Wednesday, January 24, 2007

65 Pebisnis RI di-black list Bank Dunia

MAKASSAR: Bank Dunia telah memasukkan 65 perusahaan di Indonesia ke dalam daftar hitam karena diduga mengorupsi dana bantuan dari lembaga donor yang bermarkas di Washington D.C. itu. Total di seluruh dunia ada 306 perusahaan yang masuk daftar hitam tersebut.
Wakil Direktur External Affair Office Bank Dunia Wilayah Asia Timur dan Pasifik Mohammad Al Arief mengatakan bahwa selama periode 2000-2006 tercatat hingga 100 kasus dugaan korupsi dana bantuan Bank Dunia di Indonesia.

Arief berbicara dalam Focus Group Discussion bertajuk Strategi Para Donor dalam Mendukung Reformasi dan Upaya Antikorupsi di Indonesia di Makassar, kemarin.

Dari sekitar 100 kasus tersebut, 55 kasus di antaranya telah diproses secara hukum, 13 kasus sedang ditelisik oleh inspektorat jenderal terkait, 4 kasus dilanjutkan ke BPK, dan 28 kasus lainnya diinvestigasi oleh pihak internal Bank Dunia.

Arief tidak merinci lebih jauh perusahaan apa saja di Indonesia yang menyelewengkan dana bantuan itu.

Menurut dia, selain menyodorkan kasus dugaan korupsi ke pihak berwenang, Bank Dunia hanya dapat memberikan sanksi administratif berupa pelarangan hubungan kerja sama selama 15-20 tahun antara Bank Dunia dengan perusahaan yang terbukti korupsi.

Sepanjang tahun lalu, lanjutnya, Bank Dunia telah menyalurkan pinjaman sebesar US$2,3 miliar kepada Indonesia, di mana 75% di antaranya untuk pembiayaan proyek dan selebihnya merupakan dana pendukung anggaran pemerintah.

Adapun dana hibah Bank Dunia untuk Indonesia tahun lalu diperkirakan mencapai US$800 juta. "Sebagian besar dana hibah digunakan untuk membantu daerah yang tertimpa bencana seperti dana untuk rehabilitasi Aceh dan Yogyakarta pascatsunami dan gempa bumi," ujarnya seperti dikutip Antara.

Sangat merugikan

Direktur Pusat Kajian Pengembangan Ekonomi Daerah (Puskaped) Mukhlis Sufri, yang dihubungi via ponselnya di Makassar kemarin, me-ngungkapkan bahwa tindakan perusahaan tertentu yang mengorupsi dana bantuan sesungguhnya sangat merugikan bangsa ini secara keseluruhan.

Selain kehilangan kepercayaan dari dunia internasional, di masa mendatang terbuka kemungkinan lembaga donor menolak memberi bantuan apabila Indonesia tidak bergegas memperbaiki diri. (06)

Bisnis Indonesia

No comments: