Friday, January 12, 2007

Zhonghao Shou Si Pencipta Teori Awan Gempa


Foto: Agus Hariyanto

Jakarta - Fenomena awan aneh jadi bahan pembicaraan cukup hangat belakangan ini. Benarkah awan dengan bentuk tertentu merupakan pertanda akan ada gempa sekitar seminggu kemudian? Apa kata Zhonghao Shou si pencipta teori awan gempa?



Ensiklopedia bebas Wikipedia menyebut Shou telah membuat lusinan prediksi gempa berdasarkan pola awan dalam gambar satelit sejak tahun 1990.



Tekanan dan pergeseran di daratan bisa menguapkan air jauh sebelum gempa terjadi. Menurut pensiunan ahli kimia Cina ini, bentuk awan melalui mekanisme ini menjadi berbeda dengan awan biasa.



Shou meyakini awan gempa sebagai sebagai tanda dan petunjuk yang bisa diandalkan. Dia pun menggunakan situs http://quake.exit.com/ sebagai sarana mempublikasikan prediksi-prediksinya, lengkap dengan gambar satelit yang menunjukkan bentuk awan gempa.



Prediksi gempa berdasarkan awan gempa yang pertama kalinya dilakukan Shou adalah pada 20 Juni 1990. Ekor awan tertuju tepat pada episenter. 18 Jam kemudian, gempa 7,7 magnitude menghantam Iran hingga menewaskan sekitar 50 ribu orang.



"Dari 39 prediksi saya berdasarkan awan gempa, 14 di antaranya meleset. 5 Dari 14 prediksi itu meleset karena jendela waktunya kurang besar. Sedangkan 9 lainnya meleset lantaran tidak berpengalamannya saya dan ketidakmampuan saya untuk memastikan pangkal awan gempa secara tepat," sebut Shou dalam situsnya. 39 Prediksinya itu juga disetorkan Shou ke US Geological Survey.



Berdasarkan lebih dari 100 kasus yang diprediksinya, gempa selalu terjadi dalam kurun waktu 49 hari setelah kemunculan awan gempa.



Lalu bagaimana model awan gempa yang menandakan akan ada gempa bumi? Awan gempa berbentuk garis. Variasinya bisa seperti mirip ular, garis paralel, gelombang paralel, bulu, pola radiasi atau lentera. Yang pasti, ditegaskan Shou, awan gempa bukan seperti awan biasa.



Awan gempa itu berguna bagi Shou untuk memprediksi 3 hal. Pertama, pangkal atau ekor awan gempa menunjuk posisi retakan di bumi sehingga memungkinkan di mana episenternya.



Kedua, ukuran awan merefleksikan tekanan di sekeliling retakan sehingga bisa menjadi indikator seberapa besar magnitude gempa.



Ketiga, karena biasanya gempa terjadi dalam kurun waktu 49 hari setelah munculnya awan gempa, sehingga gempa bisa diestimasi kapan akan terjadi. (sss/)



----------------------
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/08/tgl/01/time/165559/idnews/647777/idkanal/10

No comments: