Empat Tuduhan Wowok
INI petikan esei Wowok Hesti Prabowo yang ia
bentangkan dalam diskusi dalam rangka Festival
Kesenian Yogyakarta XIX di Ruang Seminar Taman Budaya
Yogyakarta, 24 Agustus 2007. Eseinya berjudul "Mari
Melawan Monster Kebudayaan", ada termuat dalam buku
"Tongue in Your Ear, Antologi Puisi dan Esei FKY
XIX-2007) (FKYPressplus, Yogyakarta, 2007).
Wowok memulai makalahnya dengan menyebut bahwa
Goenawan Mohamad (GM) adalah sosok yang selama ini
tampik dengan pencitraan positif "yang sengaja dia
bangun". Tetapi, kata Wowok, belakangan terkuak, citra
positif GM yang diperkuat oleh KUK-nya itu ,
hanyalah "kedok untuk mengelabui rakyat". Wah!
"Terbongkarlah kini GM dan konco-konconya itu hanyalah
para pecundang, penipu rakyat, antidemokrasi, haus
kekuasaan, arogan, dan pemaksa keseragaman."
Gus tf yang tampil semeja sebagai pembicara
mempertanyakan pilihan-pilhan kata Wowok. "Kita ini
sastrawan, kok memakai kata-kata kasar seperti itu?"
kata Gus tf.
Saut Situmorang yang menjadi moderator diskusi, justru
memaklumi bahasa Wowok. Peserta diskusi mempertanyakan
kenetralan Saut. Saya baca di kotak redaksi, Saut dan
Wowok bersama Viddy AD Daery bersama-sama mengelola
jurnal Boemipoetera.
Wowok juga menulis, bahwa TUK adalah tempat umbar
kelamin. "Kabar miring tentang kebebasan seks di TUK
bukan kabar baru," kata Wowok.
Wowok menyebut kubu mereka sebagai "pejuang sastra",
dan mereka menyatakan perang terhadap "gerombolan GM".
Oh ya, ada tambahan sebutan Agen Imperialis untuk GM.
Wah!
Dan inilah empat dosa penyebab KUK harus "diperangi".
1. Iklan dukungan kenaikan BBM dari "GM dan
cecunguk-cecunguknya" dari Freedom Institute yang
melukai hati rakyat.
2. GM dan TUK disokong dana asing dengan penuh sadar
membangun pintu gerbang bagi penjajahan di bidang
budaya, terutama melalui kesusasteraan.
3. Salah seorang "cecunguk TUK" bernama Sitok
Srengenge, dengan arogan mengklaim, bahwa siapa pun
sastrawan Indonesia yang belum diundang atau belum
pentas di TUK bukanlah sastrawan nasional!
4. Ketika pasokan dana asing yang mengalir mulai
berkurang, TUK pun mencaplok DKJ.
Dahysat bukan? Esei Wowok ditutup dengan ajakan
begini: Jadi harus menunggu apa lagi sementara bahaya
laten itu telah menjelma menjadi monster? Perang
sastra telah dimulai dan saatnya kita mengabdi bagi
bumi pertiwi.
Jika betul akan ada perang itu, saya sendiri tidak
akan ikut-ikutan. Saya tidak akan memihak kubu
manapun. Saya malah tidak percaya ada kubu-kubu itu.
Saya hanya ingin mengabdi bagi bumi pertiwi, untuk itu
tidak harus perang kan? :-) (bersambung)
From : Hasan Haspahani
Saturday, September 29, 2007
Gerakan Paderi
1803
Gerakan Paderi bermula di Minangka-bau, dan mendapatkan tentangan yang
cukup keras dari masyarakat. Haji Muhammad Arief akhirnya pindah ke
Lintau, Haji Miskin pindah ke Ampat Angkat, dan hanya Haji Abdur
Rahman yang tidak mendapatkan perlawanan.
Perpindahan Haji Miskin ke Ampat Angkat disambut hangat oleh Tuanku
nan Renceh dari Kamang, Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Padang Lawas,
Tuanku di Koto Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Koto Ambalau,
dan Tuanku di Lubuk Aur. Mereka berbai'ah, kemudian kelompok ini
dikenal sebagai Harimau nan Salapan. Mereka mengharapkan dukungan dari
Tuanku nan Tuo di Ampat Angkat; namun ditolak dan akhirnya mengangkat
Tuanku di Mansiangan putera dari Tuanku nan Tuo sebagai pemimpin. Pada
kenyataannya kelompok tersebut dipimpin oleh Tuanku nan Renceh.
Pasukan Paderi ini mengenakan pakaian putih-putih sebagai lambang
perjuangan suci mereka.
Kaum adat menantang gerakan Paderi ini dengan mengadakan perhelatan
adat yang penuh dengan kemaksiatan, seperti : menyabung ayam, berjudi,
minum minuman keras, madat, dan sebagainya bertempat antara Bukit
Batabuah dengan Sungai Puar (sebagian kisah menyebutkan Pandai Sikek)
di lereng Gunung Merapi. Tantangan ini ditanggapi oleh Pasukan Paderi
sehingga menyerbu tempat tersebut, dan ini memulai Perang Paderi
(tahap pertama) yang meliputi peperangan antara Pasukan Paderi dengan
Kaum Adat.
1804
Peperangan Paderi berlanjut ke Kamang, Tilatang, Padang Rarab,
Guguk, Candung, Matur, sehingga pada tahun 1804 seluruh Luhak Tanah
Agam telah berada dalam kekuasaan Paderi. Tahun-tahun setelah itu
Pasukan Paderi menguasai Luhak Lima Puluh Koto, dengan tanpa
perlawanan yang berarti. Operasi Pasukan Paderi ke Luhak Tanah Datar
mengalami perlawanan yang berimbang, terutama karena di luhak ini
merupakan pusat kekuasaan Kerajaan Minangkabau yang bertempat di
Pagarruyung.
Dan keterangan yang lain sebagai berikut :
1806
Republik Batavia Belanda berubah kembali menjadi Kerajaan Belanda,
tapi masih dalam pengaruh Perancis. Tahun 1807 Belanda menunjuk H.W.
Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Inggris mulai
agresif menguasai wilayah-wilayah jajahan.
1808
Setelah melalui perjuangan yang panjang, pada tahun 1808 dilakukan
perundingan antara Pasukan Paderi dengan Raja Pagarruyung di Koto
Tangah. Raja Sultan Arifin Muning Alam Syah datang bersama staf
kerajaan dan sanak keluarga, sedangkan dari Pasukan Paderi hadir
Tuanku Lintau lengkap bersama seluruh pasukannya. Karena terjadi
perselisihan paham antara Tuanku Belo dan staf kerajaan, akhirnya
terjadi pertikaian yang mengakibatkan rombongan raja terbunuh. Sebuah
versi menyebutkan raja berhasil melarikan diri. Beberapa penghulu dan
cucu raja berhasil menyelamatkan diri sampai ke Sijunjung dan Kuantan
– Lubuk Jambi. Akibat peristiwa ini Tuanku nan Renceh sangat marah
kepada Tuanku Lintau; begitupun seluruh Luhak Tanah Datar berhasil
dikuasai oleh Pasukan Paderi.
Beberapa waktu setelah itu Tuanku nan Renceh memerintahkan muridnya,
Peto Syarif atau Muhammad Syahab atau kemudian dikenal dengan sebutan
Tuanku Imam Bonjol untuk membuat benteng di Bukit Tajadi sekitar
Alahan Panjang. Benteng dibangun pada areal seluas 90 hektar, dengan
tembok setinggi 4 meter dan tebal 3 meter. Lokasi Alahan Panjang ini
yaitu di hulu sungai Alai Panjang, sebuah tempat antara Kota Lubuk
Sikaping dan negeri Bonjol, dan pada saat ini berada di tepi jalan
lintas Sumatera.
1815
Peperangan Paderi di Minangkabau telah menelan korban yang cukup
besar. Pasukan Paderi telah menguasai Pasaman, selanjutnya Pasukan
Paderi mengarahkan perjuangannya ke Tapanuli Selatan. Tuanku Imam
Bonjol menunjuk Tuanku Rao untuk memimpin benteng di Rao, sedangkan
Tuanku Tambusai memimpin benteng di Dalu-dalu.
1818
Sutan Muning Alam Syah (raja Minangkabau di wilayah pelarian)
mengutus Tuanku Tangsir Alam dan Sutan Kerajaan Alam untuk menemui
Jenderal Inggris Sir Stamford Raffles di Padang. Namun Gubernur
Jenderal Inggris Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta India
menolak campur tangan terhadap permasalahan di Minangkabau.
1819
Belanda masuk ke Padang. Raffles yang sebelumnya menjadi Gubernur
Jenderal Inggris di Bengkulu dan pindah ke Singapura, mulai menghasut
rakyat Minangkabau untuk membenci Belanda.
Tuanku Pamansiangan di Luhak Agam meminta Tuanku Imam Bonjol untuk
menarik pasukannya dari Tapanuli untuk menghadapi Belanda di Padang.
Namun keinginan ini ditolak oleh Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, dan
Tuanku Lelo, sehingga Tuanku Imam Bonjol hanya memantau gerakan
Belanda dari kejauhan.
1820
Tuanku nan Renceh meninggal dunia, selanjutnya kepemimpinan Pasukan
Paderi diserahkan secara mufakat kepada Tuanku Imam Bonjol.
Belanda mulai menyebarkan pengaruh di Minangkabau.
1821
Mulainya perang Paderi (tahap kedua) di Minangkabau, yang meliputi
peperangan antara Pasukan Paderi melawan Belanda, yang kemudiannya
Belanda dibantu oleh Kaum Adat. Peperangan sengit berlangsung di 3
tempat, yaitu : Simawang untuk menyerang kubu Pasukan Paderi di Sulit
Air, Air Bangis, dan Lintau. Peperangan di Air Bangis mengakibatkan
Tuanku Rao gugur dalam pertempuran.
Peperangan bermula dari pertemuan 14 orang Penghulu yang
mengatasnamakan Yang Dipertuan Minangkabau mengikat perjanjian dengan
Residen Belanda di Padang bernama Du Puy untuk memerangi Pasukan
Paderi, terjadi pada tanggal 10 Februari 1821. Belanda kemudian
mengerahkan 100 pasukan dan 2 meriam di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Raaff untuk menggempur pertahanan Paderi di Simawang. Dengan susah
payah Belanda akhirnya menguasai Sulit Air, Simabur, dan Gunung.
Belanda membangun benteng Fort de Kock di Bukittinggi.
Belanda memasuki Batusangkar, kemudian membangun benteng Fort van
der Capellen.
1822
Belanda menyerang Pagarruyung, sehingga Pasukan Paderi mundur ke
Lintau. Penyerangan Belanda ke Lintau dapat dipatahkan. Selanjutnya
Belanda memblokade Lintau, dan secara bertahap merebut Tanjung Alam,
Koto Lawas, Pandai Sikat, dan Gunung dalam rangka menguasai Luhak
Agam. Tuanku Pamansiangan dapat ditangkap, selanjutnya dihukum gantung
oleh Belanda.
Tuanku Imam Bonjol melancarkan serangan balasan ke Air Bangis, walau
gagal, selanjutnya melancarkan serangan ke Luhak Agam, dan berhasil
menguasai kembali Sungai Puar, Gunung, Sigandang, dan daerah lainnya.
Juli, sekitar 13.000 Pasukan Paderi merebut pos Belanda di Tanjung
Alam.
15 Agustus, Pasukan Paderi merebut Penampung, Kota Baru, dan Lubuk
Agam.
1823
Dengan adanya tambahan pasukan dari Batavia, Kolonel Raaff melakukan
serangan ke Luhak Agam. Terjadi pertempuran sengit di Bukit Marapalam,
kemudian Biaro, serta wilayah sekitar Gunung Singgalang.
12 April, Belanda mengerahkan kekuatan terbesar sebanyak 26 opsir,
562 serdadu, dan 12.000 pasukan adat untuk menggempur Lintau, namun
serangan ini berhasil dipatahkan.
1824
22 Januari, Belanda melakukan perjanjian gencatan senjata dengan
Pasukan Paderi di Masang. Perjanjian ini hanya berlangsung sebulan,
setelahnya Belanda melakukan serangan ke Luhak Agam dan Tanah Datar.
Pada pusat kedua luhak tersebut, Belanda bertahan di benteng Fort de
Kock, yang sekarang wilayah di sekitarnya berkembang menjadi Kota
Bukittinggi. Tuanku Imam Bonjol selanjutnya memusatkan kekuatan
Pasukan Paderi di benteng Bonjol.
17 Maret, Inggris dan Belanda menandatangani Treaty of London, yang
membagi wilayah jajahan : Sumatera, Jawa, Maluku, Irian Jaya, dan
sebagainya sebagai wilayah Belanda; sedangkan Malaya, Singapura, dan
Kalimantan Utara sebagai wilayah Inggris.
1825
Gerakan Paderi telah sampai ke Tapanuli Selatan. Raja Batak
Sisingamangaraja X terbunuh dalam peperangan.
Perang Jawa pecah yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
15 Nopember, Belanda mengajukan gencatan senjata dengan mengakui
wilayah-wilayah kekuasaan Paderi yang memang telah dikuasai oleh
Pasukan Paderi. Belanda menarik 4300 pasukannya dari Minangkabau untuk
berperang ke Jawa, dan hanya menyisakan 700 pasukan yang ditempatkan
di benteng-benteng Belanda.
1832
Belanda berhasil merebut Kapau, Kamang, dan Lintau. Keberhasilan
Belanda dalam berbagai pertempuran serta kekejian yang ditinggalkannya
menggusarkan Kaum Adat. Pada tahun 1832 ini dilakukan perjanjian
antara Pasukan Paderi dan Kaum Adat untuk bersama-sama mengusir
Belanda dari Minangkabau. Tempat perjanjian di Bukit Tandikat di
lereng Gunung Merapi. Versi lain yang beredar umum selama ini
menyebutkan tempat perjanjian tersebut berlangsung di Bukit Marapalam.
1833
11 Januari, dilakukan serangan oleh Pasukan Paderi, Kaum Adat,
bersama-sama dengan seluruh masyarakat kepada Belanda. Serangan ini
berhasil memecah blokade Belanda di Bonjol hingga ke daerah Sipisang
dan Alahan Panjang. Sedangkan untuk wilayah Luhak Agam dan Tanah
Datar, belum terdapat koordinasi serangan. Serangan ini menandai
Perang Paderi tahap ketiga, yaitu perang antara Belanda dengan
kesatuan masyarakat Minangkabau.
23 Agustus, Gubernur Jenderal Van den Bosch berkunjung ke Padang,
dan memerintahkan penyerangan besar-besaran ke benteng Bonjol.
10-12 September, Jenderal Riesz memimpin pasukan dan mengerahkan
2.400 rakyat Lima Puluh Koto, Agam, dan Batipuh yang setia kepada
Belanda untuk menyerang benteng Bonjol. Namun serangan ini dapat
dipatahkan oleh Pasukan Paderi.
13-14 September, Mayor de Quay memimpin pasukan Belanda dari Suliki
untuk menyerang basis pertahanan Paderi di Kota Lalang. Serangan ini
berhasil dengan dikuasainya Kota Lalang oleh Belanda. Namun dalam
pengejaran di Air Papa, pasukan Belanda dijebak sehingga meninggalkan
korban yang banyak sekali. Sisa pasukan kembali ke Payakumbuh.
Sementara pasukan Jawa dan adat menjaga Kota Lalang.
11 September, Letnan Kolonel Elout memimpin serangan dari Manggopoh,
namun dapat ditahan oleh Pasukan Paderi. Belanda bergerak mundur ke
Kota Merapak, namun selama perjalanan mendapatkan banyak serangan dari
Pasukan Paderi sehingga meninggalkan banyak korban dan persenjataan.
Serangan Belanda dari utara dipimpin oleh Mayor Eilers dengan
kekuatan 80 prajurit. Dalam perjalanannya dari Rao menuju Lubuk
Sikaping mendapatkan bantuan sekitar 2.000 masyarakat lokal, sehingga
melanjutkan perjalanannya sampai ke Bonjol. Tanggal 18 September 1833
pasukan ini telah sampai di Alai, kurang lebih 2 km dari benteng
Bonjol. Peperangan pecah, namun pada tanggal 19 September 1833 pasukan
ini dapat dipukul mundur oleh Pasukan Paderi sehingga meninggalkan
korban yang sangat banyak.
21 September, Gubernur Jenderal Van den Bosch menerima pasukannya
yang kalah di Padang, serta mengatur strategi untuk peperangan
berikutnya.
25 Oktober, Belanda dan Pasukan Paderi menandatangani perjanjian
damai Plakaat Panjang, namun kemudiannya Belanda ingkar janji.
1834
Belanda berhasil merebut Matur dan Masang. Belanda juga berhasil
merebut jalur pelayaran sungai ke timur yang melalui Sungai Rokan,
Kampar Kanan, dan Kampar Kiri, serta wilayah Pelalawan. Sebenarnya
selama tahun 1834 ini tidak ada peperangan yang terbuka antara Pasukan
Paderi melawan Belanda.
1835
16 April, Belanda memutuskan untuk melakukan serangan besar-besaran
ke benteng Bonjol.
21 April, 2 kolonne pasukan Belanda bergerak dari Matur dan Bamban
menuju Masang melalui jalur hutan.
23 April, pasukan Belanda telah sampai di tepi Sungai Batang Ganting
untuk selanjutnya menuju Sipisang. Terjadi pertempuran di sepanjang
perjalanan selama 3 hari 3 malam, hingga akhirnya Sipisang jatuh ke
tangan Belanda.
24 April, 1 kolonne pasukan Belanda bergerak menuju Simawang Gedang,
dan menghadapi pertempuran melawan 500 Pasukan Paderi. Sementara itu 1
kompi pasukan tentara Bugis dibantu pasukan adat dari Batipuh dan
Tanah Datar bergerak mengusir Pasukan Paderi di luar Simawang Gedang,
sehingga Pasukan Paderi terdesak hingga ke Batang Kumpulan.
Pertempuran besar terjadi, dimana telah menunggu 1.200 Pasukan Paderi.
Dengan bantuan pasukan Belanda, akhirnya Kampung Melayu dapat dikuasai.
27 April, pasukan Belanda mengejar sisa Pasukan Paderi di sepanjang
lembah terjal dan Sungai Air Taras, namun serangan ini dapat dipatahkan.
3 Mei, dengan adanya tambahan dan konsolidasi pasukan, Belanda
melanjutkan serangan. Namun baru serangan dimulai, Letnan Kolonel
Bauer komandan pasukan Belanda telah terluka terkena ranjau.
Pertempuran pecah menjadi perang tanding yang menguntungkan Pasukan
Paderi. Pasukan Belanda bergerak mundur dengan melakukan bumi hangus.
8 Juni, pasukan Belanda merebut Padang Lawas yang merupakan front
terdepan Alahan Panjang.
16 Juni, pasukan Belanda telah sampai 250 langkah dari kampung
Bonjol. Pertempuran pecah, Belanda menggunakan howitser, mortir, dan
meriam besar; sementara Pasukan Paderi membalas dengan menembakkan
meriam dari Bukit Tajadi. Karena posisi kurang menguntungkan, Letnan
Kolonen Bauer meminta tambahan pasukan dari Residen Francis sebanyak
2.000 pasukan.
21 Juni, dengan tambahan pasukan yang datang pada 17 Juni, Belanda
bergerak maju mengepung benteng Bonjol. Sementara di dalam benteng
Bonjol telah berkumpul komandan-komandan Pasukan Paderi dari Tanah
Datar, Lintau, Bua, Lima Puluh Kota, Agam, Rao dan Padang Hilir yang
telah ditaklukkan Belanda.
Pada awal Agustus pasukan Belanda yang telah terkonsolidasi telah
mencapai 14.000 pasukan. Pada pertengahan Agustus, dengan adanya
tambahan pasukan Bugis, Belanda mulai melakukan serangan.
5 September, Pasukan Paderi melancarkan serangan ke kubu-kubu
Belanda di luar benteng Bonjol, dan menimbulkan korban jiwa yang cukup
besar dari kedua belah pihak. Pasukan Paderi mengintensifkan perang
gerilya.
11 Desember, blokade yang berlarut-larut menimbulkan keberanian
rakyat untuk memberontak, sehingga rakyat Alahan Panjang dan Simpang
melakukan perlawanan. Hanya dengan bantuan pasukan Madura, Belanda
dapat memadamkan pemberontakan ini.
Setelah itu Belanda cukup direpotkan dengan pemberontakan rakyat di
daerah taklukkan. Sambil menunggu tambahan pasukan dari Batavia,
Belanda mengajak Pasukan Paderi untuk berunding, namun ditolak Tuanku
Imam Bonjol.
1836
3 Desember, dengan datangnya tambahan pasukan dari Batavia, Belanda
melakukan serangan besar-besaran ke benteng Bonjol. Paha Tuanku Imam
Bonjol terkena tembakan termasuk terkena 13 tusukan. Serangan ini
berhasil membunuh keluarga dan anak Tuanku Imam Bonjol. Namun serangan
balik dari Pasukan Paderi dapat mengusir pasukan Belanda keluar dari
benteng.
Kegagalan penaklukkan benteng Bonjol memukul Gubernur Jenderal
Hindia Belanda di Batavia, sehingga untuk kesekian kalinya mengirim
panglima tertingginya Mayor Jenderal Coclius ke Bukittinggi untuk
memimpin secara langsung serangan ke Bonjol.
From : Auliah azza
Gerakan Paderi bermula di Minangka-bau, dan mendapatkan tentangan yang
cukup keras dari masyarakat. Haji Muhammad Arief akhirnya pindah ke
Lintau, Haji Miskin pindah ke Ampat Angkat, dan hanya Haji Abdur
Rahman yang tidak mendapatkan perlawanan.
Perpindahan Haji Miskin ke Ampat Angkat disambut hangat oleh Tuanku
nan Renceh dari Kamang, Tuanku di Kubu Sanang, Tuanku di Padang Lawas,
Tuanku di Koto Padang Luar, Tuanku di Galung, Tuanku di Koto Ambalau,
dan Tuanku di Lubuk Aur. Mereka berbai'ah, kemudian kelompok ini
dikenal sebagai Harimau nan Salapan. Mereka mengharapkan dukungan dari
Tuanku nan Tuo di Ampat Angkat; namun ditolak dan akhirnya mengangkat
Tuanku di Mansiangan putera dari Tuanku nan Tuo sebagai pemimpin. Pada
kenyataannya kelompok tersebut dipimpin oleh Tuanku nan Renceh.
Pasukan Paderi ini mengenakan pakaian putih-putih sebagai lambang
perjuangan suci mereka.
Kaum adat menantang gerakan Paderi ini dengan mengadakan perhelatan
adat yang penuh dengan kemaksiatan, seperti : menyabung ayam, berjudi,
minum minuman keras, madat, dan sebagainya bertempat antara Bukit
Batabuah dengan Sungai Puar (sebagian kisah menyebutkan Pandai Sikek)
di lereng Gunung Merapi. Tantangan ini ditanggapi oleh Pasukan Paderi
sehingga menyerbu tempat tersebut, dan ini memulai Perang Paderi
(tahap pertama) yang meliputi peperangan antara Pasukan Paderi dengan
Kaum Adat.
1804
Peperangan Paderi berlanjut ke Kamang, Tilatang, Padang Rarab,
Guguk, Candung, Matur, sehingga pada tahun 1804 seluruh Luhak Tanah
Agam telah berada dalam kekuasaan Paderi. Tahun-tahun setelah itu
Pasukan Paderi menguasai Luhak Lima Puluh Koto, dengan tanpa
perlawanan yang berarti. Operasi Pasukan Paderi ke Luhak Tanah Datar
mengalami perlawanan yang berimbang, terutama karena di luhak ini
merupakan pusat kekuasaan Kerajaan Minangkabau yang bertempat di
Pagarruyung.
Dan keterangan yang lain sebagai berikut :
1806
Republik Batavia Belanda berubah kembali menjadi Kerajaan Belanda,
tapi masih dalam pengaruh Perancis. Tahun 1807 Belanda menunjuk H.W.
Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Inggris mulai
agresif menguasai wilayah-wilayah jajahan.
1808
Setelah melalui perjuangan yang panjang, pada tahun 1808 dilakukan
perundingan antara Pasukan Paderi dengan Raja Pagarruyung di Koto
Tangah. Raja Sultan Arifin Muning Alam Syah datang bersama staf
kerajaan dan sanak keluarga, sedangkan dari Pasukan Paderi hadir
Tuanku Lintau lengkap bersama seluruh pasukannya. Karena terjadi
perselisihan paham antara Tuanku Belo dan staf kerajaan, akhirnya
terjadi pertikaian yang mengakibatkan rombongan raja terbunuh. Sebuah
versi menyebutkan raja berhasil melarikan diri. Beberapa penghulu dan
cucu raja berhasil menyelamatkan diri sampai ke Sijunjung dan Kuantan
– Lubuk Jambi. Akibat peristiwa ini Tuanku nan Renceh sangat marah
kepada Tuanku Lintau; begitupun seluruh Luhak Tanah Datar berhasil
dikuasai oleh Pasukan Paderi.
Beberapa waktu setelah itu Tuanku nan Renceh memerintahkan muridnya,
Peto Syarif atau Muhammad Syahab atau kemudian dikenal dengan sebutan
Tuanku Imam Bonjol untuk membuat benteng di Bukit Tajadi sekitar
Alahan Panjang. Benteng dibangun pada areal seluas 90 hektar, dengan
tembok setinggi 4 meter dan tebal 3 meter. Lokasi Alahan Panjang ini
yaitu di hulu sungai Alai Panjang, sebuah tempat antara Kota Lubuk
Sikaping dan negeri Bonjol, dan pada saat ini berada di tepi jalan
lintas Sumatera.
1815
Peperangan Paderi di Minangkabau telah menelan korban yang cukup
besar. Pasukan Paderi telah menguasai Pasaman, selanjutnya Pasukan
Paderi mengarahkan perjuangannya ke Tapanuli Selatan. Tuanku Imam
Bonjol menunjuk Tuanku Rao untuk memimpin benteng di Rao, sedangkan
Tuanku Tambusai memimpin benteng di Dalu-dalu.
1818
Sutan Muning Alam Syah (raja Minangkabau di wilayah pelarian)
mengutus Tuanku Tangsir Alam dan Sutan Kerajaan Alam untuk menemui
Jenderal Inggris Sir Stamford Raffles di Padang. Namun Gubernur
Jenderal Inggris Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta India
menolak campur tangan terhadap permasalahan di Minangkabau.
1819
Belanda masuk ke Padang. Raffles yang sebelumnya menjadi Gubernur
Jenderal Inggris di Bengkulu dan pindah ke Singapura, mulai menghasut
rakyat Minangkabau untuk membenci Belanda.
Tuanku Pamansiangan di Luhak Agam meminta Tuanku Imam Bonjol untuk
menarik pasukannya dari Tapanuli untuk menghadapi Belanda di Padang.
Namun keinginan ini ditolak oleh Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, dan
Tuanku Lelo, sehingga Tuanku Imam Bonjol hanya memantau gerakan
Belanda dari kejauhan.
1820
Tuanku nan Renceh meninggal dunia, selanjutnya kepemimpinan Pasukan
Paderi diserahkan secara mufakat kepada Tuanku Imam Bonjol.
Belanda mulai menyebarkan pengaruh di Minangkabau.
1821
Mulainya perang Paderi (tahap kedua) di Minangkabau, yang meliputi
peperangan antara Pasukan Paderi melawan Belanda, yang kemudiannya
Belanda dibantu oleh Kaum Adat. Peperangan sengit berlangsung di 3
tempat, yaitu : Simawang untuk menyerang kubu Pasukan Paderi di Sulit
Air, Air Bangis, dan Lintau. Peperangan di Air Bangis mengakibatkan
Tuanku Rao gugur dalam pertempuran.
Peperangan bermula dari pertemuan 14 orang Penghulu yang
mengatasnamakan Yang Dipertuan Minangkabau mengikat perjanjian dengan
Residen Belanda di Padang bernama Du Puy untuk memerangi Pasukan
Paderi, terjadi pada tanggal 10 Februari 1821. Belanda kemudian
mengerahkan 100 pasukan dan 2 meriam di bawah pimpinan Letnan Kolonel
Raaff untuk menggempur pertahanan Paderi di Simawang. Dengan susah
payah Belanda akhirnya menguasai Sulit Air, Simabur, dan Gunung.
Belanda membangun benteng Fort de Kock di Bukittinggi.
Belanda memasuki Batusangkar, kemudian membangun benteng Fort van
der Capellen.
1822
Belanda menyerang Pagarruyung, sehingga Pasukan Paderi mundur ke
Lintau. Penyerangan Belanda ke Lintau dapat dipatahkan. Selanjutnya
Belanda memblokade Lintau, dan secara bertahap merebut Tanjung Alam,
Koto Lawas, Pandai Sikat, dan Gunung dalam rangka menguasai Luhak
Agam. Tuanku Pamansiangan dapat ditangkap, selanjutnya dihukum gantung
oleh Belanda.
Tuanku Imam Bonjol melancarkan serangan balasan ke Air Bangis, walau
gagal, selanjutnya melancarkan serangan ke Luhak Agam, dan berhasil
menguasai kembali Sungai Puar, Gunung, Sigandang, dan daerah lainnya.
Juli, sekitar 13.000 Pasukan Paderi merebut pos Belanda di Tanjung
Alam.
15 Agustus, Pasukan Paderi merebut Penampung, Kota Baru, dan Lubuk
Agam.
1823
Dengan adanya tambahan pasukan dari Batavia, Kolonel Raaff melakukan
serangan ke Luhak Agam. Terjadi pertempuran sengit di Bukit Marapalam,
kemudian Biaro, serta wilayah sekitar Gunung Singgalang.
12 April, Belanda mengerahkan kekuatan terbesar sebanyak 26 opsir,
562 serdadu, dan 12.000 pasukan adat untuk menggempur Lintau, namun
serangan ini berhasil dipatahkan.
1824
22 Januari, Belanda melakukan perjanjian gencatan senjata dengan
Pasukan Paderi di Masang. Perjanjian ini hanya berlangsung sebulan,
setelahnya Belanda melakukan serangan ke Luhak Agam dan Tanah Datar.
Pada pusat kedua luhak tersebut, Belanda bertahan di benteng Fort de
Kock, yang sekarang wilayah di sekitarnya berkembang menjadi Kota
Bukittinggi. Tuanku Imam Bonjol selanjutnya memusatkan kekuatan
Pasukan Paderi di benteng Bonjol.
17 Maret, Inggris dan Belanda menandatangani Treaty of London, yang
membagi wilayah jajahan : Sumatera, Jawa, Maluku, Irian Jaya, dan
sebagainya sebagai wilayah Belanda; sedangkan Malaya, Singapura, dan
Kalimantan Utara sebagai wilayah Inggris.
1825
Gerakan Paderi telah sampai ke Tapanuli Selatan. Raja Batak
Sisingamangaraja X terbunuh dalam peperangan.
Perang Jawa pecah yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.
15 Nopember, Belanda mengajukan gencatan senjata dengan mengakui
wilayah-wilayah kekuasaan Paderi yang memang telah dikuasai oleh
Pasukan Paderi. Belanda menarik 4300 pasukannya dari Minangkabau untuk
berperang ke Jawa, dan hanya menyisakan 700 pasukan yang ditempatkan
di benteng-benteng Belanda.
1832
Belanda berhasil merebut Kapau, Kamang, dan Lintau. Keberhasilan
Belanda dalam berbagai pertempuran serta kekejian yang ditinggalkannya
menggusarkan Kaum Adat. Pada tahun 1832 ini dilakukan perjanjian
antara Pasukan Paderi dan Kaum Adat untuk bersama-sama mengusir
Belanda dari Minangkabau. Tempat perjanjian di Bukit Tandikat di
lereng Gunung Merapi. Versi lain yang beredar umum selama ini
menyebutkan tempat perjanjian tersebut berlangsung di Bukit Marapalam.
1833
11 Januari, dilakukan serangan oleh Pasukan Paderi, Kaum Adat,
bersama-sama dengan seluruh masyarakat kepada Belanda. Serangan ini
berhasil memecah blokade Belanda di Bonjol hingga ke daerah Sipisang
dan Alahan Panjang. Sedangkan untuk wilayah Luhak Agam dan Tanah
Datar, belum terdapat koordinasi serangan. Serangan ini menandai
Perang Paderi tahap ketiga, yaitu perang antara Belanda dengan
kesatuan masyarakat Minangkabau.
23 Agustus, Gubernur Jenderal Van den Bosch berkunjung ke Padang,
dan memerintahkan penyerangan besar-besaran ke benteng Bonjol.
10-12 September, Jenderal Riesz memimpin pasukan dan mengerahkan
2.400 rakyat Lima Puluh Koto, Agam, dan Batipuh yang setia kepada
Belanda untuk menyerang benteng Bonjol. Namun serangan ini dapat
dipatahkan oleh Pasukan Paderi.
13-14 September, Mayor de Quay memimpin pasukan Belanda dari Suliki
untuk menyerang basis pertahanan Paderi di Kota Lalang. Serangan ini
berhasil dengan dikuasainya Kota Lalang oleh Belanda. Namun dalam
pengejaran di Air Papa, pasukan Belanda dijebak sehingga meninggalkan
korban yang banyak sekali. Sisa pasukan kembali ke Payakumbuh.
Sementara pasukan Jawa dan adat menjaga Kota Lalang.
11 September, Letnan Kolonel Elout memimpin serangan dari Manggopoh,
namun dapat ditahan oleh Pasukan Paderi. Belanda bergerak mundur ke
Kota Merapak, namun selama perjalanan mendapatkan banyak serangan dari
Pasukan Paderi sehingga meninggalkan banyak korban dan persenjataan.
Serangan Belanda dari utara dipimpin oleh Mayor Eilers dengan
kekuatan 80 prajurit. Dalam perjalanannya dari Rao menuju Lubuk
Sikaping mendapatkan bantuan sekitar 2.000 masyarakat lokal, sehingga
melanjutkan perjalanannya sampai ke Bonjol. Tanggal 18 September 1833
pasukan ini telah sampai di Alai, kurang lebih 2 km dari benteng
Bonjol. Peperangan pecah, namun pada tanggal 19 September 1833 pasukan
ini dapat dipukul mundur oleh Pasukan Paderi sehingga meninggalkan
korban yang sangat banyak.
21 September, Gubernur Jenderal Van den Bosch menerima pasukannya
yang kalah di Padang, serta mengatur strategi untuk peperangan
berikutnya.
25 Oktober, Belanda dan Pasukan Paderi menandatangani perjanjian
damai Plakaat Panjang, namun kemudiannya Belanda ingkar janji.
1834
Belanda berhasil merebut Matur dan Masang. Belanda juga berhasil
merebut jalur pelayaran sungai ke timur yang melalui Sungai Rokan,
Kampar Kanan, dan Kampar Kiri, serta wilayah Pelalawan. Sebenarnya
selama tahun 1834 ini tidak ada peperangan yang terbuka antara Pasukan
Paderi melawan Belanda.
1835
16 April, Belanda memutuskan untuk melakukan serangan besar-besaran
ke benteng Bonjol.
21 April, 2 kolonne pasukan Belanda bergerak dari Matur dan Bamban
menuju Masang melalui jalur hutan.
23 April, pasukan Belanda telah sampai di tepi Sungai Batang Ganting
untuk selanjutnya menuju Sipisang. Terjadi pertempuran di sepanjang
perjalanan selama 3 hari 3 malam, hingga akhirnya Sipisang jatuh ke
tangan Belanda.
24 April, 1 kolonne pasukan Belanda bergerak menuju Simawang Gedang,
dan menghadapi pertempuran melawan 500 Pasukan Paderi. Sementara itu 1
kompi pasukan tentara Bugis dibantu pasukan adat dari Batipuh dan
Tanah Datar bergerak mengusir Pasukan Paderi di luar Simawang Gedang,
sehingga Pasukan Paderi terdesak hingga ke Batang Kumpulan.
Pertempuran besar terjadi, dimana telah menunggu 1.200 Pasukan Paderi.
Dengan bantuan pasukan Belanda, akhirnya Kampung Melayu dapat dikuasai.
27 April, pasukan Belanda mengejar sisa Pasukan Paderi di sepanjang
lembah terjal dan Sungai Air Taras, namun serangan ini dapat dipatahkan.
3 Mei, dengan adanya tambahan dan konsolidasi pasukan, Belanda
melanjutkan serangan. Namun baru serangan dimulai, Letnan Kolonel
Bauer komandan pasukan Belanda telah terluka terkena ranjau.
Pertempuran pecah menjadi perang tanding yang menguntungkan Pasukan
Paderi. Pasukan Belanda bergerak mundur dengan melakukan bumi hangus.
8 Juni, pasukan Belanda merebut Padang Lawas yang merupakan front
terdepan Alahan Panjang.
16 Juni, pasukan Belanda telah sampai 250 langkah dari kampung
Bonjol. Pertempuran pecah, Belanda menggunakan howitser, mortir, dan
meriam besar; sementara Pasukan Paderi membalas dengan menembakkan
meriam dari Bukit Tajadi. Karena posisi kurang menguntungkan, Letnan
Kolonen Bauer meminta tambahan pasukan dari Residen Francis sebanyak
2.000 pasukan.
21 Juni, dengan tambahan pasukan yang datang pada 17 Juni, Belanda
bergerak maju mengepung benteng Bonjol. Sementara di dalam benteng
Bonjol telah berkumpul komandan-komandan Pasukan Paderi dari Tanah
Datar, Lintau, Bua, Lima Puluh Kota, Agam, Rao dan Padang Hilir yang
telah ditaklukkan Belanda.
Pada awal Agustus pasukan Belanda yang telah terkonsolidasi telah
mencapai 14.000 pasukan. Pada pertengahan Agustus, dengan adanya
tambahan pasukan Bugis, Belanda mulai melakukan serangan.
5 September, Pasukan Paderi melancarkan serangan ke kubu-kubu
Belanda di luar benteng Bonjol, dan menimbulkan korban jiwa yang cukup
besar dari kedua belah pihak. Pasukan Paderi mengintensifkan perang
gerilya.
11 Desember, blokade yang berlarut-larut menimbulkan keberanian
rakyat untuk memberontak, sehingga rakyat Alahan Panjang dan Simpang
melakukan perlawanan. Hanya dengan bantuan pasukan Madura, Belanda
dapat memadamkan pemberontakan ini.
Setelah itu Belanda cukup direpotkan dengan pemberontakan rakyat di
daerah taklukkan. Sambil menunggu tambahan pasukan dari Batavia,
Belanda mengajak Pasukan Paderi untuk berunding, namun ditolak Tuanku
Imam Bonjol.
1836
3 Desember, dengan datangnya tambahan pasukan dari Batavia, Belanda
melakukan serangan besar-besaran ke benteng Bonjol. Paha Tuanku Imam
Bonjol terkena tembakan termasuk terkena 13 tusukan. Serangan ini
berhasil membunuh keluarga dan anak Tuanku Imam Bonjol. Namun serangan
balik dari Pasukan Paderi dapat mengusir pasukan Belanda keluar dari
benteng.
Kegagalan penaklukkan benteng Bonjol memukul Gubernur Jenderal
Hindia Belanda di Batavia, sehingga untuk kesekian kalinya mengirim
panglima tertingginya Mayor Jenderal Coclius ke Bukittinggi untuk
memimpin secara langsung serangan ke Bonjol.
From : Auliah azza
Friday, September 28, 2007
Lagi, Penipuan di dunia Virtual (Chatting)
Dear All,
Sekedar ingin berbagi pengalaman aja..
Saya adalah salah satu korban dari penipuan dan
mungkin bisa dibilang DIPOROTI oleh seorang
perempuan bernama Putri dengan nomor HP
0815-1660-992 dan esia 9298-1452. Anda dapat
mengeceknya di FS dengan url http://profiles.
friendster. com/15518361 dan http://profiles.
friendster. com/15518361
Awalnya,kenal dengan perempuan ini melalui
chatting, setelah beberapa lama berkenalan, dia
sering bercerita tentang kehidupannya yg sudah mjd
anak yatim sejak kecil dan kemudian piatu sejak 2
tahun lalu. Melalui keluh kesahnya yang sangat
memilukan, dia sering mengaku kekurangan biaya hidup
sehingga sering membuatnya tidak bisa makan. Merasa
iba dengan penuturannya, saya pun menawarkan untuk
memberinya uang sejumlah Rp. 250.000 untuk
membantunya survive (itung2 zakat kali ya ke anak
yatim piatu).
Setelah kejadian itu, dia menuturkan rasa terima
kasih yang amat sangat terhadap saya. Sejak saat itu
kami pun menjadi dekat walaupun komunikasi hanya
dilakukan melalui telepon.
Beberapa hari kemudian, Putri menelepon saya
kembali dengan suara seperti orang sedang menangis,
dan dia menuturkan bahwa ia kekurangan uang
lagi..dan sayapun kembali iba. Selayaknya orang
berniat baik, sayapun kembali membantunya. Rupanya
hal ini terjadi terus menerus tanpa saya sadari
selama berbulan-bulan. Minta transfer sejumlah Rp.
250.000, minta beliin pulsa adalah hal yang sering
ia lakukan kepada saya. Sampai pada akhirnya saya
sadar dan bermaksud utk menghentikan "pasokan uang"
untuk perempuan ini.
Putri tetap mencoba untuk menghubungi saya, baik
melalui HP, telepon rumah, chatting maupun FS tetapi
tdk pernah saya tanggapi. Dan sepertinya dia murka
akan hal itu. Putri pun menghubungi ibu saya dan
entah apa yang dia bicarakan, yang jelas, saya
sempat bertengkar hebat dengan keluarga saya gara
gara Putri ini.
Sminggu kemudian, saya mendapat telepon dari
BANYAK SEKALI nomor tak dikenal, dan semua adalah
laki-laki. Banyak diantara mereka yang berbicara
dengan bahasa yang sangat tidak sopan (menanyakan
ukuran penis, ngajak ML, dll), dan saya menyimpulkan
bahwa mereka adalah kaum HOMOSEKS yang mengaku
mendapatkan nomor telepon saya melalui chatting.
Saya mencoba mencari tahu penyebab hal ini, TERNYATA
PUTRI MENYEBARKAN NO HP SAYA KE KOMUNITAS HOMO.
Tak cukup dengan itu, Putri pun melegalkan
segala cara untuk menghancurkan hidup saya. Entah
bagaimana caranya, dia pun menyebarkan nomor telepon
yang pernah saya hubungi melalui HP saya ke SITUS
HOMO. Rupanya dia mempunyai akses di salah satu
operator telepon untuk mengacak-acak aktivitas
komunikasi saya (pada saat itu saya menggunakan
INDOSAT). Dan akibat perbuatannya, saya pun di
hujat, dimaki, dihina bahkan dijauhi oleh
teman-teman saya.
Sekarang, saya sudah hidup tenang tanpa gangguan
Putri lagi, dan baru baru ini (September 2007), saya
menemukan beberapa orang yang rupanya juga KORBAN
DARI KEBUSUKAN PUTRI. Kami pun saling berbagi ttg
apa yang kami pernah alami dan kerugian yang kami
derita di karenakan oleh perilaku busuk seorang
perempuan yang baru berusia 22 tahun dan berdomisili
di jakarta barat ini. Rupanya, dari crosscek dengan
sesama korban, Ibunda si pUtri ini masih hidup dan
berdomisili di JOGJAKARTA dengan adiknya, dan di
mengaku kuliah di tempat yang berbeda-beda
(Interstudi, london school, Binus - Fakta yang saya
dapat adalah, dia mahasiswi Binus 2003 dengan nama
lengkap Agil Putri Hermawan). Tidak disangka,
Perguruan Tinggi Swasta ini harus merelakan
tercoreng nama baiknya hanya karena ulah seorang
anak perempuan berumur 22 tahun yang juga salah satu
mahasiswinya. Dan saya masih punya sangat banyak
FAKTA yang dapet mengungkapkan kebusukan perempuan
ini.
Apabila anda pernah mengenal putri atau paling
tidak pernah dihubungi oleh salah satu nomor HPnya.
harap berhati hati, karena perempuan ini tahu benar
bagaimana membuat dirinya dapat dikasihani sehingga
pada akhirnya kita akan terperangkap dalam tipu
dayanya dan kehilangan banyak sekali uang. Dan
parahnya lagi, setelah dia di pojokkan, dia slalu
bilang "AKU GAK PERNAH MAKSA ATAU MEMERAS. KAMU
IKHLAS KAN PADA WAKTU TRANSFER KE REKENING AKU??
KALO KAMU GAK IKHLAS, SEHARUSNYA KAMU GAK KASIH UANG
ITU DARI DULU".
---
From : djody_2005
Sekedar ingin berbagi pengalaman aja..
Saya adalah salah satu korban dari penipuan dan
mungkin bisa dibilang DIPOROTI oleh seorang
perempuan bernama Putri dengan nomor HP
0815-1660-992 dan esia 9298-1452. Anda dapat
mengeceknya di FS dengan url http://profiles.
friendster. com/15518361 dan http://profiles.
friendster. com/15518361
Awalnya,kenal dengan perempuan ini melalui
chatting, setelah beberapa lama berkenalan, dia
sering bercerita tentang kehidupannya yg sudah mjd
anak yatim sejak kecil dan kemudian piatu sejak 2
tahun lalu. Melalui keluh kesahnya yang sangat
memilukan, dia sering mengaku kekurangan biaya hidup
sehingga sering membuatnya tidak bisa makan. Merasa
iba dengan penuturannya, saya pun menawarkan untuk
memberinya uang sejumlah Rp. 250.000 untuk
membantunya survive (itung2 zakat kali ya ke anak
yatim piatu).
Setelah kejadian itu, dia menuturkan rasa terima
kasih yang amat sangat terhadap saya. Sejak saat itu
kami pun menjadi dekat walaupun komunikasi hanya
dilakukan melalui telepon.
Beberapa hari kemudian, Putri menelepon saya
kembali dengan suara seperti orang sedang menangis,
dan dia menuturkan bahwa ia kekurangan uang
lagi..dan sayapun kembali iba. Selayaknya orang
berniat baik, sayapun kembali membantunya. Rupanya
hal ini terjadi terus menerus tanpa saya sadari
selama berbulan-bulan. Minta transfer sejumlah Rp.
250.000, minta beliin pulsa adalah hal yang sering
ia lakukan kepada saya. Sampai pada akhirnya saya
sadar dan bermaksud utk menghentikan "pasokan uang"
untuk perempuan ini.
Putri tetap mencoba untuk menghubungi saya, baik
melalui HP, telepon rumah, chatting maupun FS tetapi
tdk pernah saya tanggapi. Dan sepertinya dia murka
akan hal itu. Putri pun menghubungi ibu saya dan
entah apa yang dia bicarakan, yang jelas, saya
sempat bertengkar hebat dengan keluarga saya gara
gara Putri ini.
Sminggu kemudian, saya mendapat telepon dari
BANYAK SEKALI nomor tak dikenal, dan semua adalah
laki-laki. Banyak diantara mereka yang berbicara
dengan bahasa yang sangat tidak sopan (menanyakan
ukuran penis, ngajak ML, dll), dan saya menyimpulkan
bahwa mereka adalah kaum HOMOSEKS yang mengaku
mendapatkan nomor telepon saya melalui chatting.
Saya mencoba mencari tahu penyebab hal ini, TERNYATA
PUTRI MENYEBARKAN NO HP SAYA KE KOMUNITAS HOMO.
Tak cukup dengan itu, Putri pun melegalkan
segala cara untuk menghancurkan hidup saya. Entah
bagaimana caranya, dia pun menyebarkan nomor telepon
yang pernah saya hubungi melalui HP saya ke SITUS
HOMO. Rupanya dia mempunyai akses di salah satu
operator telepon untuk mengacak-acak aktivitas
komunikasi saya (pada saat itu saya menggunakan
INDOSAT). Dan akibat perbuatannya, saya pun di
hujat, dimaki, dihina bahkan dijauhi oleh
teman-teman saya.
Sekarang, saya sudah hidup tenang tanpa gangguan
Putri lagi, dan baru baru ini (September 2007), saya
menemukan beberapa orang yang rupanya juga KORBAN
DARI KEBUSUKAN PUTRI. Kami pun saling berbagi ttg
apa yang kami pernah alami dan kerugian yang kami
derita di karenakan oleh perilaku busuk seorang
perempuan yang baru berusia 22 tahun dan berdomisili
di jakarta barat ini. Rupanya, dari crosscek dengan
sesama korban, Ibunda si pUtri ini masih hidup dan
berdomisili di JOGJAKARTA dengan adiknya, dan di
mengaku kuliah di tempat yang berbeda-beda
(Interstudi, london school, Binus - Fakta yang saya
dapat adalah, dia mahasiswi Binus 2003 dengan nama
lengkap Agil Putri Hermawan). Tidak disangka,
Perguruan Tinggi Swasta ini harus merelakan
tercoreng nama baiknya hanya karena ulah seorang
anak perempuan berumur 22 tahun yang juga salah satu
mahasiswinya. Dan saya masih punya sangat banyak
FAKTA yang dapet mengungkapkan kebusukan perempuan
ini.
Apabila anda pernah mengenal putri atau paling
tidak pernah dihubungi oleh salah satu nomor HPnya.
harap berhati hati, karena perempuan ini tahu benar
bagaimana membuat dirinya dapat dikasihani sehingga
pada akhirnya kita akan terperangkap dalam tipu
dayanya dan kehilangan banyak sekali uang. Dan
parahnya lagi, setelah dia di pojokkan, dia slalu
bilang "AKU GAK PERNAH MAKSA ATAU MEMERAS. KAMU
IKHLAS KAN PADA WAKTU TRANSFER KE REKENING AKU??
KALO KAMU GAK IKHLAS, SEHARUSNYA KAMU GAK KASIH UANG
ITU DARI DULU".
---
From : djody_2005
Thursday, September 27, 2007
Investigasi atas penggelapan mobil rental E 1835 AQ
Ini ada suatu cerita investigasi swadaya
tentang pencarian terhadap mobil yg digelapkan
oleh seorang penyewa.
So, hati2 lah , waspadalah .. waspadalah ...
-----------------------
From : Holid Azhari
untuk memenuhi janji saya, saya ceritakan pengalaman saya
mohon maaf bagi yang tidak berkenan harap hapus saja
boleh lah saya ceritain sedikit, panjang nya nanti saya tulis di blog aja
biar santai;
Tanggal 27 Agustus 2007 datang seorang pelangan rental ke Mutiar Rental,
karena mutiara kehabisan stok mobil maka pihak mutiara kontak ke saya dan
meyakinkan kita bahwa ini cust loyal yang sudah sering sewa mobil (lebih
dari 3x ).
rencana sewa semula hanya 3 hari tapi tanggal
31 agustus saat dihubungi menjanjikan akan
diperpanjang sampai 10 hari atau hingga tanggal 6 sept.
tanggal 4 dan 5 sept dicoba dihubungi tapi si penyewa sudah tidak
mengaktifkan HP nya, kita mulai curiga, dan masih kita kasih tenggang hingga
tanggal 6 september. setelah tanggal 6 september sore tidak ada kontak dan
tidak bisa dihubungi, kita yakin mobil itu digelapkan.
karena ada acara bakti sosial operasi bibir sumbing dan langit langit kita
baru mulai penyelidikan hari sabtu siang (8 & 9 sept) sabtu siang kita mulai
menelusuri beberapa lokasi yang dicurigai dan minggu pagi jam 8 pagi kita
mulai bergerak full seharian.
sedikit flashback ke belakang sebelum sewa avanza saya orang ini sewa dari
Mutiara rental sebua Panther LS warna silver yang sempat menabrak motor.
sesaat setelah menabrak motor (sekitar tgl 25 agustus) si penyewa kebetulan
mendatangi bengkel body repair langganan saya sebut saja Mr Sw. dan karena
saya bekerja di Astra Isuzu sudah pasti Mr Sw ini telp ke saya untuk mencari
spare part Panther, dan biasa lah namanya juga bengkel body kaki limaan
pulsa aja pasti ngirit abis, jadi dipake lah hap si penyewa ini sebut saja
mr T.
berbekal memori inilah jumat tgl 7 sept saya mulai memburu ke bengkel body
yang bersangkutan,
saya cari info dimana dia kenal Mr T ini. lalu saya diantar ke Tetangga nya
yang katanya merupakan teman dekat Mr T, sebut saja Mr D
dari D inilah saya mendapatkan alamat rumah yang juga merupakan alamat
mertua nya. lalu kita kunjungi pada hari itu juga dan sampai dirumah
tersebut ternyata sudah kosong melompong karena sudah hampir 8 hari itulah
T ini kabur, dengan membawa serta anak dan istrinya. rupanya dia tidak mau
kalau istrinya memberi info lebih lanjut.
Kembali ke hari minggu tgl 9 sept yang kita kunjungi pertama kali adalah
daerah eks rumah keluarga besar Mr T, disini kita sempet minum minum di
warung sambil ngaku ngaku nyari T karena ditawarin masuk kepolisian (Mr T
ini juga terkenal suka nawar nawarin orang daerah untuk masuk jadi polisi).
hasilnya nihil, tapi dapat beberapa nama keluarga T, disini kita dapatkan
urutan keluarga T
kita kembali ke markas utama di daerah cipto, kita ingat Mutiara kenal
dengan orang ini karena dibawa MR An, dan saat datang ke An dia ditemani Bd.
maka kita kontak Bd dan janjian ketemu di markas komando, dari keterangan Bd
ini kita dapat nama nama Bw dan Ed, Bw Adalah saudara jauh T tapi merupakan
temen deket yang sering jadi tumpangan T, sedangkan Ed kakak kandung Mr T
yang jadi pengacara
beberapa nama Famili lain yang agak sulit dilacak, sampai disini kita buntu.
sampai disini kita kehilangan jejak, kita putuskan untuk istirahat dan mulai
perburuan lagi sekitar jam 19.00 malam. malam hari kita pakai untuk blind
kanvasing. kita sebut demikian karena kita mengejar mobil tanpa clue, hanya
keliling keliling kota, keluar masuk hotel, mall, pusat kuliner, atau tempat
apa saja yang bisa dijadikan tempat parkiran kendaraan.
dalam seminggu selanjutnya kita terus seperti itu setiap malam, hanya
kanvasing buta.
tanggal 10 sept hari senin saya datangi sebuah sekolah, tempat anak Mr T
disekolahkan, sekitar jam 12 an saya diterima kepsek, hanya sayang menurut
kepsek ybs belum pernah datang untuk proses mutasi anaknya, saya hanya bisa
titip pesan agar kalau ada pengurusan kepindahan mohon dicopy kan surat
pindah agar saya bisa melacak dengan menunggu disekolah anaknya T.
siang hari menjelang sore atau sepulang kantor saya sempatkan mengunjungi
daftar nama nama yang sudah di dapat dari informan sebelumnya. tentu saja
tidak ada yang gratis, sebagai daya tarik kita berikan semacam info fee buat
info info yang mendekati valid atau tidak ngawur. tentu saja judgment nya
semua pake feeling saya saja. saya mulai bikin semacam catatan di kertas
besar, saya tarik semua nama dan mulai saya hubung hubungkan. dari situ saya
mulai menarik kesimpulan ada beberapa nama dan alamat atau no telp yang
masih bolong. dalam satu minggu itu kerjaan saya hanya melengkapi data
tersebut.
Sabtu 15 Sept saya mendapatkan satu nama yang tidak pernah disebut
sebelumnya, ini juga didapat setelah ngantar inforam D yang muter muter
nyari alamat eks kakak ipar T di pinggiran kota, tapi sayang ngga ketemu.
dalam keputus asaan itulah Informan D menyebut nama yang sebelumnya belum
pernah saya dengar. modal saya semua daftar nama harus saya catat dalam
sebuah buku lalu saya datangi, telpon atau lengkapi saja.
karena penasaran hari senin tgl 17 sept saya sempatkan bolos sebentar saya
mengunjungi tokoh Y dan disini saya ditemani seseorang yang cukup meyakinkan
untuk nakutin tikus .... :) dan untuk sedikit meyakinkan saya terpaksa
berbohong, padahal lagi puasa ngga tahu tuh dosanya banyak kali ya.
tidak seperti harapan sebelumnya malah dari sini kelihatan info nya sudah
terputus hubungan sejak T kabur, telpon pun tidak pernah, kita hanya diberi
1 alamat seseorang yang merupakan famili jauh T. nama ini bagi saya sama
sekali tidak menarik karena hanya nenek tiri yang sudah tua, saya yakin
tidak banyak yang bisa digali. cuma ada satu hal yang meyakinkan saya dan
mendorong saya harus mendatangi orang ini. pada saat menggunakan Panther LS,
dan menabrak motor Mr T ini berdua dengan paman tiri nya (sebut Mr Hr), nah
saya berharap saja bisa sedikit dapet info tempat yang dikunjungi T dalam 1
bulan terakhir ini.
sore harinya sekitar jam
15, kita kunjungi NN yang merupakan famili jauh tersebut, orangnya sudah
uzur dan tidak kooperatif, kita pulang dengan tangan hampa lagi deh. jawaban
yang didapat cuma , ya saya memang nenek tiri nya tapi sudah 1 atau 2 tahun
gak pernah ketemu. kita tahu orang ini bohong karena menurut beberapa
tetangga nya benar ada sekitar 10 hari yang lalu Mr Hr dengan ditemani
seseorang terlihat menggunakan Panther warna Silver, jadi cerita ini klop
dengan info dari Y
tapi dari sekian pelacakan kita dapat beberapa info bahwa tersangka pernah
terlihat di Bandung, Garut, Bekasi atau bogor, kita coba cari 2 alamat di
Bandung didapat 1 alamat di Kosambi, dan satu lagi di Buah Batu di komplek
P& K. kita coba datangi dan ketemu dengan beberapa orang, tapi info disini
juga hampir sama terakhir terlihat 1 minggu yang lalu dan memang benar ada
menggunakan Avanza hitam hanya no polisi tidak dicatat.
malah informasi dari Kosambi lebih negatif lagi karena katanya di Bandung
sedang dicari orang Polda karena melakukan penipuan terhadap orang Polda
ini.
ada satu nama di Bekasi yang kita kunjungi, tempat ini merupakan teman dekat
T juga, tapi juga nihil. entah karena kurang pressure nya atau karena memang
info nya nihil. 2 tempat diatas Bandung Buah batu dan Bekasi kita kirim team
1
agar kita bisa kerja paralel kita split menjadi beberapa kelompok, team 1
terdiri dari 1 orang pengacara senior dan 1 junior, berfungsi untuk menekan
sasaran secara hukum, mempersiapkan dok legal, dan untuk pendekatan halus,
serta mengontrol agar team lain tidak melakukan tindakan melanggar hukum.
team 2 terdiri dari "orang lapangan" yang berguna untuk menekan secara fisik
bila diperlukan tentu saja dengan tetap dibawah kontrol lawyer agar bisa
dijamin semua tindakan tidak melanggar hukum, dan team tiga sebagai pengolah
data atau pusat intelijen, disini semua data dikumpulkan dan dijadikan satu,
kemudian diolah dan dirumuskan langkah berikutnya, misalnya team 1 harus
kemana, team dua harus kemana, semua disesuaikan dengan data mana yang perlu
dilengkapi atau dicarikan info pelengkapnya.
Dalam keputus asaan yan gsudah tinggi dan kelelahan kita menarik kesimpulan
sementara bahwa tempat yang belum kita lacak tinggal Bogor saja. dan kita
coba cari alamat bogor, karena ternyata menurut beberapa informasi Ibu
kandung Mr T masih hidup dan tinggal di Bogor. kita kontak beberapa
penghubung kita di bogor hanya sementara mobil belum pernah terlihat oleh
penghubung kita.
tanggal 16 Sept kita juga melakukan pelacakan ke Rumah Bw, tapi ini orang
juga licin dan tidak mudah untuk menemui orang ini, dari sini terlihat bahwa
Bw sangat tidak kooperatif hingga kita putuskan meletakan Bw dan T ke dalam
1 kelompok yang harus kita mata matai.
tanggal 18 Sept saya penasaran mendatangi Y sendirian, kali ini saya pake
pendekatan yang berbeda dengan kemaren, kita jelaskan posisi kita sebenarnya
dan memohon bantuan Y. disini Y menyebut nama Rn dan katanya ada no Hp nya.
nah ini dia pikir saya karena menurut Y beberapa kali Istri T menghubungi Y
dengan no tersebut walaupun bukan minggu minggu ini sudah lebih dari 1 bulan
yang lalu.
telp pertama langsung diangkat Rn dan dijelaskan oh Istri Mr T sih bukan
disin tapi di Tridaya.
kita coba pancing dengan sms untuk mendapatkan alamat lengkap Tridaya ini.
tapi menurut feeling saya enth karena terlanjur curiga atu entah karena hal
lain hingga berjam jam ditunggu tidak ada sms balasan alamat lengkap.
nah dari info tersebut kita langsung kirim orang ke Bekasi (Tridaya Tambun)
saat itu juga saya email ke beberpaa mailing list termasuk milist itb untuk
mendapatkan gambaran Tridaya, ternyata tridaya cukup luas dan setelah diubek
ubek bebera hari tidak ditemukan bayangan mobil. kesulitan kit adalah tidak
tersedianya foto tersangka yang paling mudah hanya menggunakan no pol
kendaraan.
nyerah sudah orang yang kita kirim, karena ditemukan ada 6 komplek perumahan
besar, dan tidak ditemukan mobil ybs.
saat itu kita pusutkan kalau sampai hari sabtu tidak didapatkan titik utama
kita akan kirim 3 team ke bekasi untuk menyisir keenam perumahan dan
mendatangi setiap RT disana, karena kita yakin lokasi kecamatan dan
kelurahan sudah didapat dn kita juga yakin adanya di komplek perumahan bukan
di perkampungan (hasil analisis saja).
hari jumat kamis 20 Sept kita datangi lagi Y kali ini menjelang berbuka
puasa karena sya tidak bisa keluar kantor seharian. beruntung ternyata
karena dengan datang di jam tsb saya bisa lebih santai melakukan pendekatan,
bahkan suami Y dan orang tua Y yang awalnya kurang kooperatif dan sedikit
curiga malah ikut nimbrung dan membantu. sambil nunggu berbuka saya minta
bantuan untuk ditelponkan lagi dan saat Y menanyakan istri T ternyata mereka
sedang berkunjung ke rumah Rn dan telp diangkat langsung oleh istri T dar
jauh terdengar ada suara Mr T. nah inilah puncak ketegangan kita karena kita
sudah bisa kontak dengan tersangka utama.
hanya saja kita bingung gimana caranya nyar Rn, ternyata ada informasi yang
selama ini putus dan kelewat untuk digali. ternyata Rn ini merupakan istri
dari DDN, DDN ini anak daari Ne, dan Ne ini anak Nu dan Nu merupan nenek
tiri Mr T yang tempo hari kita datangi.
