Wednesday, January 24, 2007

Analisa. Adam Air tidak meledak di udara

Date: Jan 20, 2007 2:58 AM
Subject: Re: Analisa. Adam Air tidak meledak di udara

Dear all dan Canny Wanea [penulis analisis]

Saya pribadi berpendapat analisis penulis Canny Wanea cukup menarik.
Analisis
tersebut bahkan lebih lengkap, dengan memadukan berbagai fakta yang ada -
meski
terbatas, dibandingkan beberapa analisis pakar penerbangan yang muncul di
media
massa. Barangkali, para pakar cenderung menahan diri karena - meski pakar -
mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki otoritas dalam kasus ini.
Pendapat
pakar, jika berbeda, cenderung menimbulkan kontroversi. Dengan data lapangan
yang minim, kemungkinan terjadinya hasil analisis yang berbeda sangat besar.
Ini
kontra produktif.

Ada beberapa hal yang perlu dikoreksi dari analisis Catty Wanea.
[Omong-omong,
saya sudah lama sekali tidak "ngulik" banyak detil dari tulisan saya. Jadi
kalau
ada yang keliru, mohon dikoreksi]

1. Menyangkut cross wind dan kecepatan jelajah. Ada campur aduk antara "body
axis" dengan "wind axis" di sini. Pertama, jika pesawat heading arah jam 12,
berdasarkan hukum relativistik Newton, ini sama dengan pesawat yang diam
tetapi
dengan udara yang bergerak arah jam 6. Menggunakan data yang diberikan oleh
penulis, cross wind dan kecepatan jelajah tidak bisa di"jumlah" secara
vector
begitu saja, karena perbedaan referensi. Jika benar terjadi cross wind dari
arah
jam 3 (ke arah jam 9), maka "angin" yang dirasakan oleh pesawat adalah
penjumlahan vektor aliran arah jam 9 dan aliran arah jam 6. Jika
dikembalikan ke
"body axis", yakni jika dilihat dari pesawat, ini serupa dengan resultan
angin
yang datang dari arah antara jam 12 dan jam 3.

Jika cross wind = 130 km/jam dan kecepatan jelajah (ambil yang maksimal) 700
km/jam, kondisi ini akan mengakibatkan pesawat berada dalam sudut yaw
sebesar
arctan (130/700) = 10 derajat. Saya kira sudut yaw ini masih relatif normal
(wajar). Karena pesawat secara desain "directionally stable", pesawat akan
cenderung yaw ke kanan (ke arah jam 3) untuk mengkompensasi simpangan 10
derajat
tersebut (berbelok ke timur). Dengan data diatas, kecepatan total yang
dirasakan
pesawat adalah 711 km/jam. Ini pun tidak terlalu besar.

Catatan dari saya adalah bahwa kecepatan ini hanya tercapai jika pilot
menaikkan throttle setting. Karena jika pilot berhasil aligned dengan vektor
kecepatan yang baru, gaya hambat juga bertambah. Bayangkan anda naik sepeda,
lalu tertiup angin dari depan. Untuk mempertahankan speed, anda harus
mengayuh
lebih kuat.

2. Kecepatan jelajah maksimal dan batasan struktur
Yang perlu dicatat adalah bahwa kecepatan jelajah maksimal (yang ditunjukkan
oleh website yang dimaksud, 790 km/jam) tidak dibatasi oleh kekuatan
struktur
pesawat, tetapi oleh kemampuan mesin pesawat untuk menghasilkan gaya dorong
(thrust) - pada suatu ketinggian dan cruise setting tertentu -yang dapat
mengatasi gaya hambat. Dalam V-n diagram, kecepatan jelajah maksimal selalu
berada pada kondisi "load factor" n = 1, yakni 1G. Batas kekuatan struktur,
bagian kanan dari V-n diagram adalah kecepatan pesawat dimana struktur bisa
mengalami deformasi plastis. Ada beberapa kriteria, misalnya Vno (maximal
structural cruise speed) atau Vno (Never excess speed) atau Vd (design dive
speed). Vd adalah batas paling kanan dari V-n diagram.

Sebelum data "black box" dibaca, kita tidak pernah tahu berapa kecepatan
pesawat sesungguhnya sebelum kecelakaan. Jika digunakan rule of thumb Vd =
1.2*Vc, maka Vd = 948 km/jam, dan Vno = 0.9*Vd = 853 km/j. Jika data ini
adalah
data kecepatan kritik untuk ketinggian saat B737 Adam Air mengalami cross
wind
130 km/jam, maka sebenarnya resultan 711 km/jam masih dalam batas normal.

3. Mengenai elevator kanan yang ditemukan (bukan horizontal tail),
analisisnya
tidak tepat karena elevator berfungsi sebagai pengendali longitudinal
(pitching). Selama yang dirasakan oleh pesawat adalah murni cross wind,
tanpa
ada vertical gust, gangguan yang dirasakan lebih dominan pada lateral dan
directional, dan dalam hal ini kerja yang lebih besar justru dilakukan oleh
rudder dan aileron, bukannya elevator. Elevator hanya dipakai untuk
mempertahankan ketinggian, yang mungkin dalam hal ini tidak lebih krusial
(pada
30000 ft) dibandingkan mempertahankan arah dan roll pesawat.

Koreksi untuk Canny Watea, aileron tidak bertanggung jawab dalam
membangkitkan
gaya angkat, tetapi untuk kendali lateral (roll). Memang benar bahwa pada
kenyataannya jika aileron didefleksikan, akan ada pengaruh terhadap gaya
angkat.
Itu sebabnya jika anda berniat meroll pesawat anda dengan menggunakan
aileron,
anda akan memperoleh ketinggian karena ada tambahan gaya angkat. Tapi
aileron
tidak didesain untuk menghasilkan gaya angkat.

Sekarang, katakanlah elevator, karena suatu hal terlepas. Sangat sulit untuk
menyimpulkan bahwa lepasan ini akan menghantam fuselage di daerah cabin
penumpang. Alasannya sederhana: elevator adalah salah satu bagian paling
belakang dari pesawat, sebagaimana rudder. Jika terlepas dan terbawa angin
dengan kondisi ekstrem dari belakang pun akan sangat sulit bagi elevator
untuk
menjangkau bagian kabin penumpang. Jarak antara leading edge horizontal
stabilizer dengan bagian paling belakang dari ruang kabin paling tidak
satu-dua
Mean Aerodynamic Chord (MAC) pesawat. Silakan periksa dengan seksama 3 view
drawing B737.

4. Jika berargumen bahwa pesawat mengalami depressurized (misalnya ada
lubang
pada ketinggian jelajah) penyebabnya sangat kecil kemungkinannya (hampir 0%)
akibat hantaman elevator yang lepas. Tetapi katakanlah terjadi
depressurized,
yang mungkin tersedot keluar hanyalah barang-barang yang tidak "terikat"
dengan
baik. Untuk mengklaim bahwa jok kursi dan TV monitor tersedot keluar
barangkali
sesuatu yang berlebihan mengingat keduanya "terikat" dengan kuat, apalagi
tatakan meja. Dalam kasus emergensi, dan jika penulis berargumen bahwa
penumpang
sudah menggunakan life vest, sudah dipastikan seat belt terpasang (pilot
command), dan tatakan dilipat dan dikunci (standard procedure).

5. Jika kemudian pilot melakukan descent maneuver untuk mengatasi
depresurisasi, dengan batasan desain hanya maksimal -1G (lihat V-n diagram)
menyebabkan sangat tidak mungkin jika dilakukan sustained -3G manuver dari
ketinggian 30000 ft ke 8000 ft tanpa mengalami structural failure. Pilot
sipil
(apalagi penumpang pun) tidak dilatih untuk bisa sustained manuver negative
3G.
Saya tidak tahu apakah ELBA teraktifasi oleh negative G. Dalam kondisi
darurat,
ELBA dapat diaktifkan secara manual, dan akan terus menerus memancarkan
signal
sampai "batereinya soak". Artinya, jika ELBA teraktifkan, sinyalnya akan
kontinu, dan jika pesawat masih terbang dengan ELBA yang aktif, penerima
akan
melihat semacam track, yang dalam kasus ini tidak demikian.

6. Saya kira, ketinggian 8000 ft (2400 m) adalah ketinggian yang masih
terdeteksi dengan baik oleh radar darat. Dalam teknis penetrasi udara, untuk
menghindarkan diri dari deteksi radar, pesawat harus terbang hanya seratusan
feet dari permukaan bumi.

7. KNKT diberi kewenangan untuk mencari tahu dan menjelaskan penyebabnya
sekaligus memberikan rekomendasi, Jadi, biarkan KNKT yang bekerja.

8. Terima kasih untuk Canny Watae atas analisisnya yang menarik.

Salam,

Yogi

--
Yogi Ahmad Erlangga

Residence:
Galvanistrasse 13
D-10587 Berlin Charlottenburg
Germany

No comments: