rutin keseharian temanku ini juga lain, yang
kuanggap dia lebih pandai dan sigap mengatur waktu hidupnya antar kombinasi sebagai pekerja profesional dan mengurus anak serta mengatur kehidupan rumahtangganya. Jadi aku tahu persis bahwa temanku ini tidak pernah punya interes dengan ilmu khayalan. Mungkin pula lantaran latar belakang kehidupannya sejak kecil di Indonesia selalu runyam dan sengsara. Padahal dia dilahirkan sebagai anak tunggal tapi selama hidupnya di tanah air, dia tidak pernah mengenal sosok ayahnya. Dan, baru kemudian kuketahui bahwa sebenarnya ayahnya di jaman pemerintahan Soekarno mendapat beasiswa belajar ke luar negeri sedangkan ketika itu temanku masih berusia 5 bulan dalam perut ibunya. Tapi ketika terjadi peristiwa Tragedi Berdarah 1965/66 ayahnya ternyata tidak bisa kembali ke Indonesia karena paspornya di cabut serta diancam akan di tangkap atau dibunuh oleh rejim Soeharto. Jadi temanku ini tidak sudi pula memahami kehidupan dunia spiritualisme lantaran dianggapnya tidak mampu menyelesaikan
persoalan kehidupan keduniawian. Apalagi buat temanku ini yang akhirnya dia bisa berhasil bertemu kembali dengan ayahnya di pengasingan. Namun dia pun menyadarinya pula bahwa perjuangan dirinya untuk nasib baiknya itu belum tentu bisa dinikmati oleh anggota keluarga lainnya, yang nyatanya sebagaian dari anggota keluarganya hilang atau dihilangkan pula tanpa kabar berita dalam peristiwa berdarah setelah terjadi GESTOK ‘65.
"Ya betul, aku masih ingat tentang ceritamu berkenalan dengan figur-figur penulis di berbagai milis group itu.” Jawab temanku antusias untuk memancing obrolan.
“Oooh...maksudmu tentang milisgroup yang ketika itu baru berdiri? Ya..betul...di situ memang bisa mengikuti bermacam-macam kreasi eksperimen, yang tertuang dalam karya tulisan ekspresi diri dari beberapa penulis. Selain karya puisi, cerpen dan esei ada pula karya curhatnya. Juga ada opini maupun informasinya yang cukup lumayan. Tentu aku tidak semuanya mengenal latar belakang para penulisnya di kehidupan alam nyata.”
“ Jadi kau sudah mulai terbawa hanyut dalam alam kreasi karya tulisan beberapa anggota milisgroup itu?”
“Tentu ada beberapa karya tulisannya sudah kukenal sejak masa pemerintahan rejim Soeharto. Tapi setelah ‘Soeharto Ngelencer’ di tahun 1998 ternyata banyak dari penulisnya menjadi berani merubah namanya ke nama asli tanpa mengubah visi dan misi karyanya yang kuanggap masih tetap kritis dan bermutu. Tapi masih ada pula pendapatnya yang mencerminkan pada keberpihakan isu-isu politik-ideologi kepentingan warisan kekuasaan Orde Baru”.
“Oooh...mengenai penggunaan nama palsu dalam dunia maya, bukankah sudah dianggap biasa dan wajar?”
“ya...tentu saja sudah dianggap wajar dan bahkan sudah membudaya. Ada pula yang menggunakan nama sampai lebih dari 10 nama palsu hanya dengan maksud untuk melecehkan anggota milis lainnya, atau maksudnya buat menyakitkan perasaan orang lain. Sebenarnya akupun tidak peduli dengan alasan-alasannya memakai nama palsu, asalkan karya tulisan mereka itu mampu menginspirasikan wawasan pemikiran baru buat proses pencerahan dan perubahan di Indonesia.”
“ Kemarin ini aku sempat lihat di data informasi CIA bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia 19 juta orang, padahal untuk mengakses ke internet buat ukuran masyarakat di Indonesia masih merupakan hal ‘kemewahan’ biarpun dimana-mana ada warnet? “ tanya temanku lagi yang masih belum mengerti dan ingin tahu penjelasan dariku.
“Tentu saja tapi bukan berarti peranan dunia maya tidak memiliki fungsi ganda. Maksudku ada yang memanfaatkannya misalnya untuk mengembangkan hobby menulis. Tapi memang ada pula yang secara sadar punya tujuan lain tapi sampai saát ini aku tidak pernah tahu dasar motivasinya.”

Suasana menjadi tenang kembali dan kami masing-masing masih duduk nyantai serta larut dalam keheningan. Aku menoleh sejenak ke arah temanku dan dari pancaran matanya kelihatannya masih ada rasa ingin tahu lebih banyak tentang cerita pengalamanku sebagai salah satu anggota milisgroups. Lalu kulihat Silvia mengalihkan pandangannya ke arah sekitar teras kafe, yang ternyata para pengunjungnya tinggal kami berdua bersama tiga orang lainnya.
“Ada kenalanku yang pernah cerita padaku bahwa dia menganggap masyarakat maya itu bisa menciptakan suatu kehidupan tersendiri. Dia menceritakan pengalamannya bahwa dia bisa menikmati suasana keunikannya buat mendekatkan dirinya pada keinginan penyaluran angan-angannya.
“Maksudmu angan-angan apa?
“ yah.. angan-angan keinginan khayalannya yang bisa di refleksikan secara bebas tanpa batasan. Rupanya dia itu menjadi pencandu penikmat hidup dalam dunia mayanya. Karena bagian dari ‘kebebasan’ yang diyakininya, yang tidak dapat di ekspresikan di alam dunia nyata seolah-olah bisa dilakukannya di alam dunia maya.”
“Ooo...itu maksudmu sudah semakin banyak orang menggunakan sarana fasilitas internet. Ya...tentu saja, bukankah sarana internet sudah dianggap lebih mudah dan praktis buat menyalurkan keinginan seleranya? Akupun tidak akan menyangkal bilamana ada seseorang yang punya hobby menulis pada akhirnya dia bisa mendapatkan pengakuan sebagai penulis di publik figur dalam dunia maya maupun di dunia nyata. Bukankah pengakuan dari prestasi karya tulisannya di alam dunia maya bisa dianggap menjadi selaras serta sesuai dengan keinginan dan kepentingan ambisinya sebagai penulis figur publik di alam dunia nyata?”
“ Ya...itulah tapi maksudku lain lho! Ok..lah, apa maksudmu sebagai penulis yang dilakukannya via dunia maya itu bisa diakui pula sebagai tambahan daftar cv karya tulisan di dunia nyata?” tanya temanku lagi yang masih belum paham dengan maksud uraianku.
“Kenapa tidak kalau karya tulisannya disenangi oleh banyak orang? Bukankah tujuan dari hobbynya sebagai penulis tidak bertentangan dengan karier fungsi kerja yang di inginkannya? Kau pun pernah cerita ke aku tentang pengalaman teman kerjamu itu bahwa sarana fasilitas yang ada di internet juga memiliki fungsi multi-dimensional. Kau sendiri mengakuinya bahwa dunia internet itu banyak gunanya buat umat manusia yang menginginkan untuk menambah wawasan baru. Bukankah keinginanya sebagai penulis terkenal bisa dijadikan wacana multi fungsional pula buat usaha prestasi baru mereka?”
“Ya betul....tapi bukan berarti tidak ada kebahayaannya lho? Kan kau tau bahwa pengertian dan pemahaman kode etik ‘kebebasan’ akhirnya menjadi tidak berbatas dalam moral kehidupan masyarakat maya. Bukankah kau sendiri sudah tahu bahwa setiap orang tidak bisa berbuat semaunya di kehidupan darat?”.
“Jadi maksudmu misalnya berselingkuh melalui chatten ataupun cara lainnya yang sehubungan dengan penyaluran nafsu birahi sudah menjadi hal yang biasa pula bagi penganut para pemain dunia maya?” tanyaku penasaran sambil tetap memandang asyik ke arah bebek-bebek di danau yang sedang sibuk dengan kesahajaan sendiri.
Untuk kesekian kalinya aku menoleh dan memandang kearah temanku itu. Namun kelihatannya temanku itu masih asyiknya duduk santai sambil pula memandang ke arah danau. Mungkin juga dia sudah enggan untuk mengobrol denganku.

Suasana wekeend di kafé terasa mulai agak sepi, yang tersisa hanyalah suara keramaian celoteh para burung, yang menandakan sesaát lagi matahari mulai terbenam. Suasana seperti inilah yang selalu kurindukan kalau aku sedang berada di tanah air. Seketika kurasakan hembusan udara dingin sudah mulai masuk menyentuh badanku melalui sela-sela pakaian yang kupakai. Padahal hawa panas dari pemanas gas tabung di teras sekitar tempat duduk kami masih tetap memancarkan bara apinya. Sejenak ku ingat kembali rekaman cerita temankerjaku yang sudah menjadi pecandu dunia maya. Di lingkungan kerjanya dia selalu dikenal sebagai figur pekerja keras dan sangat tekun dalam melakukan pekerjaannya. Dia dikenal pula sebagai orang yang pendiam tapi terkadang menunjukan senyum keramahannya ke para teman sekerjanya. Juga dari penampilannya terkesan bagaikan seorang perempuan alim ulama karena berasal dari keluarga muslim. Kalau dilihat dari latar belakang keluarganya memang sangat dipengaruhi dari
budaya Arab walaupun dirinya menganggap berasal dari bangsa Barber di Maroko. Namun pada umumnya bergaul di lingkungan kerjanya, teman kerjaku ini selalu menunjukan sikap menjarak terhadap para personel lainnya. Penampilan berpakaiannya pun kuanggap sopan dan sikapnya pun sangat santun untuk supaya tidak menarik perhatian kaum lawan jenisnya. Padahal model pakaian yang dikenakannya tidak pernah ketinggalan jaman. Biarpun model pakaiannya selalu terlihat membalut badannya yang ramping dan berisi itu.

Suatu kali aku pernah diundang berkunjung kerumahnya dan ternyata dirumahnya dia tidak memakai kerudung kepala. Rambutnya yang ikal dan hitam begitu indah terurai panjang sampai dibawah bahu. Wajah kecantikannya menjadi lebih lengkap dengan hiasan pupurannya di bibir, alis dan bulu matanya. Sehingga ekspresi pancaran matanya yang besar dan tajam terlihat punya daya tariknya tersendiri. Lantas aku dibawa keruangan kamar berukuran 4 kali 5 meter, yang lengkap dengan tata ruangan interiurnya yang indah. Disitu juga ada komputer dan alat-alat pendukung webcamesnya. Dengan tenangnya dia bercerita ke aku bahwa nama palsunya telah menjadi nama favorit buat menyalurkan fantasi memainkan peranannya sebagai figur idaman kaum laki-laki di internet seks. Ketika itu aku masih belum tahu banyak tentang kehidupan dunia maya, yang disebut juga sebagai masyarakat informasi global. Rupanya begitu mudahnya menggunakan nama palsu dalam dunia maya. Dan nyatanya dunia internet buat temanku
ini adalah cara halal, yang dianggap serba mudah dan gampangnya buat merealisasi keinginan menyalurkan kepuasan birahinya melalui dunia internet. Pernah aku menanyakannya tentang penggunaan nama palsu di alam dunia maya, yang menurut temankejaku itu berguna buat melindungi dirinya. Juga menurutnya berguna buat merealisasi keinginan dirinya. Padahal setahuku “tujuan” membuat nama palsu saja, dasarnya hanya satu, iaitu melakukan penipuan. Apalagi kalau tujuan penipuannya dikaitkan dengan kasus keserakahan dan kebengisan terhadap kepentingan antar sesama umat manusia. Lantas siapa yang harus mempertanggung jawabkannya bahwasanya jenis penipuannya itu sudah menjadi bagian budayanya pula karena bisa dilakukan secara terang terangan serta telah diterima oleh masyarakat umum.
“Eeeeh....lamunanmu sudah nyampe mana nih! Koq aku di gratisin sih?” tanya temanku lagi memancing untuk meneruskan obrolannya.
“yaaah.... jadi menurutmu hidup tuh memang selalu ada enaknya dan tidak enaknya kan? Dimana saja kita hidup, entah itu dalam dunia nyata ataupun di alam dunia maya seperti yang ada di internet itu!” Jawabku cepat sambil menatap pancaran matanya yang kurasa Silvia sudah mulai kecewa dengan keasyikanku melamun sambil memandang burung-burung yang sedang berlomba mencari tempat berteduh di antara ranting peponan.
“Bukankah menurut ceritamu dunia maya menjadi tambah interesan untukmu? Barusan kau bilang bahwa kau mengagumi karya atau pendapat opininya dari beberapa penulis, walaupun kau tidak mengenalnya di dunia nyata?”
“Teks itu bicara jadi kalau karya tulisan seseorang sudah digemari oleh pembaca, itu berarti karyanya dinilai bagus dan pastinya akan dihargai oleh publik pembaca umum”.
“Jadi maksudmu karena karya tulisannya dianggap punya kesamaan kualitas standart penulis sastra terkenal di alam dunia nyata? Bukankah akan lebih interesan bilamana kita bisa mengenal sosoknya terlebih dahulu serta mengenal kehidupan kesehariannya di darat.” Lanjutnya yang sudah mulai semangat untuk melanjutkan percakapannya.
“ Tentu, karena kalau tidak sepertinya kita dihadapi oleh sesuatu hal yang ‘misteri’. Karena biasanya seseorang cenderung malu-malu atau merasa takut untuk menunjukan sikap dan watak keasliannya di alam dunia nyata. Kau pun pernah menguraikan pendapatmu tentang hal prilaku dan etika bergaul dalam dunia internet. Menurutku pendapatmu itu mungkin ada benarnya!” lanjut celotehku yang maksudnya supaya temanku ini merasa terhibur oleh uraian komplimenku itu.
“Memangnya aku pernah cerita apa ke kau? Seingatku aku hanya menyatakan bahwa internet adalah hasil kreasi manusia, yang didasari oleh keinginannya dari ‘kebebasan individu’ tanpa peduli akan akibatnya buat orang lain. Lagi pula menurutku setiap orang hanyalah ingin saling berkompetisi ria, yang tujuannya engga jauh-jauh, yaitu untuk mengejar uang, status sosial dan ambisi pribadi. Karena dasar kebebasan pilihannyalah yang bisa mampu menjamin kebutuhan kebahagiaan dan kepuasan batinnya untuk diri sendiri. Lalu kita-kita ini bisa berbuat apa?”
“Iaitu yang kumaksudkan. Bukankah berarti tawarannya mampu memberi keuntungan bagi siapapun?" Kemudian aku duduk terdiam sambil melihat ke arah alat pemanas yang pancaran bara apinya sudah mulai agak redup. Rupanya temanku ini masih saja tidak puas dengan maksud perhatianku buat menyenangkan hatinya.
“Apa kau tidak menyadarinya bahwa perkembangan dari prinsip ‘kebebasan tak berbatas’ dalam dunia internet itu, ternyata sekaligus berfungsi pula sebagai peningkatan fasilitas penawaran kebutuhan konsumsi seks?”
“Jadi menurutmu atas dasar pemikiran itukah, makanya dunia internet dianggap lebih praktis dan mudah untuk bisa meraih peningkatan penawaran kepuasan seks konsumen, yang berarti berakibat pula pada peningkatan kasus persoalan kejahatan seksual?”
“Itulah yang menjadi dilema, dan ironisnya pihak pemerintahan dimana pun belumlah mampu mengontrol intervensi ‘kebebasan individu’ yang mengarah pada tindakan kejahatan tersebut. Lalu bagaimana mereka menangani persoalan peningkatan kejahatan seksual pedofil yang tujuannya memperkosa dan menyiksa anak-anak kecil itu sampai mati?” Lanjut temanku yang kelihatan raut wajahnya mulai murung.
“ Oh ya itulah hasilnya dan semakin marak saja penganut pedofil melakukan tawaran konsumsi seks anak-anak lewat internet! Apakah kau sudah tahu secara statistik tentang korban kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap anak-anak dari tindakan para pedofil atau lainnya itu di Europa? Bahkan sering kubaca di koran indonesia yang memberitakan kasus kejahatan pedofil bulé di Tanah Air.” jawabku cepat supaya temanku itu bisa ceria kembali tapi nyatanya dia tidak mereaksinya bahkan tetap duduk memandang kearah danau.

Kurasakan suasana santainya sudah menjadi agak tegang dan kupikir perbincangannya tak perlulah diteruskan. Aku menoleh kearah Silvia untuk kesekian kalinya tapi kali ini kulihat wajah Silvia menjadi pucat dan badannya yang ramping dan indah itu mulai kelihatan menggigil kedinginan. Pancaran matanya pun yang biasanya jernih dan cemerlang kelihatan sudah mulai layu. Aku langsung berdiri serta mengajaknya masuk kedalam ruangan kafé. Dia pun beranjak dari tempat duduknya serta ikut berjalan masuk ke ruangan dalam kafé. Sesampainya di dalam ruangan kafe kami mengambil tempat duduk dekat jendela supaya bisa tetap menikmati pemandangan ke arah danau. Aku masih sempat duduk memandang keluar melalui jendela kafé, yang terlihat cahaya remang-remang sorotan pancaran dari bulan purnama, yang menerangi suasana taman di sekitar danau. Padahal waktu hampir menunjukan jam setengah delapan malam dan diruangan kafe hanya ada kami berdua bersama seorang pelayan yang sedang berdiri di
belakang bar. Berarti ku pikir sudah waktunya kami berbuka puasa bersama.

Sementara itu temanku masih duduk merunduk dan sekali-kali memandangku dengan pancaran tajam ke arah ku. Kali ini tatapan matanya terkesan agak aneh dan tidak bisa lagi ku pahami maksudnya... Aku mulai khawatir serta mempertanyakan diri, apa sebenarnya yang ada dalam benaknya? Jantungku mulai berdetak cepat dan rasanya tidak enak. Tak pernah aku merasakan situasi tegang seperti ini karena sepanjang pengalaman berkencanku dengan Silvia, hubungannya selalu baik dan adem ayem. Seketika, pelayan bar berdiri didepan meja kami lalu aku menoleh kearah pelayan tersebut dan langsung memesan dua coklat susu dan erwten soup spesial lengkap dengan roti perancisnya. Tak lama kemudian pelayan itu kembali ke meja kami dengan membawa pesanannya. Dengan cepat dan dalam tempo sekejap temanku menghabiskan soupnya sedangkan aku masih duduk tenang sembari perlahan-lahan menikmati rasa soup kesenanganku itu. Seusainya dia memakan soupnya lalu dia memulai percakapannya kembali namun nada suara
yang lembut iramanya masih terdengar datar.
“Memang benar kata kau bahwa kehidupan dimana pun akan sama tantangannya, tak peduli apakah kau berada di dunia maya atau di dunia nyata. Aku teringat kembali pada peristiwa kematian tragis Theo van Gogh”.
“Lho...maksudmu apa kaitannya antar dunia maya dan terbunuhnya Theo van Gogh?”
“Maksudku setelah kejadian kasus tragedi pembunuhan Theo van Gogh, toh akhirnya pihak pemerintah semakin mencurigai umat muslim, yang katanya peningkatan radikalismenya ditunjang dari fasilitas sarana internet. Padahal pihak rakyatnya mulai menyadarinya bahkan mulai mengakuinya bahwa setiap orang memang punya hak ‘kebebasan” untuk mengeluarkan pendapat tapi setiap orang punya cara dan tanggung jawabnya buat menangani suatu persoalannya sendiri.”
“Ooooh...maksudmu karena banyak orang merasa dirinya terancam tapi merasa tidak cukup hanya dengan menggunakan cara berkomunikasi ataupun berdebat saja di publik umum?”
“Ya betul, bukankah masalahnya siapa yang punya kekuasaan dan siapa yang mengusai media? Apakah dengan di wajibkannya memiliki batasan etika dalam bergaul menjadikan orang minoritas kayak kita ini sudah menjadi puas hidup sebagai imigran yang di diskriminasi terus menerus?”
“Seharusnya mereka menyadarinya bahwa kenyataannya setiap orang tidak akan punya kesensitifan yang sama, biarpun konon katanya masing-masing sudah dianggap bisa punya rasa tanggung jawab atas konsekuensi dari perbuatannya sendiri”
“Itulah yang kumaksudkan pula, bukankah pada akhirnya kita pun menyaksikan peristiwa Kematian Tragisnya si Theo van Gogh ini, yang nyatanya bisa terjadi pula di alam masyarakat yang dinilai peradabannya relatif lebih maju dari negara dunia ketiga?” Lalu lanjutnya “Bukankah kita juga mengalaminya sendiri di sekitar lingkungan kita sehari-hari? Bahkan kau sendiri pernah cerita mengenai pengalaman temanmu yang orang Eritrea itu. Kau bilang bahwa dia di adopsi sejak bayi oleh orang tua Belanda serta diberi nama keluarga orang tua angkatnya. Ternyata temanmu itu juga mengalami pengalaman sial ketika sedang mencari kerja.”
“Ya betul, ironisnya buat nasib temanku itu lamaran kerjanya langsung di tolak hanya karena manajernya akhirnya tahu kalau dia itu bukan orang Belanda bulé. Bukankah itu merupakan pengalaman absurd di masa abad ke 21ini?” Jawabku sambil menyantap soupku yang kumakan dengan nikmatnya sampai habis tak tersisa lagi. Kemudian aku beranjak dari kursiku, yang maksudnya ingin sekalian membayar rekening pesanannya. Tapi pelayan kafenya tiba-tiba sudah berdiri didepan meja kami sambil meyodorkan bonnya. Dengan cepatnya temanku lalu menyodorkan uangnya ke arah pelayannya.
“Toh, akhirnya kita semakin mengerti serta memahaminya tentang arti “kebebasan” itu. Kitapun sudah menyadarinya pula bahwa kasus tragedi kematian Theo Van Gogh merupakan kelanjutan dari kasus kematian figur politisi populis yang bernama Pim Fortyun, yang dibunuh oleh aktivis lingkungan. Kau pun tahu Pim itu selain seorang homofil, juga sebagai aktifis politik bekas anggota partai buruh lantas berpindah ke partai liberal VVD kemudian berhasil membangun partai sendiri dengan massa pendukungnya berasal dari warisan keturunan pendukung rejim fasis Hitler, yang anti orang asing.”
“Ya...tentu tidak mengherankan kalau mereka itu bersikap meremehkan golongan minoritas di dalam negerinya, padahal kenyataannya kita-kita ini juga turut menyumbang perbaikan ekonomi Belanda, dengan melalui wajib bayar pajak dan asuransi yang beragam itu selama puluhan tahun. Bukankah ini adalah fakta juga bukti sumbangan kita dari anggota golongan minoritas, yang telah melakukan hidup berintegrasi 100% dalam kehidupan masyarakat di Belanda? Lalu, sampai sekarang kenapa jasa kita sebagai penyumbang pembangunan ekonomi dalam negeri tidak pernah mendapat pengakuan secara wajar dari pemerintahan Belanda?” Rupanya temanku ini kelihatannya menjadi tidak puas dengan pemerintah yang semakin bersikap tidak manusiawi dalam menanggapi persoalan-persoalan ketegangan sosial. Lalu aku mencoba menetralisir suasana yang sudah mulai agak tegang kembali dengan menyatakan bahwa yang namanya pemerintah pasti maunya hanya berkuasa dan ingin mempertahankan kekuasaannya tapi kalau rakyatnya
sudah tidak mendukungnya lagi karena semakin menggantungkan nyawanya pada daging, buah2an dan sayuran HALAL yang dijual oleh kaum minoritas, toh pada akhirnya pemerintahan itu sendiri terpaksa harus tunduk pada kepentingan kebutuhan isi perut rakyatnya. Lalu kami segera meninggalkan ruangan kafe berjalan menuju arah rumah kami masing-masing.

Mokum, musim gugur 2006
-----------------------------------
Tanggal: 2006 Okt 19 21:42
Judul: CiKEAS> Misteri Dunia Maya

Thursday, October 19, 2006

Bill Gates Rules: 11 things they don't teach in school

Rule 1: Life is not fair...get used to it.

Rule 2: The world won't care about your self-esteem. The world will
expect you to accomplish something BEFORE you feel good about yourself.

Rule 3: You will NOT make $40,000/year right out of high school. You
won't be a vice-president with a cell-phone, until you earn both.

Rule 4: If you think your teacher is tough, wait till you get a boss.
He doesn't have tenure.

Rule 5: Flipping burgers is not beneath your dignity. Your
grandparents had a word for flipping burgers-they called it opportunity.

Rule 6: If you mess up it's not your parents fault, so don't whine
about your mistakes, learn from them.

Rule 7: Before you were born, your parents weren't as boring as they
are now. They got that way from paying your bills, cleaning your
clothes, and listening to how cool you are. So before you save the
rain forest from the parasites of your parents' generation, try
delousing the closet in your own room.

Rule 8: Your school may have done away with winners and losers, but
life hasn't. In some schools they have abolished failing grades and
they'll give you as many times as you want to get the answer right.
This doesn't bear the slightest resemblance to ANYTHING in real life.

Rule 9: Life is not divided into semesters. You don't get summers and
Christmas break off, and very few employers are interested in helping
you find yourself. Do that on you own time.

Rule 10: Television is NOT real life. In real life people actually
have to leave the coffee shop and go to work.

Rule 11: Be nice to nerds. Chances are you'll end up working for one

-----------------------------------
Dari: Titik Parwati Hesti
Tanggal: 2006 Okt 19 14:11
Judul: [tangandiatas] Bill Gates Rules: 11 things they don't teach in school

Wednesday, October 18, 2006

Andi Supangat Temukan Rumus-rumus Baru

Bandung, Kompas - Setelah sekitar 21 tahun mengajar Statistika, Andi
Supangat (48) menemukan banyak kekeliruan dan kekurangan dalam rumus-
rumus statistik dari negeri Barat. Tahun 2005 ia mulai memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya dan menemukan sekitar empat rumus
baru.

Andi juga masih terus menguji rumus-rumus lain untuk memperbaiki atau
melengkapi rumus yang telah dikenal masyarakat.

Dosen Statistika di Universitas Komputer, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran, dan Universitas Widyatama—ketiganya di
Bandung—itu, mengaku sejak tahun 1991 menemukan banyak kekeliruan dan
ketidaksesuaian dari rumus-rumus statistika yang dipakai masyarakat
Indonesia dan dunia. "Saya sudah diskusikan pada teman-teman
seprofesi dan sebidang, akhirnya saya berusaha harus mencari solusi
dengan mempelajari masalah dan membuat rumus baru," kata Andi, Senin
(16/10).

Rumus yang ditemukan pertama adalah rumus tingkat kemiringan kurva.
Selama ini masyarakat menggunakan rumus kemiringan kurva dari
Pearson, Momen Matematika, dan rumus Bowley. Tetapi, ketiga rumus ini
tak memberi jawaban yang sama untuk sebuah masalah yang sama.

"Suatu masalah jika dihitung dengan rumus Pearson akan menghasilkan
angka positif, dengan Bowley akan menghasilkan angka positif yang
lebih besar, dan dengan momen matematika malah menghasilkan angka
negatif. Ini menyebabkan penggambaran kurva berbeda-beda, tidak
sesuai dengan data sesuai kenyataan atau tidak sesuai bentuk diagram
batang," kata Andi.

Perbedaan ini menyebabkan pengguna rumus akan menginterpretasikan
hasil perhitungan statistik dengan sangat berbeda satu sama lain. Hal
ini menyebabkan masalah, jika penggunaan rumus salah sehingga bisa
membuat kesimpulan jauh dari kenyataan. Misalnya, saat pemerintah
mengolah data pendapatan rakyat Indonesia, jika digunakan salah satu
rumus, bisa saja didapatkan kesimpulan dari gambar kurva bahwa
pendapatan tinggi lebih banyak dari pendapatan rendah. Padahal,
kenyataannya justru sebaliknya.

Selama sebulan meneliti pada April 2005, Andi mendapatkan rumus
kemiringan kurva dengan menghitung paruh interval dikurangi modus
dibagi titik tengah kurva. "Insya Allah hasil histrogram (diagram
batang) dengan kurva sama," kata Andi.

Pada Desember 2005, Andi membuat rumus baru, yaitu rata- rata polar,
deviasi polar, dan kemiringan kurva polar untuk melengkapi rumus-
rumus statistik yang menemukan data berdasarkan letak data. Rumus-
rumus ini memudahkan orang yang tidak memiliki sarana penghitung data
yang baik tetap bisa bekerja. Misalnya, orang daerah yang tidak
memiliki komputer untuk menghitung ribuan data bisa menggunakan rumus
polar yang dibuat Andi. Rumus ini hanya menggunakan data awal, akhir,
dan tengah.

Selain itu, Andi juga tengah memecahkan rumus baru untuk membuat
angka-angka kualitatif menghasilkan data kualitatif. Selama ini ada
kejanggalan dalam rumus Spearman yang menggunakan angka sebagai bobot
untuk menilai sebuah kualitas sesuatu. Sebab, hasilnya jadi angka
kuantitas. Misalnya, 1 untuk jelek, 2 untuk bobot cukup, dan 3 untuk
bobot baik. Lalu, ada seorang yang mengatakan untuk pernyataan a, b,
dan c ia menilai 2,3, dan 1. Maka, jumlah bobotnya adalah
6. "Mestinya kualitatif tak dihitung sebagai kuantitatif." Saat
mengungkapkan soal itu di sebuah perguruan tinggi, peserta seminar
mengatakan itu hal yang sudah lazim. "Tapi lazim bukan berarti
benar," katanya tegas.

Rumus kemiringan kurva itu kini sudah dipatenkan. Sedangkan tiga
rumus polar masih diajukan patennya. Ia sudah mengabarkan temuannya
pada Dirjen Pendidikan Tinggi, mengirim ke jurnal-jurnal matematika
dan statistika, tapi belum ada tanggapan. (GSA)

-------------------------------------------------------------
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0610/17/humaniora/3040020.htm

Saturday, October 14, 2006

Resep Es Sarang Burung ala Yeni

Es Sarang Burung ala Yeni
======================
Resep by Yeni Suryasuanti, Modifikasi Resep Mama Nis (Mertua-nya Jeany Choperrina)

Terilhami oleh segarnya Es Sarang Burung yang dibawa waktu acara NCC Home Made Food Fiesta th 2005, jadi bikin buat buka puasa hari selasa yang lalu.
Mudah banget dibuatnya... dan segar boo.... (Yen)

Bahan :

1 Bungkus Agar Agar Putih (Paling oke pake Swallow Globe)
125 ml Sirup Rasa Leci (Paling oke pake ABC)
375 Air
1 Kaleng Buah Longans
1 Kaleng Sprite / 7 UP
Es Batu Secukupnya

Cara Membuat :
Campurkan agar-agar, sirup leci dan air, rebus hingga mendidih, tuang ke cetakan / loyang, bekukan.
Setelah mengeras, serut agar-agar dengan menggunakan parutan ke hingga menyerupai sarang burung.
Campur agar-agar serut, buah kaleng, sprite / 7 up, dan es batu, tambahkan sirup leci sesuai selera jika terasa kurang manis, hidangkan

Tanggal: 2006 Okt 5 14:10
Judul: [NCC] [Resep] Es Sarang Burung ala Yeni

Monday, October 9, 2006

Singapura Tergantung Uang Haram Indonesia

Ekonom Shanghai mempertanyakan mengapa Singapura menjadi tuan rumah konferensi IMF. Padahal, negara itu berhasil karena 'uang haram' dari Indonesia
Hidayatullah.com--Andy Xie, 46, adalah ekonom kelahiran Shanghai. Ia mengundurkan diri sebagai chief economist Morgan Stanley di Asia setelah dia menulis email yang menggambarkan Singapura tergantung pada uang haram dari Indonesia dan China.

Xie, yang bekerja pada Morgan Stanley selama sembilan tahun, mengirim email itu kepada temannya setelah menghadiri pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia bulan lalu di Singapura.

Ekonom kelahiran Shanghai itu mempertanyakan mengapa Singapura dipilih menjadi tuan rumah konferensi. Dia mengatakan delegasi berlomba satu sama lain memuji Singapura sebagai kisah keberhasilan globalisasi.

"Sebenarnya, keberhasilan Singapura sebagian besar datang dari pencucian uang hasil korupsi pengusaha dan pejabat Indonesia", ujar Xie yang berbasis di Hong Kong sebelum meninggalkan Morgan Stanley pada 29 September.

Ekonomi Singapura pulih dari resesi sejak 1997 dan diperkirakan tumbuh 7,5% tahun ini. Negara itu bersaing dengan China dan India, di mana biaya buruh lebih murah.

PM Lee Hsien Loong mengatakan pertumbuhan tahunan ekonomi Singapura akan bertahan pada 3%-5% dalam 10-15 tahun mendatang sementara negeri itu memperluas industri dari teknologi informasi ke pariwisata.

"Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya, Singapura mendirikan kasino guna menarik uang korupsi dari China", kata Xie.

Singapura mengakhiri larangan kasino selama empat dasawarsa. Pemerintah berencana menaikkan tiga kali lipat pendapatan dari pariwisata hingga US$19 miliar dan melipatgandakan kedatangan pengunjung sampai 17 juta hingga 2015. [bi/cha]

Sumber : Hidayatullah.com
===============================================================================
Singapura, Negara Penyimpan
“Uang Haram” Terbesar dari Indonesia
JAKARTA - Sinyalemen bahwa Singapura merupakan negara tempat menyimpan uang hasil pencucian uang dari Indonesia bukanlah hal yang mengada-ada. Hal ini telah ditegaskan oleh Ketua PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) Yunus Husein dalam sebuah lokakarya yang bertema “Asset Tracing and Asset Recovery” akhir pekan lalu, di Jakarta.

Kenyataan bahwa Singapura merupakan salah satu negara anggota FATF (Financial Action Task Force) atau lembaga internasional yang mengampanyekan praktik-praktik anti pencucian uang terlihat sangat kontradiktif bila dikaitkan dengan pernyataan ketua PPATK tersebut. “Singapura merupakan negara yang menduduki posisi teratas dalam pelarian uang haram dari Indonesia,” kata Yunus.
Yunus menambahkan, PPATK telah mendesak STRO (Suspicious Transaction Report Office) Singapura untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) selama dua kali, tetapi sejauh ini masih nihil hasilnya. ”Kita sudah dua kali menawarkan hal ini (MoU) kepada STRO (Suspicious Transaction Report Office) Singapura. Pertama, dia bilang belum, dan kedua masih akan mempertimbangkan,” papar Yunus.
Selain itu, PPATK juga telah meminta KBRI untuk membantu melakukan penyelesaian isu yang dianggap sangat sensitif ini. Pendekatan diplomatik tingkat tinggi (high diplomacy) juga telah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam lawatan ke Singapura beberapa waktu yang lalu, tetapi Indonesia bak macan ompong yang tidak mempunyai taring untuk membuat perdana menteri Singapura menandatangani perjanjian ekstradisi.
Salah satu bukti yang memperkuat argumen ini sebenarnya sudah diungkapkan PPATK, yakni transaksi pengiriman uang oleh Direktur Utama Bank Global Irawan Salim terhadap istrinya yang berada di Singapura. “Ini belum termasuk beberapa nama yang masuk daftar hitam yang sedang dicari Kepolisian Republik Indonesia dengan bantuan Interpol yang diduga bersembunyi di Singapura,” kata Yunus menambahkan.
Mengapa Indonesia negara terbesar wilayah di Asia Tenggara dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa tidak bisa membuat negara kecil, seperti Singapura, untuk mau mengakomodasi tuntutan Indonesia? Masih pantaskah kita atau tidak malukah kita membangga-banggakan Republik ini sebagai negara yang disegani dalam percaturan diplomasi internasional, kalau dalam lingkup regional saja masih kedodoran?
Jika mau jujur itu semua tidak lepas dari kemampuan para aparatur kita baik kepolisian, kejaksaan, dan hakim serta jajaran birokrasi kita yang merasa “gagap” dalam menangani kasus tindak pencucian uang.
Menurut pakar antipencucian uang dari Norwegia Eva Joly tindak pencucian uang berkaitan erat dengan masalah korupsi. “Penyelesaian tindak pencucian uang dan korupsi merupakan satu paket, karena setiap tindak korupsi memerlukan pencucian uang sebagai instrumen untuk menghilangkan jejak,” kata Eva.
Ia menilai tingkat korupsi di Indonesia yang merajalela menyebabkan sulitnya mengungkapkan praktek-praktek pencucian uang. “Seluruh instrumen keuangan dan hukum sudah dibuat tetapi permasalahannya semua hanya sekedar instrumen pelengkap agar Indonesia dipandng serius dalam masalah ini tetapi tanpa memberikan hasil yang jelas,” paparnya.
Banyak orang Indonesia yakin Singapura sebagai tempat menyembunyikan hasil money laundering tetapi ternyata sampai saat ini tidak ada satu bukti yang ditunjukkan pada FATF bahwa Singapura tidak kooperatif dalam memberantas masalah ini. Di dunia yang sudah sangat terbuka seperti sekarang tidak ada satu negara yang bisa dengan seenakanya dan tidak kooperatif, apalagi Singapura menjadi anggota FATF.

Berikan Sanksi
Eva menambahakan, jika Indonesia memang bisa membuktikan tuduhannya maka FATF akan memberikan sanksi pada anggotanya yang tidak kooperatif karena di dalam FATF ada mekanisme evaluasi terhadap negara-negara anggotanya, misalnya negara Belgia yang beberapa waktu yang lalu dilakukan evaluasi berkaitan dengan sejumlah laporan sejumlah lembaga perbankan di negara tersebut yang menerima dana ilegal dari Afrika. “Anggota yang terbukti tidak kooperatif dalam pemberantasan tindak pencucian uang akan dikeluarkan dari organisasi,” paparnya.
Ia memahami kesulitan yang dihadapi Indonesia dalam memberikan bukti kepada masyarakat dunia karena kemampuan penegak hukum di Indonesia terutama kepolisian masih minim dengan paradigma lama, dan kurang mengantisipasi terhadap kejahatan ekonomi.
Pembentukan PPATK sebagai Unit intelejen Keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) sebagai suatu badan independen yang langsung bertanggung jawab langsung kepada presiden sebagai suatu kemajuan yang berarti,
“PPATK harus memberikan data-data setiap transaksi keuangan yang mencurigakan oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) kepada kepolisian dan kejaksaan untuk ditindaklanjuti secara hukum,” kata Eva.
Di titik krusial inilah kualitas dan keseriusan aparat kepolisian, kejaksaan dan pengadilan dalam penanganan pencucian uang bisa dinilai. Pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia bisa dikatakan baru berjalan dalam dua tahun terakhir pada saat pemerintah mengumumkan PPATK sebagai unit investigasi untuk menyelidiki transaksi keuangan yang bersifat mencurigakan mulai 17 Oktober 2003.
Kewenangan ini sebelumnya berada di tangan Bank Indonesia di mana setiap laporan transaksi keuangan yang mencurigakan (LTKM) harus dilaporkan oleh seluruh penyedia jasa keuangan. Sementara itu, payung hukum untuk lembaga ini, yakni UU No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan atas rekomendasi FATF on Money Laundering agar diadakan penambahan yang mengakomodasi 40 rekomendasi umum dan 8 rekomendasi khusus disempurnakan dalam ketentuan UU No. 25 tahun 2003.
Pembangunan rezim antipencucian uang juga ditandai dengan pembentukan kerja sama antara PPATK dengan beberpa instansi terkait dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Gubernur Bank Indonesia, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Dirjen Pajak, Dirjen Bea dan Cukai, Dirjen Lembaga Keuangan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia.
Sementara dalam kerja sama internasional PPATK telah menandatangani nota kesepahaman dengan Anti Money Laundering Office (AMLO) Thailand, Bank Negara Malaysia, Financial Intelligent Unit (FIU) Australia, FIU Korea, FIU Rumania (NOPCML), FIU Filipina (AMLC), FIU Belgia (CTIF) dan FIU Italia.
Empat pilar utama yang menjadi tumpuan bagi PPATK, yakni peraturan perundangan, teknologi sistem informasi dan sumber daya manusia, analisis laporan mencurigakan dan kepatuhan berbagai instansi terkait serta kerjasama domestik dan internasional sebagai kunci penting bagi keberhasilan lembaga ini.
Menurut ketentuan undang-undang PPATK memiliki kewenangan untuk meminta dan menerima laporan PJK, meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan/penuntutan, melakukan audit kepatuhan terhadap PJK dan memberikan pengecualian kewajiban pelaporan tunai (cash transaction report/CTR).

Informasi Intelijen
Di samping itu, PPATK berperan sebagai lembaga informasi intelejen keuangan, regulator di bidang anti pencucian uang melalui penerbitan ketentuan dan pedoman teknis serta sebagai focal point untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Dalam pelacakan aset dan pengembalian aset PPATK juga mempunyai wewenang untuk mengkoordinasikan pengembalian semua bentuk harta kekayaan yang merupakan hasil kejahatan serta melakukan penyitaan aset seperti yang direkomendasikan FATF.
Dalam rangka melakukan investigasi keuangan terhadap kejahatan pencucian uang keterlibatan polisi, jaksa, dan akuntan sangat diperlukan dalam mendukung keberhasilan pengungkapan kasus. Akses di berbagai di berbagai sektor seperti perusahaan real estate, kepemilikan mobil mewah, kepemilikan kapal-kapal laut, saham di pasar bursa dan akses untuk mengetahui pemilik perusahaan diperlukan untuk menelusuri jejak para tersangka, Jadi informasi yang benar dari instansi pajak, instansi keuangan, badan peradilan, perusahaan akuntan publik dan agen atau developer properti akan sangat membantu tugas-tugas PPATK.
Tindak kejahatan pencucian uang tentu melibatkan pejabat atau pemimpin negara (Political Exposure Perseon) seperti kepala pemerintahan, politisi senior, anggota legislatif, pejabat militer maupun birokrat sipil serta pengurus partai politik yang berpengaruh. Di samping itu yang tak kalah pentingnya para pengusaha yang berkolusi dengan pejabat negara serta anggota keluarga yang ada kaitannya dengan tersangka sangat berpotensi untuk melakukan pelarian uang ke luar negeri.
Untuk kelompok PEP di Indonesia diwajibkan prosedur khusus untuk menyelidiki transaksi keuangan yakni melalui customer service officer, prosedur ini sangat rawan terjadi praktek-praktek kolusi tingkat tinggi karena PPATK tidak bisa bebas untuk mengakses informasi. Penguatan institusi seperti PPATK dengan memberikan akses seluas-luasnya terhadap rekening-rekening PEP di seluruh institusi keuangan di negara-negara Singapura, Swiss, Australia, Hongkong dan negara-negara lain yang ditengarahi PPATK sebagai tempat pencucian uang dari Indonesia akan lebih berguna bagi pemberdayaan institusi ini.
Kebijakan ini akan bisa mengurangi ketidakberdayaan kepolisian Republik Indonesia yang masih begitu “hijau” dalam menangani tindak kejahatan ekonomi transnasional. Tanggung jawab PPATK yang lansung kepada presiden dan tidak berada dibawah suatu departemen, kementerian atau lembaga lainnya merupakan alternatif di tengah kondisi kepolisian Republik Indonesia yang tak kunjung mengalami perbaikan kinerja dan perilaku aparaturnya.
Pada akhirnya suatu kewenangan yang besar pada suatu institusi terkandung bahaya laten yang tidak kalah ganasnya, akhirnya tanpa adanya moralitas, integritas dan keinginan untuk memberantas secara sungguh-sungguh tindak pencucian uang, PPATK hanya akan menjadi pelengkap penderita bagi bangsa yang terus dicabik-cabik oleh wabah korupsi yang tidak pernah ditemukan ujung pangkalnya. (SH/sigit wibowo)

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/Keuangan/2005/0307/keu1.html

Saturday, October 7, 2006

Malnutrisi, Keteledoran Sebuah Bangsa

Terus bermunculannya kasus-kasus gizi buruk yang endemik di berbagai wilayah di Indonesia sebenarnya bukan fenomena mengherankan untuk sebuah bangsa yang belum menganggap pembangunan sumber daya manusia—termasuk kesehatan dan pendidikan—sebagai investasi terpenting bagi kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

Di tingkat nasional, alokasi anggaran investasi sosial, seperti kesehatan dan pendidikan, sering menjadi hal yang pertama dikorbankan dalam kondisi ekonomi sedang sulit. Sementara di tingkat rumah tangga, kesehatan dan pendidikan juga belum menjadi isu penting dan masih dikalahkan oleh pengeluaran untuk konsumsi rokok.

Lonjakan jumlah anak balita penderita gizi buruk dari 1,8 juta (tahun 2005) menjadi 2,3 juta (2006), seperti diungkapkan Unicef pekan lalu, tentu membuat kita bertanya-tanya. Mengapa kasus gizi buruk terus meningkat, padahal kemiskinan menurut pemerintah mengalami penurunan dan kesejahteraan masyarakat juga mengalami peningkatan sebagaimana tergambar dari peningkatan pendapatan per kapita masyarakat.

Di luar 2,3 juta anak balita gizi buruk ini, masih ada 5 juta lebih yang juga mengalami gizi kurang. Jumlah bayi berstatus gizi buruk dan gizi kurang ini sekitar 28 persen dari total bayi di seluruh Indonesia.

Dari total bayi berstatus gizi buruk dan gizi kurang ini, sekitar 10 persen berakhir dengan kematian. Dari angka kematian bayi yang 37 per 1.000 kelahiran, separuhnya adalah akibat kurang gizi. Dengan kenyataan seperti ini, kita semestinya tidak bisa lagi menutup mata.


Dilihat dari sebaran wilayahnya, dari 343 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Laporan Survei Departemen Kesehatan-Unicef tahun 2005, hanya delapan kabupaten yang memiliki prevalensi balita gizi buruk atau gizi kurang yang rendah (kurang dari 10 persen). Sebanyak 257 kabupaten/kota lainnya tergolong prevalensi tinggi dan 169 kabupaten/kota sangat tinggi.

Dari data Depkes juga terungkap masalah gizi di Indonesia ternyata jauh lebih serius dari yang kita bayangkan selama ini. Gizi buruk atau anemia gizi tidak hanya menghinggapi bayi atau anak balita, tetapi semua kelompok umur. Perempuan adalah kelompok paling rentan, di samping anak-anak.

Dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi dan satu juta lainnya kekurangan energi kronis (KEK). Dari ibu hamil dalam kondisi seperti itu, rata-rata setiap tahun lahir 350.000 bayi yang lahir dalam kondisi berat badan rendah.

Untuk anak usia sekolah, dari 31 juta anak, 11 juta di antaranya bertubuh pendek akibat gizi kurang dan 10 juta mengalami anemia gizi. Untuk kelompok usia remaja, dari 10 juta remaja putri (15-19 tahun), sebanyak 3,5 juta mengalami anemia gizi.

Untuk wanita usia subur (WUS), dari 118 juta WUS, sebanyak 11,5 juta di antaranya juga mengalami anemia gizi. Kurang energi kronis juga dialami 30 juta orang dari kelompok usia produktif. Kurang gizi juga dialami lansia, dengan jumlah penderita anemia gizi sekitar 5 juta orang.

Angka-angka di atas menunjukkan, Indonesia masih belum merdeka dari kelaparan dan juga kemiskinan sebagai akar penyebab utama malnutrisi.

Tingginya prevalensi anemia gizi pada wanita dan anak-anak ini akhirnya menciptakan lingkaran setan. Wanita penderita gizi kurang akan melahirkan anak- anak dengan berat badan rendah yang rentan terkena infeksi dan kematian. Jika bertahan hidup, mereka tak akan mampu tumbuh dan berkembang secara optimal.

Mereka juga mengalami gangguan kecerdasan, dan mengakibatkan potensi putus sekolah juga menjadi tinggi. Pada usia dewasa, dia tidak produktif sehingga akhirnya hanya akan menjadi beban bagi keluarganya dan juga perekonomian.

Karena kemiskinan dan gangguan kecerdasan akibat kurang gizi, lebih dari 50 persen anak perempuan di perkotaan dan lebih dari 80 persen anak perempuan di pedesaan tidak lagi bersekolah dan menikah muda.

Akibatnya, usia subur juga lebih lama dan jumlah anak yang dilahirkan lebih banyak. Ini mengakibatkan beban hidup mereka juga lebih berat dan semakin sulit bagi mereka untuk keluar dari perangkap kemiskinan.

Pemberdayaan masyarakat

Fenomena kurang gizi sendiri disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor, yakni kemiskinan, kondisi lingkungan, buruknya pelayanan kesehatan, dan kurangnya pemahaman mengenai gizi. Namun, penyebab paling utama adalah kemiskinan. Kemiskinan membuat ketersediaan pangan yang cukup dan berkualitas di tingkat rumah tangga juga rendah.

Sekitar 17,7 persen atau 39 juta penduduk Indonesia masih miskin. Jika ukuran garis kemiskinan 2 dollar AS yang dipakai, lebih dari 110 juta orang atau 53 persen dari total penduduk masih di bawah garis kemiskinan.

Oleh karena itu, tidak mungkin mengatasi masalah gizi buruk di masyarakat tanpa adanya upaya peningkatan ekonomi di tingkat rumah tangga. Ini menjadi persoalan besar dengan keterbatasan kemampuan perekonomian untuk menciptakan lapangan kerja sekarang ini.

Indonesia sebenarnya sudah banyak membuat kemajuan dalam menekan angka gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita, menjadi 37,5 persen (1989), 35,5 persen (1992), 31,6 persen (1995), 29,5 persen (1998), 26,4 persen (1999), dan 24,6 persen (2000). Akan tetapi, sejak tahun 2000 angka gizi buruk dan gizi kurang kembali meningkat, menjadi 26,1 persen (2001), 27,3 persen (2002), 27,5 persen (2003), dan 29 persen (2005).

Depkes mengakui, problem penanganan masalah gizi menghadapi tantangan lebih besar lagi pada era otonomi daerah. Pemerintah daerah yang diharapkan lebih berperan dalam upaya peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, dalam kenyataannya tidak selalu seperti itu.

Di masa lalu, intervensi gizi oleh pemerintah juga bisa lebih cepat dilakukan dalam kasus ditemukan anak balita kurang gizi atau gizi buruk, antara lain karena masih berfungsinya pos pelayanan terpadu (posyandu) dan tenaga-tenaga medis wajib praktik yang menjangkau hingga daerah-daerah terpelosok.

Sekarang, dari 250.000-an posyandu, tinggal 40 persen yang aktif sehingga hanya sekitar 43 persen anak balita yang terpantau. Tanpa kader-kader di lapangan, Depkes sendiri, seperti diakui Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes, Sri Astuti S Suparmanto, tak akan bisa berbuat banyak.

Tertinggal

Dari sini, kita mestinya tak perlu heran mengapa indeks pembangunan manusia (IPM) semakin tertinggal, dan kita terus menjadi bangsa pesakitan yang tak bisa bersaing dengan negara lain. Kita juga tak kunjung keluar dari lingkaran setan kemiskinan dan terbebas dari penyakit sosial seperti kelaparan.

Dibandingkan dengan negara- negara tetangga, angka kematian bayi dan ibu di Indonesia termasuk tinggi. Angka kematian bayi di Indonesia tahun 2004 adalah 37 per 1.000 kelahiran hidup. Sebagai perbandingan, Thailand 20 dan Malaysia hanya 6 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup. Angka harapan hidup di Indonesia juga lebih rendah daripada negara-negara tersebut.

Ironisnya, pada saat bersamaan, Indonesia semakin kewalahan menghadapi epidemi masalah kelebihan gizi (gizi lebih) dalam bentuk obesitas dan penyakit-penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, dan diabetes.

Prof dr Hamam Hadi MS Sc D pada Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tahun 2005 menyebutkan, Indonesia kehilangan nilai ekonomi Rp 22,6 triliun atau 1,43 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2003 akibat prevalensi kurang gizi yang masih relatif tinggi.

Jika hingga tahun 2010 prevalensi dan tiga masalah utama gizi (gangguan akibat kekurangan yodium/GAKY, kekurangan energi kronis/KEP, dan anemia pada orang dewasa) belum diatasi, bangsa Indonesia akan kehilangan nilai ekonomis Rp 186,1 triliun. Sebaliknya, jika tiga masalah gizi utama bisa diatasi melalui intervensi gizi, akan dihasilkan nilai ekonomi Rp 55,8 triliun hingga tahun 2010.

Hamam sendiri melihat kebijakan pemerintah selama ini cenderung lebih menekankan pada upaya-upaya promotif dan preventif ketimbang upaya-upaya yang sifatnya promotif-preventif. Alokasi anggaran untuk upaya promotif-preventif tidak sampai 10 persen dari total anggaran bidang kesehatan, sementara untuk upaya kuratif mendapat alokasi 60-80 persen.

Tingginya kejadian luar biasa (KLB), termasuk gizi buruk sekarang ini, menurut Hamdi, adalah juga akibat kebijakan pembangunan kesehatan yang hanya responsif dan kagetan, atau simptomatif dan populis, bukan kausatif dan antisipatif terhadap masalah-masalah kesehatan yang dirumuskan secara lebih sistematis berdasarkan fakta di lapangan.

Untuk pemerintah daerah, Hamam melihat komitmen mereka terhadap pembangunan bidang kesehatan masih kurang. Padahal, pada era otonomi daerah, peran mereka sangat menentukan keberhasilan pembangunan bidang kesehatan dibandingkan dengan pemerintah pusat.

Beberapa kalangan lain melihat, alokasi anggaran untuk kesehatan yang hanya 3 persen dari PDB juga menunjukkan tidak cukup kuatnya komitmen pemerintah untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagai perbandingan, Malaysia, Thailand, dan Filipina sendiri sekarang ini mengalokasikan 6-7 kali lipat anggaran lebih besar dibandingkan dengan Indonesia untuk pendidikan dan kesehatan.

Sri Astuti sendiri mengatakan, bukan saatnya saling menyalahkan. Menurut dia, Depkes sudah berusaha keras.

"Tugas dan tanggung jawab Depkes adalah regulator, fasilitator, dan membuat standar. Itu sudah kita kerjakan. Namun, hal tersebut tidak akan berjalan baik kalau pemerintah daerah sendiri tidak melihat strategi itu sebagai strategi mereka yang akan dioperasionalkan. Kebijakan kita adalah kebijakan Indonesia, tetapi harus diterjemahkan di pemerintah daerah. Kalau sekarang, dengan keadaan seperti itu, hanya Depkes yang dinilai, fair enggak?" ujarnya.

Menurut Sri Astuti, anggaran besar juga tidak menjamin program berjalan, tanpa adanya pemberdayaan masyarakat sendiri. "Sebetulnya, kalau kita efisien, jalan tuh. Dulu kan anggarannya enggak sampai segini, bisa jalan. Karena masyarakat di bawah itu melihat bahwa program ini milik mereka," ujarnya. Menurut Sri Astuti, masalah kesehatan tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah atau Depkes.

Maraknya kasus gizi buruk juga membuktikan ketahanan pangan masyarakat sebenarnya masih belum terwujud. Ketahanan pangan yang di masa lalu dilumpuhkan oleh kebijakan swasembada beras dengan sistem monokulturnya, mestinya menjadi tantangan buat Departemen Pertanian kini dalam penyediaan pangan bagi rakyat.

Demikian pula, ini juga tantangan buat Depnaker dan departemen-departemen teknis lain di pemerintahan. Sebab, masalah gizi buruk ini muaranya akhirnya juga tergantung pada tingkat ekonomi penduduk dan ketersediaan lapangan kerja serta pangan yang bisa dijangkau, selain juga pemahaman mengenai gizi, yang lagi-lagi kalau dicari akarnya akhirnya tak jauh-jauh dari tingkat pendidikan masyarakat yang umumnya memang masih rendah.

Depkes sendiri berpandangan, sama saja omong kosong mengurangi kemiskinan tanpa memperbaiki masalah gizi masyarakat. "Gizi bukan hanya isu kesejahteraan, isu hak asasi manusia, serta masalah pangan dan konsumsi, tetapi juga isu investasi. Meningkatkan gizi penduduk akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi," ujar Direktur Gizi Masyarakat Depkes Ina Hernawati.

Tanpa itu, jangan berharap terlahir sumber daya manusia yang tangguh dan mampu bersaing atau perekonomian yang kuat. Tanpa itu, fenomena generasi yang hilang (lost generation), seperti dicemaskan Unicef, juga akan terus menghantui Indonesia.


KOMPAS, Sabtu 7 Oktober 2006
Oleh Sri Hartati Samhadi

Thursday, October 5, 2006

Kisah Sang Maestro Matsushita

Sekarang ini, kita semua tahu 'krisis ekonomi'. Walau sudah berlalu, gemanya masih terasa sampai saat ini. Pengaruhnya terhadap cara hidup, luar biasa besarnya. Kalangan atas, berguguran. Kalangan menengah ke bawah, pontang-panting. Kerusakan yang ditimbulkan tidak kita ragukan lagi. Tapi ... kebayang gak seh, situasi yang lebih gawat daripada krisis ?
Di tahun 1929, pernah terjadi 'depresi ekonomi global'. Wall Street menukik tajam tak terkendali. Surat saham tak lebih nilainya seperti kertas biasa. Saat itu, General Motor terpaksa mem-PHK separo dari 92.829 karyawannya. Perusahaan besar maupun kecil bangkrut. Jutaan orang menjadi pengangguran. Jutaan orang kelaparan. Daya beli turun bersama harga dan lowongan pekerjaan. Malam menjadi gelap gulita. Kepanikan terjadi di mana-mana. Toko yang masih bertahan, menghentikan pembelian dari pabrik karena gudang sudah penuh dengan barang yang tidak terjual.
Saat itu, Konosuke Matsushita yang memproduksi peralatan listrik bermerek National dan Panasonic baru saja merampungkan pabrik dan kantor dengan pinjaman dari Bank Sumitomo. Kondisi badannya sering sakit-sakitan akibat gizi yang kurang dimasa kanak-kanak, ditambah lagi dengan kerja 18 jam sehari, 7 hari seminggu selama 12 tahun merintis usahanya. Hanya semangat hiduplah yang membuatnya masih bernapas.
Dengan punggung bersandar ke tembok rumah, Matsushita mendengarkan laporan tentang kondisi perekonomian yang terus memburuk ketika manajemennya datang menjenguk. Lalu bagaimana tanggapannya ?
"Kurangi produksi separonya, tetapi JANGAN mem-PHK karyawan. Kita akan mengurangi produksi bukan dengan merumahkan pekerja, tetapi dengan meminta mereka untuk bekerja di pabrik hanya setengah hari.Kita akan terus membayar upah seperti yang mereka terima sekarang, tetapi kita akan menghapus semua hari libur. Kita akan meminta semua pekerja untuk bekerja sebaik mungkin dan berusaha menjual semua barang yang ada di gudang."
Perintah ini bagi anak buahnya sama anehnya dengan depresi ekonomi itu sendiri. Koq bisa terjadi, yah ?
Dalam situasi begitu, sangatlah masuk akal jika perusahaan mem-PHK karyawan demi efisiensi. Namun Matsushita karena keyakinannya pada sang kebajikan sudah mantap, demi kelangsungan hidup anak-istri karyawannya, akhirnya mampu menghasilkan terobosan yang manusiawi pada masa depresi ekonomi tersebut.
Kebajikan Matsushita terhadap karyawannya mendapatkan hasil yang manis 16 tahun kemudian dari karyawan yang pernah ditolongnya. Ia menuai buah kebajikannya sendiri.
Ketika Perang Dunia II berakhir, Jenderal Douglas McArthur yang mengendalikan Jepang, menangkapi semua pengusaha Jepang untuk diadili karena keterlibatan mereka selama perang. Pada kurun 1930-an, para pengusaha Jepang, termasuk Matsushita, mendapat tekanan rezim militer Jepang saat itu untuk memproduksi senjata dan logistik militer lainnya. Maka Matsushita pun ikut ditangkap.
Sekitar 15.000 pekerja bersama keluarganya membubuhkan tanda tangan petisi pembelaan untuk Matsushita !!! Jenderal McArthur pun tercengang oleh petisi tersebut dan akhirnya membebaskan Matsushita. Tidak ada pemilik usaha dan pimpinan industri sebelum perang dunia kedua yang diizinkan McArthur kembali ke pekerjaannya kecuali Matsushita.
Demikianlah Matsushita dapat terus memimpin perusahaannya sampai menjadi raksasa elektronik dunia, dan baru pensiun ada tahun 1989 pada usia 94 tahun.
Ketika Matsushita meninggal tahun 1990, bukan cuma para pebisnis yang berduka cita. Presiden Amerika saat itu, George Bush ( Senior ), pun turut berduka.
Matsushita berhasil membangun dirinya melewati ambang batas pengusaha yang umumnya selalu lapar duit dan haus fulus serta menjadi pribadi yang humanis dan filsuf yang sangat peduli terhadap kemanusiaan. Bagi Matsushita, uang bukanlah tujuan. Meskipun butuh uang tetapi uang bukanlah segala-galanya. Baginya, uang adalah sarana untuk melakukan kebajikan. Itu sebabnya, beliau tidak pernah menggigit orang, main curang, atau merebut jatah orang lain. Matsushita yakin bahwa kalau kita tidakjahat dan terus berbuat baik maka kejahatan akan menjauhi kita dan kebaikan akan melindungi kita.
Bagaimana dengan kita ?
Sudah cukup baikkah kita hari ini ?
=================
As long as we have memories, yesterday remains..
As long as we have hope, tomorrow awaits..
As long as we have friendship, each day is never a waste.

Kata Bijak Hari Ini.
Anda tidak bisa merencanakan masa mendatang berdasarkan masa lalu
(Edmund Burke)
--------------------------------------------------------------------
Dari: kang goem
Tanggal: 2006 Okt 5 12:12
Judul: [Forum-Jokam] Fwd: Kisah Sang Maestro Matsushita

Tuesday, October 3, 2006

GELEMBUNG PEREKONOMIAN SEBUAH FATAMORGANA

Dalam sebuah siklus ekonomi, pasang surut perekonomian merupakan sebuah hal yang lumrah terjadi. Sebuah siklus ekonomi, selalu melihatkan adanya fase lonjakan yang tanpa terelakkan akan disusul oleh sebuah peluruhan (bust).

Era Ekonomi Baru yang lahir setelah runtuhnya kekuasaan Uni Soviet, telah menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal dan menandai kemenangan ekonomi pasar atas sosialisme. Kondisi pasar yang terjadi pada era ekonomi baru, bukan hanya kapitalisme mengalahkan komunisme, tetapi juga menjadikan kapitalisme versi Amerika yang didasari kegigihan individualisme mengalahkan versi-versi kapitalisme lain yang lebih lunak dan halus (Stiglitz, 2003).

Seiring proses globalisasi, maka terjadilah penyebaran kapitalisme gaya Amerika ke seluruh dunia. Semua pihak, pada awal era ekonomi baru seolah memperoleh manfaat dari tatanan Economia Americana. Tatanan ini mendorong peningkatan aliran dana yang belum pernah terjadi sebelumnya, dari negara maju ke dunia berkembang, yakni enam kali lipat dalam enam tahun, peningkatan perdagangan yang mencapai 90% lebih dalam satu dekade, dan angka pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Kondisi ini diharapkan akan menciptakan lapangan kerja yang besar dan pertumbuhan kesejahteraan yang lebih baik. Inti kapitalisme era baru ini ditandai dengan kehadiran perusahaan-perusahaan teknologi yang merevolusi cara dunia berbisnis. Ia juga mengubah laju perubahan teknologi itu sendiri dan meningkatkan tingkat pertumbuhan produktivitas ke taraf yang tidak tercapai dalam seperempat abad lebih.

Dunia pernah mengalami revolusi ekonomi pada abad 18-19, yakni Revolusi Industri, yang menggeser basis perekonomian dari pertanian ke manufaktur. Era Ekonomi Baru juga menunjukkan pergesaran perekonomian sebagaimana Revolusi Industri. Pergeseran yang terjadi pada Era Ekonomi Baru adalah pergeseran produksi “barang” (manufaktur) ke produksi “gagasan”. Ekonomi Baru, lebih memerlukan pengolahan informasi dibandingkan persediaan barang. Mulai pertengahan era 1990-an, sektor manufaktur menyusut mendekati 14% dari total output perekonomian. Hal ini berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja yang bahkan jauh lebih kecil dari era sebelumnya.

Berubahnya basis perekonomian dari manufaktur ke gagasan, menjadikan perusahaan teknologi menjadi primadona dalam lapangan bisnis era ekonomi baru. Perusahaan-perusahaan teknologi menjadi rebutan para investor untuk menginvestasikan dana mereka. Rebutan investor dalam mengiventasikan dananya pada suatu sektor dapat mengakibatkan munculnya “kegairahan irasional” dalam sebuah pasar. Perlu disadari, bahwa dalam ekonomi pasar, harga merupakan faktor penting guna membangun kepercayaan dan berfungsi sebagai sinyal yang menuntun alokasi sumber daya. Jika harga didasari oleh informasi mengenai fakta dasar suatu pasar tertentu, maka keputusan yang dibuat investor berdasarkan harga tersebut merupakan keputusan yang sehat. Dengan demikian, sumber daya akan dialokasikan dengan baik dan perkeonomian akan tumbuh dengan wajar.

Akan tetapi, apabila harga-harga sesungguhnya bersifat acak yang didasari oleh keranjingan irasional spekulator pasar, maka investasi akan kacau balau. Spekulasi muncul akibat terlalu mengandalkan kepercayaan pasar dibandingkan pengetahuan tentang pasar, dan kurang mengindahkan ekonomi riil yang melandasi pemilihan investasi. Hal tersebut memunculkan sebuah “kegairahan irasional”, sehingga harga-harga yang terjadi hanya didasari oleh keranjingan semata. Demi mengejar kenaikan harga dan keuntungan, para investor mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan normal perilaku investasi rasional. Mereka melakukan investasi di dalam pasar yang sebenarnya bercirikan risiko tinggi.

Perkembangan yang tidak rasional tersebut, menurut Gilpin & Gilpin (2000), merupakan tahap “mania” atau “gelembung” dalam bom. Pada saat tahap ini semakin cepat, maka harga dan laju penambahan uang yang dispekulasikan pun meningkat. Kemudian, pada titik tertentu pasar akan mencapai puncaknya. Beberapa investor dalam mulai mengkonversi investasinya ke bentuk uang atau memindahakan ke investasi lain, untuk mengantisipasi kondisi yang akan terjadi berikutnya.Melihat hal itu, banayak spekulan yang sadar, bahwa “permainan” akan berkahir dan ikut menjual asset-asset investasi mereka. Lomba adu cepat untuk keluar dari asset-asset yang berisiko dan bernilai tinggi menjadi semakin sengit, dan pada akhirnya berubah menjadi gerombolan liar yang mengejar kualitas dan keamanan.

Peritiwa tersebut dapat menimbulkan sinyal pasar yang memicu kekacauan dan menyebabkan paniknya dunia keuangan. Kepanikan tersebut dapat berupa kegagalan bank, bangkutnya suatu perusahaan, atau sejumlah peristiwa yang tidak mendukung lainnya. Ketika para investor terburu-buru keluar dari pasar, harga-harga pun berjatuhan, kebangkutan meningkat, dan “gelembung” spekulasi akhirnya meletus yang menyebabkan harga ambruk. Kepanikan terjadi setelah para investor dengan putus asa mencoba menyelamatkan diri mereka sedapat mungkin. Kemudian, bank-bank menghentikan pinjaman yang menyebabkan remuknya kredit, satu resesi, atau bahkan mungkin depresi mengikutinya. Pada akhirnya, panic akan mereda dengan cara tertentu, ekonomi terpulihkan, dan pasar kembali pada kesetimbangan, setelah membayar sedemikian mahal.

Menurut Stiglitz (2003), selama bertahun-tahun, semakin banyak bukti bahwa pasar sering tidak berjalan dengan baik. Walaupun, hubungan antar harga saham dengan informasi masuk akal, tetapi seringkali naik turunnya harga tidak demikian. Fluktuasi pasar benar-benar acak. Sifat pasar yang acak dan tidak efisien mempunyai biaya yang mahal dan menyebabkan suatu perusahaan mendapatkan investasi berlebih, sementara sebagian perusahaan lain mendapatkan investasi telalu sedikit bahkan mungkin tidak dapat sama sekali.

Pertumbuhan ekonomi di era ekonomi baru yang seringkali diwarnai dengan kegairahan irasional, juga menimbulkan suatu kondisi lain. Kondisi tersebut melahirkan pemisahan yang semakin besar antara kepemilikan dengan pengelolaan korporasi. Pengelola perusahaan atas nama jutaan pemegang saham mengelola korporasi. Namun, pemegang saham awam sulit memahami apa yang sesungguhnya terjadi atas investasi mereka pada korporasi tersebut. Kondisi yang terjadi saat ini dikenal sebagai modal uang atau kapitalisme uang (Korten, 1999). Pemilik modal menjadi semakin jauh dari concern sosial dan terpisah dari realitas perdagangan praktis. Mereka menggantungkan hidup dari pendapatan yang diperoleh dari kepemilikan uang dan mengharapkan tabungan yang diinvestasikan semakin menumpuk, namun kondisi tersebut menyimpang dari realitas ekonomi yang mendasarinya.

Kapitalisme uang telah memberikan kesempatan kepada orang yang memiliki uang untuk meningkatkan tututan mereka terhadap kumpulan kekayaan masyarakat yang sesungguhnya tanpa memberi kontribusi kepada produksinya. Aktivitas seperti itu, menyebabkan sejumlah kecil orang menjadi kaya tapi tidak produktif. Menurut Korten, ketidakmampuan kapitalisme uang untuk membedakan antara investasi yang produktif dan yang ektraktif merupakan salah satu sifat yang menjadi ciri khasnya. Berdasarkan logika kapitalisme uang, definisi uang adalah kekayaan, dan tujuan aktivitas ekonomi adalah bagaiman menciptakan uang sebanyak mungkin.

Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Mc Kinsey, dilaporkan bahwa antara tahun 1980-1992, asset keuangan negara-negara OECD (the Organization for Economic Cooperation and Development, yang merupakan 29 negara industri utama) tumbuh dua kali lebih cepat daripada pertumbuhan PDB mereka. Hal itu, menunjukkan bahwa tuntutan yang potensial terhadap hasil ekonomi berkembang dua kali lipat daripada laju pertumbuhan hasil itu sendiri. Pembesaran asset keuangan seperti itu, merupakan suatu distorsi ekonomi yang amat menyesatkan. Penyesatan itu terjadi, menurut Korten, karena pemindahan kekuasaan ekonomi dari orang yang menciptakan kekayaan yang sesungguhnya kepada orang membuat uang.

Menciptakan sebuah gelembung keuangan, telah menjadi salah satu cara membuat uang tanpa memberikan kontribusi produktif bagi sebagian orang. Seringkali terjadi, suatu lembaga mempromosikan sebuah skema invetasi yang tidak didukung oleh suatu aktivitas yang produktif. Banyak pemilik tabungan tergoda untuk ikut serta menanamkan investasinya akibat kepiawaian promosi yang dilakukan dengan janji keuntungan yang sangat besar setiap bulan. Oleh karena banyaknya dana yang masuk, dengan gampang pihak yang melakukan promosi tersebut memakai sebagian uang dari investor untuk membayar keuntungan-keuntungan yang telah dijanjikan kepada investor yang datang terlebih dahulu. Pembayaran keuntungan ini menimbulkan rasa percaya terhadap skema itu, sehingga menambah keyakinan banyak orang untuk berinvestasi. Akibatnya, banyak orang dicengkram demam spekulasi dan menjual asset mereka untuk ikut serta dalam keuntungan besar yang dijanjikan berupa harta kekayaan yang diperoleh tanpa susah
payah. Kemudian, pada titik tertentu, semua menjadi terbalik. Asset yang dipertaruhkan untuk mendapatkan kekayaan yang luar biasa, hanya menjadi impian kosong dengan hilangnya pihak yang seharusnya bertanggungjawab.

Gelembung keuangan (financial bubble) yang bersifat spekulatif tersebut melibatkan penawaran benda-benda yang jauh lebih besar daripada nilai yang sesungguhnya. Hal itu merupakan bentuk penipuan yang canggih dan terselubung serta memakan banyak korban. Menurut Korten (1999), kondisi itu, juga dapat terjadi dalam bursa dunia. Banyak orang berdasarkan keyakinan yang salah, bahwa membeli saham atau reksa dana akan menghasilkan keuangan yang produktif di masa depan. Akan tetapi, berdasarkan angka Federal Reserve tahun 1993, pendanaan saham yang dijual melalui penjualan saham baru hanya menyumbang empat persen terhadap seluruh modal keuangan dari perusahaan-perusahaan terbuka di Amerika Serikat. Sisa modal didapatkan dari pinjaman sebesar 14%, dan pendapatan yang ditahan sebesar 82%. Banyak orang tidak sadar, bahwa ternyata perusahaan-perusahaan tersebut lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli saham mereka sendiri dibandingkan dengan apa yang mereka terima dari penerbitan
saham-saham baru.

Era ekonomi baru telah membawa sebuah era di mana milyaran dolar dalam bentuk “investasi” baru mengalir amat deras ke pasar saham dan menaikkan harga-harga dengan kecepatan yan belum pernah terjadi sebelumnya. Akan tetapi, aliran dana yang murni dari pasar saham ke perusahaan pada hakikatnya adalah negatif. Menurut Korten, sesungguhnya, pasar saham adalah sebuah kasino judi canggih dengan wataknya yang unik. Para pemain di pasar saham, melalui interaksinya, memperbesar harga saham-saham yang dimainkan demi menambah asset keuangan kolektif mereka. Hal itu, memperbesar tuntutan mereka terhadap kekayaan yang sesungguhnya dari anggota masyarakat yang lain.

Berjalannya permainan tersebut, dapat dirasakan dari krisis moneter Asia akibat perputaran pasar saham dunia yang berdampak terhadap kehidupan manusia-manusia sesungguhnya. Pada tahun 1997, mukjizat keuangan Asia yang sering digembar-gemborkan sebelumnya, tiba-tiba berubah menjadi kehancuran keuangan Asia. Kehancuran tersebut dimulai dari Thailand, dan kemudian dengan cepat mejalar, sebagaimana deretan kartu domino yang berjatuhan, ke Malaysia, Indonesia, Korea Selatan, dan Hong Kong.

Pada fase mukjizat Asia, pemasukan mata uang asing yang besar dengan cepat mencetuskan gelembung-gelembung keuangan yang berkembang dalam saham dan real estate. Pertumbuhan yang cepat dalam impor dan penjualan barang-barang konsumsi mewah, menciptakan sebuah khayalan kemakmuran ekonomi yang tidak ada hubungannya dengan suatu pertambahan dalam hasil produkstif yang sesungguhnya. Gelembung-gelembung yang semakin berkembang itu, lalu menarik lebih banyak uang lagi. Uang tersebut diciptakan oleh bank-bank internasional yang menerbitkan hutang yang diperoleh karena asset-asset yang digelembungkan itu. Hasil-hasil yang diperoleh dari investasi industri dan pertanian produktif tidak dapat bersaing dengan hasil-hasil yang diperoleh dari spekulasi saham dan real estate. Oleh karena itu, investasi asing yang masuk ke dalam sebuah negara, memperbanyak uang-uang yang mengalir keluar dari sektor-sektor produktif untuk ikut serta dalam ajang spekulasi.

Pada fase kehancuran, para investor bergegas menarik uang mereka keluar untuk mengantisipasi keambrukan. Harga saham dan real estate menjadi jatuh. Bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya dibiarkan begitu saja dengan sejumlah besar daftar hutang yang tidak dapat ditagih. Kehancuran keuangan mengancam karena likuiditas telah kering.

Untuk menyelamatkan kondisi tersebut, pemerintah membayarkan hutang-hutang para banker dan badan-badan investasi dengan uang pemerintah. Kemudian, IMF bergegas membantu dengan hutang darurat yang dijamin oleh pemerintah. Sebagai contoh, IMF memberikan bantuan USD 57 milyar kepada Korea Selatan pada bulan Desember 1997. Pasar saham Korea meningkat kembali dengan bergairah untuk seketika. Kemudian, para spekulator mengambil uang IMF itu dan melarikan diri. Akibatnya, pasar saham menderita kejatuhan 50% dan pembayar pajak Korea mendapatkan surat hutang IMF sebanyak USD 57 milyar ditambah dengan bunga yang harus dibayar dalam valuta asing.

Pengalaman Asia, mengajarkan, bahwa suatu kenyataan yang amat umum terjadi, yaitu kemampuan kapitalisme untuk menciptakan sebuah khayalan kemakmuran dengan jalan menciptakan demam spekulasi. Hal yang terjadi sebenarnya, adalah sebuah kenyataan yang menggerogoti aktivitas yang benar-benar produktif. Banyak pihak terhanyut dalam kehancuran gelembung-gelembung keuangan yang disebabkan oleh spekulasi uang di pasar saham dan peminjaman uang yang tidak bertanggungjawab oleh bank. Namun demikian, tampaknya para pihak yang terlibat dalam lingkaran kapitalisme itu, tetap tidak mempan dan tidak paham terhadap perbedaan investasi produktif (yaitu menggunakan tabungan untuk menambah dasar modal produktif) di satu pihak, dan investasi yang ekstraktif (yaitu menghasilkan uang dengan jalan spekulasi untuk mengajukan tuntutan kekayaan orang lain yang benar-benar ada) di lain pihak.

Ketidakpahaman para pihak yang terlibat dalam lingkaran kapitalisme uang tersebut, mungkin terkait dengan terjadinya transaksi keuangan internasional yang lebih besar daripada harga keseluruhan ekonomi global pada dekade terakhir. Volume perdagangan uang internasional mencapai USD 1,5 milyar per hari, atau meningkat delapan kali lipat dari dekade sebelumnya. Namun, sebaliknya volume ekspor barang dan jasa global selama satu tahun hanya USD 6,6 trilyun atau hanya USD 25 milyar per hari. Hal itu memperlihatkan, bahwa betapa mencoloknya perbedaan perdagangan riil dibandingkan dengan perdagangan asset-asset keuangan yang bersifat maya.

Logika kapitalisme uang yang kurang memperdulikan tindakan-tindakan dalam membuat tambahan bersih kepada hasil produk dan jasa, mengakibatkan tidak satu sen pun investasi dalam menciptakan atau mempertinggi suatu asset yang produktif. Tujuan kapitalisme uang hanya menambah keseluruhan nilai pasar dari surat-surat berharga yang diperdagangkan, sehingga hanya berfungsi untuk menciptakan gelembung-gelembung uang sementara. Gelembung-gelembung tersebut akan menambah tuntutan mereka yang memegang sekuritas dalam menghadapi kekayaan masyarakat yang sesungguhnya.

Dengan kondisi demikian, menurut Korten, kapitalisme uang telah melupakan produksi dan kepentingan-kepentingan kelas pekerja, masyarakat, dan alam. Logika kapitalisme uang, saat ini, sedang mengendalikan pembuatan kebijakan-kebijakan dalam ekonomi global, dan sedang menyebabkan keruntuhan keuangan dari sebuah negara ke negara lain. Di bawah kekuasaan kapitalisme uang, penghargaan akan jatuh kepada mereka yang membuat uang, bukan kepada pekerja yang digaji dan benar-benar membuat hal-hal yang para pembuat uang itu ingin membelinya.

Akhirnya teori ekonomi yang menyatakan bahwa setiap pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan meningkatnya kesempatan kerja tidak selalu menjadi kenyataan pada saat ini, dan telah menjadi teori yang usang. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang disebabkan gelembung-gelembung keuangan tidak lebih dari sebuah fatamorgana yang menyilaukan.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Tanggal: 2006 Okt 3 07:22
Judul: [ekonomi-nasional] GELEMBUNG PEREKONOMIAN (Versi Lengkap)