setelah didapat hubungan keluarga seperti itu kita kali ini bersama
pengacara mendatangi Nu, awal kita datang sama sikapnya seperti kemaren
tidak bisa berdialog, semua info serba keputus, lalu pengacra kita
menjelaskan dari aspek hukum apa saja konsekwensi bagi orang yang dengan
sengaja menyembunyikan tersangka. dari sini mungkin karena takut Nu masuk ke
rumah dn keluarlah Hr, yang sebelum sebelumnya selalu disebut sedang diluar
kota atau tidak ada di rumah.
dari Hr inilah kita dapatkan alamat Ne, saat itu jam 15.00, jam 17.00 kita
putuskan untuk segera bergerak, kita sudah dapatkan A1 istilah di intelijen.
lalu kita bergerak ke bekasi sampai di tujuan sekitar jam 22.00 karena
beberapa kali kena macet dan istirahat. Ne lumayan panik dan berusaha
menjelaskan ke kita bahwa keluarga nya sama sekali tidak ada kaitan dengan
tersangka, dan kata nya sih tersangka juga baru sekarang ini mengunjungi
bekasi setelah hampir 4 tahun menghilang.
info dari Ne bahwa yang kita kejar sudah pergi ke tasik tadi siang jam 12.
disini kita hampir putus asa dan memutuskan akan kembali ke cirebon.
hanya saja untuk sedikit menghibur diri sendiri kita memohon untuk sekear
ditunjukkan rumah tersangka. akhirnya kita ke rumah tersangka dan sampai
disana ternyata rumah nya terang benderang ada beberapa sandla di depan
rumah dan dari balik gorden terlihat ada TV yang masih menyala. kita bagi
team jadi 2 1 team mengembalikan Kel Ne ke rumahnya agar orang ini tidak
ketahuan sebagai pembocor info dn tema kedua langsung ketuk pintu.
inilah puncak drama nya betapa kaget dan bingung nya tersangka saat kita
masuk. singkat cerita kita menanyakan keberadaan mobil karena ternyata mobil
tidak ada di rumah tsb. akhirnya diketahui kalau mobil sudah digadai di
banjar. untuk mengamankan agar tidak lolos lagi dan mobil serta urusan lain
bisa beres kita minta tersangka ikut kita ke cirebon. sampai di cirebon
sabtu pagi tanggal 22 Sept jam 04.00 dan kita istirahat sebentar, jam 10
pagi kita bergerak ke banjar, dan jam 14.30 mobil sudah diamankan.
itu cerita lengkapnya punten kalau kepanjangan
salam
detektif Conan
tentang pencarian terhadap mobil yg digelapkan
oleh seorang penyewa.
So, hati2 lah , waspadalah .. waspadalah ...
-----------------------
From : Holid Azhari
untuk memenuhi janji saya, saya ceritakan pengalaman saya
mohon maaf bagi yang tidak berkenan harap hapus saja
boleh lah saya ceritain sedikit, panjang nya nanti saya tulis di blog aja
biar santai;
Tanggal 27 Agustus 2007 datang seorang pelangan rental ke Mutiar Rental,
karena mutiara kehabisan stok mobil maka pihak mutiara kontak ke saya dan
meyakinkan kita bahwa ini cust loyal yang sudah sering sewa mobil (lebih
dari 3x ).
rencana sewa semula hanya 3 hari tapi tanggal
31 agustus saat dihubungi menjanjikan akan
diperpanjang sampai 10 hari atau hingga tanggal 6 sept.
tanggal 4 dan 5 sept dicoba dihubungi tapi si penyewa sudah tidak
mengaktifkan HP nya, kita mulai curiga, dan masih kita kasih tenggang hingga
tanggal 6 september. setelah tanggal 6 september sore tidak ada kontak dan
tidak bisa dihubungi, kita yakin mobil itu digelapkan.
karena ada acara bakti sosial operasi bibir sumbing dan langit langit kita
baru mulai penyelidikan hari sabtu siang (8 & 9 sept) sabtu siang kita mulai
menelusuri beberapa lokasi yang dicurigai dan minggu pagi jam 8 pagi kita
mulai bergerak full seharian.
sedikit flashback ke belakang sebelum sewa avanza saya orang ini sewa dari
Mutiara rental sebua Panther LS warna silver yang sempat menabrak motor.
sesaat setelah menabrak motor (sekitar tgl 25 agustus) si penyewa kebetulan
mendatangi bengkel body repair langganan saya sebut saja Mr Sw. dan karena
saya bekerja di Astra Isuzu sudah pasti Mr Sw ini telp ke saya untuk mencari
spare part Panther, dan biasa lah namanya juga bengkel body kaki limaan
pulsa aja pasti ngirit abis, jadi dipake lah hap si penyewa ini sebut saja
mr T.
berbekal memori inilah jumat tgl 7 sept saya mulai memburu ke bengkel body
yang bersangkutan,
saya cari info dimana dia kenal Mr T ini. lalu saya diantar ke Tetangga nya
yang katanya merupakan teman dekat Mr T, sebut saja Mr D
dari D inilah saya mendapatkan alamat rumah yang juga merupakan alamat
mertua nya. lalu kita kunjungi pada hari itu juga dan sampai dirumah
tersebut ternyata sudah kosong melompong karena sudah hampir 8 hari itulah
T ini kabur, dengan membawa serta anak dan istrinya. rupanya dia tidak mau
kalau istrinya memberi info lebih lanjut.
Kembali ke hari minggu tgl 9 sept yang kita kunjungi pertama kali adalah
daerah eks rumah keluarga besar Mr T, disini kita sempet minum minum di
warung sambil ngaku ngaku nyari T karena ditawarin masuk kepolisian (Mr T
ini juga terkenal suka nawar nawarin orang daerah untuk masuk jadi polisi).
hasilnya nihil, tapi dapat beberapa nama keluarga T, disini kita dapatkan
urutan keluarga T
kita kembali ke markas utama di daerah cipto, kita ingat Mutiara kenal
dengan orang ini karena dibawa MR An, dan saat datang ke An dia ditemani Bd.
maka kita kontak Bd dan janjian ketemu di markas komando, dari keterangan Bd
ini kita dapat nama nama Bw dan Ed, Bw Adalah saudara jauh T tapi merupakan
temen deket yang sering jadi tumpangan T, sedangkan Ed kakak kandung Mr T
yang jadi pengacara
beberapa nama Famili lain yang agak sulit dilacak, sampai disini kita buntu.
sampai disini kita kehilangan jejak, kita putuskan untuk istirahat dan mulai
perburuan lagi sekitar jam 19.00 malam. malam hari kita pakai untuk blind
kanvasing. kita sebut demikian karena kita mengejar mobil tanpa clue, hanya
keliling keliling kota, keluar masuk hotel, mall, pusat kuliner, atau tempat
apa saja yang bisa dijadikan tempat parkiran kendaraan.
dalam seminggu selanjutnya kita terus seperti itu setiap malam, hanya
kanvasing buta.
tanggal 10 sept hari senin saya datangi sebuah sekolah, tempat anak Mr T
disekolahkan, sekitar jam 12 an saya diterima kepsek, hanya sayang menurut
kepsek ybs belum pernah datang untuk proses mutasi anaknya, saya hanya bisa
titip pesan agar kalau ada pengurusan kepindahan mohon dicopy kan surat
pindah agar saya bisa melacak dengan menunggu disekolah anaknya T.
siang hari menjelang sore atau sepulang kantor saya sempatkan mengunjungi
daftar nama nama yang sudah di dapat dari informan sebelumnya. tentu saja
tidak ada yang gratis, sebagai daya tarik kita berikan semacam info fee buat
info info yang mendekati valid atau tidak ngawur. tentu saja judgment nya
semua pake feeling saya saja. saya mulai bikin semacam catatan di kertas
besar, saya tarik semua nama dan mulai saya hubung hubungkan. dari situ saya
mulai menarik kesimpulan ada beberapa nama dan alamat atau no telp yang
masih bolong. dalam satu minggu itu kerjaan saya hanya melengkapi data
tersebut.
Sabtu 15 Sept saya mendapatkan satu nama yang tidak pernah disebut
sebelumnya, ini juga didapat setelah ngantar inforam D yang muter muter
nyari alamat eks kakak ipar T di pinggiran kota, tapi sayang ngga ketemu.
dalam keputus asaan itulah Informan D menyebut nama yang sebelumnya belum
pernah saya dengar. modal saya semua daftar nama harus saya catat dalam
sebuah buku lalu saya datangi, telpon atau lengkapi saja.
karena penasaran hari senin tgl 17 sept saya sempatkan bolos sebentar saya
mengunjungi tokoh Y dan disini saya ditemani seseorang yang cukup meyakinkan
untuk nakutin tikus .... :) dan untuk sedikit meyakinkan saya terpaksa
berbohong, padahal lagi puasa ngga tahu tuh dosanya banyak kali ya.
tidak seperti harapan sebelumnya malah dari sini kelihatan info nya sudah
terputus hubungan sejak T kabur, telpon pun tidak pernah, kita hanya diberi
1 alamat seseorang yang merupakan famili jauh T. nama ini bagi saya sama
sekali tidak menarik karena hanya nenek tiri yang sudah tua, saya yakin
tidak banyak yang bisa digali. cuma ada satu hal yang meyakinkan saya dan
mendorong saya harus mendatangi orang ini. pada saat menggunakan Panther LS,
dan menabrak motor Mr T ini berdua dengan paman tiri nya (sebut Mr Hr), nah
saya berharap saja bisa sedikit dapet info tempat yang dikunjungi T dalam 1
bulan terakhir ini.
sore harinya sekitar jam
15, kita kunjungi NN yang merupakan famili jauh tersebut, orangnya sudah
uzur dan tidak kooperatif, kita pulang dengan tangan hampa lagi deh. jawaban
yang didapat cuma , ya saya memang nenek tiri nya tapi sudah 1 atau 2 tahun
gak pernah ketemu. kita tahu orang ini bohong karena menurut beberapa
tetangga nya benar ada sekitar 10 hari yang lalu Mr Hr dengan ditemani
seseorang terlihat menggunakan Panther warna Silver, jadi cerita ini klop
dengan info dari Y
tapi dari sekian pelacakan kita dapat beberapa info bahwa tersangka pernah
terlihat di Bandung, Garut, Bekasi atau bogor, kita coba cari 2 alamat di
Bandung didapat 1 alamat di Kosambi, dan satu lagi di Buah Batu di komplek
P& K. kita coba datangi dan ketemu dengan beberapa orang, tapi info disini
juga hampir sama terakhir terlihat 1 minggu yang lalu dan memang benar ada
menggunakan Avanza hitam hanya no polisi tidak dicatat.
malah informasi dari Kosambi lebih negatif lagi karena katanya di Bandung
sedang dicari orang Polda karena melakukan penipuan terhadap orang Polda
ini.
ada satu nama di Bekasi yang kita kunjungi, tempat ini merupakan teman dekat
T juga, tapi juga nihil. entah karena kurang pressure nya atau karena memang
info nya nihil. 2 tempat diatas Bandung Buah batu dan Bekasi kita kirim team
1
agar kita bisa kerja paralel kita split menjadi beberapa kelompok, team 1
terdiri dari 1 orang pengacara senior dan 1 junior, berfungsi untuk menekan
sasaran secara hukum, mempersiapkan dok legal, dan untuk pendekatan halus,
serta mengontrol agar team lain tidak melakukan tindakan melanggar hukum.
team 2 terdiri dari "orang lapangan" yang berguna untuk menekan secara fisik
bila diperlukan tentu saja dengan tetap dibawah kontrol lawyer agar bisa
dijamin semua tindakan tidak melanggar hukum, dan team tiga sebagai pengolah
data atau pusat intelijen, disini semua data dikumpulkan dan dijadikan satu,
kemudian diolah dan dirumuskan langkah berikutnya, misalnya team 1 harus
kemana, team dua harus kemana, semua disesuaikan dengan data mana yang perlu
dilengkapi atau dicarikan info pelengkapnya.
Dalam keputus asaan yan gsudah tinggi dan kelelahan kita menarik kesimpulan
sementara bahwa tempat yang belum kita lacak tinggal Bogor saja. dan kita
coba cari alamat bogor, karena ternyata menurut beberapa informasi Ibu
kandung Mr T masih hidup dan tinggal di Bogor. kita kontak beberapa
penghubung kita di bogor hanya sementara mobil belum pernah terlihat oleh
penghubung kita.
tanggal 16 Sept kita juga melakukan pelacakan ke Rumah Bw, tapi ini orang
juga licin dan tidak mudah untuk menemui orang ini, dari sini terlihat bahwa
Bw sangat tidak kooperatif hingga kita putuskan meletakan Bw dan T ke dalam
1 kelompok yang harus kita mata matai.
tanggal 18 Sept saya penasaran mendatangi Y sendirian, kali ini saya pake
pendekatan yang berbeda dengan kemaren, kita jelaskan posisi kita sebenarnya
dan memohon bantuan Y. disini Y menyebut nama Rn dan katanya ada no Hp nya.
nah ini dia pikir saya karena menurut Y beberapa kali Istri T menghubungi Y
dengan no tersebut walaupun bukan minggu minggu ini sudah lebih dari 1 bulan
yang lalu.
telp pertama langsung diangkat Rn dan dijelaskan oh Istri Mr T sih bukan
disin tapi di Tridaya.
kita coba pancing dengan sms untuk mendapatkan alamat lengkap Tridaya ini.
tapi menurut feeling saya enth karena terlanjur curiga atu entah karena hal
lain hingga berjam jam ditunggu tidak ada sms balasan alamat lengkap.
nah dari info tersebut kita langsung kirim orang ke Bekasi (Tridaya Tambun)
saat itu juga saya email ke beberpaa mailing list termasuk milist itb untuk
mendapatkan gambaran Tridaya, ternyata tridaya cukup luas dan setelah diubek
ubek bebera hari tidak ditemukan bayangan mobil. kesulitan kit adalah tidak
tersedianya foto tersangka yang paling mudah hanya menggunakan no pol
kendaraan.
nyerah sudah orang yang kita kirim, karena ditemukan ada 6 komplek perumahan
besar, dan tidak ditemukan mobil ybs.
saat itu kita pusutkan kalau sampai hari sabtu tidak didapatkan titik utama
kita akan kirim 3 team ke bekasi untuk menyisir keenam perumahan dan
mendatangi setiap RT disana, karena kita yakin lokasi kecamatan dan
kelurahan sudah didapat dn kita juga yakin adanya di komplek perumahan bukan
di perkampungan (hasil analisis saja).
hari jumat kamis 20 Sept kita datangi lagi Y kali ini menjelang berbuka
puasa karena sya tidak bisa keluar kantor seharian. beruntung ternyata
karena dengan datang di jam tsb saya bisa lebih santai melakukan pendekatan,
bahkan suami Y dan orang tua Y yang awalnya kurang kooperatif dan sedikit
curiga malah ikut nimbrung dan membantu. sambil nunggu berbuka saya minta
bantuan untuk ditelponkan lagi dan saat Y menanyakan istri T ternyata mereka
sedang berkunjung ke rumah Rn dan telp diangkat langsung oleh istri T dar
jauh terdengar ada suara Mr T. nah inilah puncak ketegangan kita karena kita
sudah bisa kontak dengan tersangka utama.
hanya saja kita bingung gimana caranya nyar Rn, ternyata ada informasi yang
selama ini putus dan kelewat untuk digali. ternyata Rn ini merupakan istri
dari DDN, DDN ini anak daari Ne, dan Ne ini anak Nu dan Nu merupan nenek
tiri Mr T yang tempo hari kita datangi.
setelah didapat hubungan keluarga seperti itu kita kali ini bersama
pengacara mendatangi Nu, awal kita datang sama sikapnya seperti kemaren
tidak bisa berdialog, semua info serba keputus, lalu pengacra kita
menjelaskan dari aspek hukum apa saja konsekwensi bagi orang yang dengan
sengaja menyembunyikan tersangka. dari sini mungkin karena takut Nu masuk ke
rumah dn keluarlah Hr, yang sebelum sebelumnya selalu disebut sedang diluar
kota atau tidak ada di rumah.
dari Hr inilah kita dapatkan alamat Ne, saat itu jam 15.00, jam 17.00 kita
putuskan untuk segera bergerak, kita sudah dapatkan A1 istilah di intelijen.
lalu kita bergerak ke bekasi sampai di tujuan sekitar jam 22.00 karena
beberapa kali kena macet dan istirahat. Ne lumayan panik dan berusaha
menjelaskan ke kita bahwa keluarga nya sama sekali tidak ada kaitan dengan
tersangka, dan kata nya sih tersangka juga baru sekarang ini mengunjungi
bekasi setelah hampir 4 tahun menghilang.
info dari Ne bahwa yang kita kejar sudah pergi ke tasik tadi siang jam 12.
disini kita hampir putus asa dan memutuskan akan kembali ke cirebon.
hanya saja untuk sedikit menghibur diri sendiri kita memohon untuk sekear
ditunjukkan rumah tersangka. akhirnya kita ke rumah tersangka dan sampai
disana ternyata rumah nya terang benderang ada beberapa sandla di depan
rumah dan dari balik gorden terlihat ada TV yang masih menyala. kita bagi
team jadi 2 1 team mengembalikan Kel Ne ke rumahnya agar orang ini tidak
ketahuan sebagai pembocor info dn tema kedua langsung ketuk pintu.
inilah puncak drama nya betapa kaget dan bingung nya tersangka saat kita
masuk. singkat cerita kita menanyakan keberadaan mobil karena ternyata mobil
tidak ada di rumah tsb. akhirnya diketahui kalau mobil sudah digadai di
banjar. untuk mengamankan agar tidak lolos lagi dan mobil serta urusan lain
bisa beres kita minta tersangka ikut kita ke cirebon. sampai di cirebon
sabtu pagi tanggal 22 Sept jam 04.00 dan kita istirahat sebentar, jam 10
pagi kita bergerak ke banjar, dan jam 14.30 mobil sudah diamankan.
itu cerita lengkapnya punten kalau kepanjangan
salam
detektif Conan
Reaksi Dunia Bila Titanic Tenggelam Saat Ini
Reaksi Dunia Bila Titanic Tenggelam Saat Ini:
Presiden Bush – Amerika Serikat:
"Sebuah kapal yang sedang berlayar menuju kepada kebebasan telah
diserang oleh teroris.
Kita tidak akan duduk diam. Kita akan memberi pelajaran kepada mereka!
Bin Laden, anda dapat berlari tapi anda tak akan dapat sembunyi!
Kami akan menemukanmu dan menghancurkan jaringan AL Qaedamu!"
PM Tony Blair – Inggris:
"Saya telah berbicara dengan Presiden Bush, dan kami berdua telah
sepakat bahwa
tenggelamnya kapal Titanic adalah bukti-bukti tak terbantahkan bahwa
pengikut
pengikut Saddam Hussein ada dibelakang serangan itu.
Irak, nyata-nyata telah menjadi ancaman bagi dunia dan kita harus
menyelesaikannya."
PM John Howard – Australia:
"Kami mendapatkan bukti bahwa di dalam kapal tersebut terdapat
penumpang bernama
Ahmad dan Abu Umar. Ini menunjukkan bahwa JI bertanggungjawab atas
tenggelamnya kapal itu.
Kami meminta Pemerintah Indonesia bertindak lebih tegas kepada
aktivis-aktivis JI, atau kami
sendiri yang akan menindak mereka!"
PM Ehud Olmert - Israel:
"Ini merupakan pekerjaan Hamas! Telah cukup bukti bahwa tenggelamnya
Titanic bukanlah kecelakaan,
namun merupakan serangan bunuh diri Hamas. Kami akan memblokade
Palestina!, menahan mereka!, membuang mereka!
membunuh mereka!, membuat mereka kelaparan, menghancurkan rumah-rumah
mereka dan kamp-kamp pengungsi mereka!"
PM Vajpayee – India:
"Telah ditemukan paspor Pakistan dalam sisa-sisa Titanic. Jelas bahwa
Pakistan harus membayar aksi teror tersebut dan kita
telah mengirimkan lebih banyak lagi tentara ke perbatasan."
PM Surayud Chulanont – Thailand:
"Kapal itu sebelumnya milik keluarga Thaksin Shinawatra yang kemudian
dijual ke perusahaan Singapore. Kita akan mengambil kembali
kapal itu untuk rakyat Thailand."
Presiden Castro – Cuba:
"Titanic adalah lambang kapitalisme. Tenggelamnya Titanic
memperlihatkan kepada dunia bahwa kapitalisme mulai hancur dan tenggelam.
Cuba akan terus setia kepada cita-cita sosialisme dan akan berjaya
bersamanya!"
Anggota DPR - Indonesia:
"Titanic? Apaan sih itu? Oh Ya, Titanic.. kita sedang mengajukan RUU
tentang Pemberantasan Titanic. Untuk itu kami akan
mengadakan studi banding ke Hawaii. Mohon masyarakat dapat memahami
pentingnya RUU ini sehingga pembahasannya memerlukan konsentrasi yang
tinggi. Untuk itu kami akan membahasnya di Bali. Agar kami dapat
bekerja lebih baik, kami akan membawa serta istri-
istri, anak, cucu, mertua, keponakan, mantu dll-dll. Tentu dengan
biaya negara. Harap maklum, gaji kami sebagai anggota DPR hanya 30
juta. Kami meminta pemerintah untuk menaikkan tunjangan rapat 400%
atau kami akan mengajukan interpelasi masalah Titanic."
Yang sebenarnya terjadi:
Juru Radio Titanic:
"SOS..SOS.. Mohon bantuan… kapal kami menabrak gunung es….."
---------
from : http://some-1.blogspot.com/
Presiden Bush – Amerika Serikat:
"Sebuah kapal yang sedang berlayar menuju kepada kebebasan telah
diserang oleh teroris.
Kita tidak akan duduk diam. Kita akan memberi pelajaran kepada mereka!
Bin Laden, anda dapat berlari tapi anda tak akan dapat sembunyi!
Kami akan menemukanmu dan menghancurkan jaringan AL Qaedamu!"
PM Tony Blair – Inggris:
"Saya telah berbicara dengan Presiden Bush, dan kami berdua telah
sepakat bahwa
tenggelamnya kapal Titanic adalah bukti-bukti tak terbantahkan bahwa
pengikut
pengikut Saddam Hussein ada dibelakang serangan itu.
Irak, nyata-nyata telah menjadi ancaman bagi dunia dan kita harus
menyelesaikannya."
PM John Howard – Australia:
"Kami mendapatkan bukti bahwa di dalam kapal tersebut terdapat
penumpang bernama
Ahmad dan Abu Umar. Ini menunjukkan bahwa JI bertanggungjawab atas
tenggelamnya kapal itu.
Kami meminta Pemerintah Indonesia bertindak lebih tegas kepada
aktivis-aktivis JI, atau kami
sendiri yang akan menindak mereka!"
PM Ehud Olmert - Israel:
"Ini merupakan pekerjaan Hamas! Telah cukup bukti bahwa tenggelamnya
Titanic bukanlah kecelakaan,
namun merupakan serangan bunuh diri Hamas. Kami akan memblokade
Palestina!, menahan mereka!, membuang mereka!
membunuh mereka!, membuat mereka kelaparan, menghancurkan rumah-rumah
mereka dan kamp-kamp pengungsi mereka!"
PM Vajpayee – India:
"Telah ditemukan paspor Pakistan dalam sisa-sisa Titanic. Jelas bahwa
Pakistan harus membayar aksi teror tersebut dan kita
telah mengirimkan lebih banyak lagi tentara ke perbatasan."
PM Surayud Chulanont – Thailand:
"Kapal itu sebelumnya milik keluarga Thaksin Shinawatra yang kemudian
dijual ke perusahaan Singapore. Kita akan mengambil kembali
kapal itu untuk rakyat Thailand."
Presiden Castro – Cuba:
"Titanic adalah lambang kapitalisme. Tenggelamnya Titanic
memperlihatkan kepada dunia bahwa kapitalisme mulai hancur dan tenggelam.
Cuba akan terus setia kepada cita-cita sosialisme dan akan berjaya
bersamanya!"
Anggota DPR - Indonesia:
"Titanic? Apaan sih itu? Oh Ya, Titanic.. kita sedang mengajukan RUU
tentang Pemberantasan Titanic. Untuk itu kami akan
mengadakan studi banding ke Hawaii. Mohon masyarakat dapat memahami
pentingnya RUU ini sehingga pembahasannya memerlukan konsentrasi yang
tinggi. Untuk itu kami akan membahasnya di Bali. Agar kami dapat
bekerja lebih baik, kami akan membawa serta istri-
istri, anak, cucu, mertua, keponakan, mantu dll-dll. Tentu dengan
biaya negara. Harap maklum, gaji kami sebagai anggota DPR hanya 30
juta. Kami meminta pemerintah untuk menaikkan tunjangan rapat 400%
atau kami akan mengajukan interpelasi masalah Titanic."
Yang sebenarnya terjadi:
Juru Radio Titanic:
"SOS..SOS.. Mohon bantuan… kapal kami menabrak gunung es….."
---------
from : http://some-1.blogspot.com/
Wednesday, September 26, 2007
Klarifikasi Atas Pelibatan dalam Kasus Tempo-Raja Garuda Mas
Pada awalnya saya tidak berniat untuk membuat sebuah
pernyataan tertulis, meski sejak tiga pekan terakhir
nama saya selalu disebut-sebut dan dikaitkan dengan
beredarnya salinan transkripsi percakapan pesan pendek
(SMS) dari dan kepada telepon seluler wartawan Tempo,
Metta Dharma Saputra.
Selain pengkaitan itu masih sebatas rumors,
desas-desus, yang membuat saya sukar mengalamatkan
kepada pihak mana klarifikasi harus saya tujukan,
secara psikologis aneka rumors itu belum membawa
pengaruh pada diri saya.
Hingga Sabtu pagi (22/9) lalu, ketika banyak teman
meng-SMS dan meminta saya membaca Koran Tempo edisi
hari itu. Pada sebuah halaman, tertulis berita yang
mengindikasikan bahwa Koran Tempo menuding saya
terlibat sebagai apa yang mereka yakini ‘penyebar
salinan hasil penyadapan SMS dari telepon seluler
Metta’. Sejak itulah saya merasa harus membuat
klarifikasi, agar berbagai pihak yang peduli dan
menginginkan kejelasan persoalan ini, terutama yang
berkaitan dengan diri saya, menjadi tahu duduk perkara
yang sebenarnya.
Izinkan saya merunut kembali peristiwa ini, dan
keterlibatan saya di dalamnya.
1. Ahad, 26 Agustus 2007,
Saat membuka internet di rumah (Ahad itu saya libur)
pada situs Antara saya menemukan berita berjudul
“Pengusaha Besar Disinyalir ‘Backing’ Pembobol Asian
Agri.” Pada berita yang turun menjelang magrib itu,
antara lain tertulis, polisi menengarai dugaan adanya
konspirasi dalam pemberitaan di sebuah media cetak
nasional. Polisi menduga konspirasi tersebut terjalin
antara seorang pengusaha nasional dengan seorang
wartawan media cetak nasional berinisial “M” untuk
mendukung Vincent, sumbernya, dan terpidana dalam
kasus pembobolan Asian Agri. Disinyalir, dukungan
tersebut diberikan melalui wartawan M tersebut, yang
dalam tulisan itu disebutkan akan segera dipanggil
Polda Metro Jaya.
Tidak hanya itu, Antara juga menulis bahwa penyidik
menyebutkan, sang pengusaha (ditulis “E” oleh Antara)
telah memberikan dana sebesar Rp 70 juta kepada
terpidana Vincent melalui wartawan media cetak
nasional tersebut.
Sampai di sini, sensitivitas saya sebagai wartawan pun
muncul. Siapa “M”? Di media cetak nasional mana ia
bernaung selama ini? Meski ada banyak hal yang belum
ditulis dalam berita Antara tersebut, ada pertanyaan
besar yang secara refleks muncul pada diri saya,
tidakkah sang wartawan—sebelum ia bisa tuntas
menjelaskan persoalannya—layak dicurigai telah
melanggar etika jurnalistik?
1. Senin 27 Agustus.
Siang itu, sebelum masuk kerja, saya mendatangi rekan
saya sesama alumnus Tempo, Setiyardi Negara, di
kantornya di bilangan Mampang Prapatan, Jaksel.
Selain hubungan pertemanan yang telah terjalin lama
sejak sama-sama masuk Majalah Tempo pada 1998, saya
pun punya utang tulisan untuk mengisi satu kolom di
69++, majalah gaya hidup gratis yang dikelola
Setiyardi. Tidak hanya saya, beberapa alumnus, bahkan
teman yang masih aktif di Tempo sendiri, sering
membantu mengisi halaman secara gratis.
Kami tahu Setiyardi masih merintis majalahnya itu.
Kami pikir alangkah baiknya kalau bisa membantu.
Minimal, Setiyardi tidak harus mengeluarkan dana lebih
banyak lagi untuk membayar honor penulis, dan bisa
menggunakan dana lebih efektif. Bayar gaji karyawan
tepat waktu, misalnya.
Saat itulah, saya tahu bahwa “M" yang ditulis Antara
adalah Metta Dharma Saputra, rekan kami di Tempo. Saya
tahu dari obrolan dengan Setiyardi, yang menceritakan
hal tersebut dengan penuh peduli. Hal yang sama
kemudian saya alami.
Mengapa? Jujur harus saya akui, sejak bergabung dengan
Majalah Tempo pada 1998, saya merasa mendapat banyak
hal. Sejak bergabung, Tempo tidak saja telah menafkahi
saya dan keluarga dari hasil keringat saya mengejar
sumber, menggali berita dan menuliskannya. Lebih dari
itu, kebanggaan akan profesi, pengetahuan dasar
menggali berita, mewawancarai nara sumber, dan cara
menulis serta kiat-kiatnya, juga saya dapatkan dari
Tempo.
Adapun saya kemudian memutuskan keluar dari Majalah
Tempo, itu sama sekali tidak menghalangi rasa cinta
dan kebanggaan saya sebagai bagian dari keluarga
alumni. Hingga sebelum maraknya masalah ini di Tempo,
secara berkala saya masih sering datang ke kantor
Majalah Tempo, Jalan Proklamasi 72 Jakarta. Biasanya
pada malam Sabtu, saat deadline.
Kalau sedang ada rejeki, kami biasanya keluar
kantor,--paling ke TIM, sekadar cari minum atau
makanan kecil. Bila kebetulan bokek, kami puas hanya
mengobrol di Proklamasi, hingga tulisan teman-teman
kelar. Kebetulan, seorang rekan Tempo tinggal di
wilayah Bekasi, sebagaimana halnya saya. Kami bisa
pulang bersama dan urunan ongkos taksi, biasanya.
“M” sebagai Metta juga kami ketahui dari copy surat
pemanggilan polisi terhadap ybs. Saat itu pula kami
berdua tercengang membaca salinan SMS Metta. Saya
tidak bertanya darimana Setiyardi mendapatkan salinan
tersebut. Selama enam tahun di Majalah Tempo, saya
mengenal Setiyardi sebagai rekan satu angkatan yang
ulet, tekun, punya loby yang bagus atas banyak nara
sumber. Saya masih ingat, saat tahun 2000, diantara
kawan seangkatan, Setiyardilah yang gajinya naik
paling tinggi. Semua memang berhubungan dengan
kemampuan dan loby dia. Jadi, ketika ia memiliki
salinan itu, saya merasa wajar-wajar saja.
Apalagi, wartawan,--bahkan wartawan malas
sekalipun—bukan tidak mungkin sekali waktu dapat
‘bocoran’ hanya gara-gara sedang beruntung alias hoky
semata.
Namun siang itu saya tidak berusaha mendapatkan copy
salinan transkripsi SMS tersebut.
Setiba di kantor, beberapa teman Republika juga
ternyata ramai membincangkan hal itu. Akhirnya saya
katakan, saya ada teman yang punya salinan transkripsi
tersebut. “Besok saya bawa,” kata saya. Malam itu,
sepulang kerja saya menyempatkan waktu datang kembali
ke Mampang dan mengambil copy salinan transkripsi SMS
Metta tersebut.
Malam itu, berbesar hati dengan temuan tersebut saya
menelepon atasan saya, Wapemred Republika, Mas
Nasihin. Inginnya saya minta kavling untuk menulis hal
itu kepada Redpel saya, Mas Aris Hilman. Bagi saya
saat itu, masalah tersebut sangat seksi untuk ditulis.
Persoalannya, karena biasanya Mas Aris sukar dikontak,
Mas Nasihinlah yang saya telepon.
Hanya karena saat itu ybs tengah mengendarai mobil di
jalan tol, obrolan juga tidak jelas. Selain bising,
hubungan telepon juga sempat terputus. Hubungan
telepon terhenti, bahkan mungkin saja tanpa Mas
Nasihin bisa sepenuhnya mencerna apa yang saya
utarakan.
3. Selasa, 28 Agustus.
Pagi itu, saat membuka situs Detik.com, saya menemukan
bahwa Detik sudah menulis persoalan tersebut lebih
jauh lagi, malam sebelumnya (Senin malam, sekitar
pukul 21.00). Pada berita berjudul “Polda Metro Masih
Tunggu Saksi Pembobol Asian Agri”, bahkan sudah tidak
ada lagi inisial “M”, melainkan sudah tertera jelas
Metta Dharma Saputra.
Pagi itu pula saya mengirimkan SMS kepada pendiri
Tempo, Goenawan Mohammad (GM). Isinya, saya bertanya
apakah GM telah memiliki atau setidaknya membaca
salinan transkripsi SMS yang melibatkan Metta
tersebut.
Mengapa GM, bukan Bambang Harimurty ataupun Toriq
Hadad yang masih menjabat di jajaran direksi Tempo?
Enam tahun di Proklamasi meyakinkan saya bahwa GM-lah
orang Tempo yang paling peduli soal etika pers. GM,
bukan yang lain! (Jadi kayak iklan Indovision…).
Mungkin karena kesibukan, GM tidak segera membalas SMS
saya.
Saat itu pun saya menelepon Alfian Hamzah, rekan saya
di Pena Indonesia. Selain teman korespondensi sejak
lama, Alfian juga jembatan paling cepat ke Farid
Gaban—salah seorang mentor dan mantan atasan saya di
Tempo--yang sukar dihubungi via telepon. Saya merasa
berkepentingan meminta saran dan pandangan Farid soal
itu. Dengan Alfian, kami akhirnya sepakat bertemu,
hari berikutnya.
Sorenya, pukul 17.07.35 WIB (masih tercatat di hp
saya), GM membalas SMS saya. “Saya belum tahu
perkaranya, Dhar. Ada apa?” Saya balas bahwa ada
kutipan SMS Metta yang membuat saya shock. Waktu itu
saya tidak sempat menjelaskan apa saja kutipan SMS
tersebut. Hanya saya sempat menulis soal kemungkinan
adanya persoalan pelanggaran etika.
Saya ingin menelepon GM sebetulnya. Hanya sejak dua
hari sebelumnya operator telepon yang saya pakai
memberi tahu bahwa kredit limit pulsa saya mepet.
Karena GM tak lagi meng-SMS, hubungan SMS itu pun
terputus hingga SMS balasan dari saya tersebut.
Siang itu, di Republika sendiri saya akhirnya tak jadi
membawa usulan untuk menulis soal temuan itu di rapat.
Sebelum rapat, beberapa kawan menyatakan sesuatu yang
membuat saya tahu diri. Tak mungkin kami menulis hal
itu. Rapat pun berjalan tanpa sekalipun membicarakan
soal tersebut.
Rabu, 29 Agustus
Siang itu, saat bertemu Alfian di satu warung makan,
Alfian terlibat pembicaraan telepon dengan Mardiyah,
wartawan Tempo. Karena terdengar berkepentingan, saya
akhirnya terlibat pembicaraan telepon dengan Mardiyah,
via seluler Alfian. Saya katakan, kalau perlu
salinannya, silakan ambil di Buncit.
Sore itu, ke kantor datang seorang kurir dari Tempo
untuk mengambil salinan transkripsi SMS Metta. Sore
itu pun Budi Setyarso—rekan Tempo yang sedang bertugas
di majalah—menelepon, dan sebagaimana Mardiyah, minta
salinan. Karena masih tersisa satu, saya katakan
datang saja ke Republika. Namun karena Budi baru bisa
datang saat saya perkirakan pekerjaan saya sudah
kelar, saya titipkan salinan itu di resepsionis.
Beres kerja, saya kontak Alfian Hamzah di kantornya di
Tebet. Saat Alfian bilang Farid ada di tempat, saya
katakan akan datang. Farid bahkan minta saya datang,
setelah kemudian saya kontak langsung dengan dia.
Dalam perjalanan ke Tebet, Setiyardi mengontak seluler
saya. Saya katakan, saya akan ke Farid, ke Tebet. “Ya
udah, aku nyusul,” kata Setiyardi.
Setiyardi sendiri datang hanya bertenggang sekitar
lima menit dari kedatangan saya di kantor Pena
Indonesia. Segera saja saya, Alfian, Setiyardi dan
Farid terlibat obrolan seputar SMS Metta. Farid
sendiri, meski saat itu belum mengambil konklusi
apapun--sangat peduli dengan persoalan tersebut.
Sebagai tambahan, ia juga khawatir dengan fakta
penyadapan SMS itu. Jujur saja, sebagai pengguna hp,
saya juga khawatir. Persoalannya, dalam urusan
kepedulian kami akan Tempo, itu menjadi soal lain.
Belum lagi diskusi berjalan setengah jam, datang SMS
yang memberitahukan istri saya pingsan dan dibawa ke
RS Mitra Keluarga Bekasi Timur. Saya segera minta diri
pulang. Karena diskusi sendiri masih hangat, wajar
bila Setiyardi tetap di tempat.
Kamis, 30 Agustus
Sejak hari itu saya sudah berada di Bandung untuk ikut
pelatihan Bank Mandiri, hingga Sabtu 1 September.
Tugas dari pimpinan. Siang itu saya menerima telepon
dari S Malela Mahargasarie, salah seorang direktur
Tempo. Ybs minta salinan dokumen tersebut. Saya
katakan, buat apa minta ke saya, toh sudah ada dua
orang Tempo yang punya.
Ternyata, permintaan itu tampaknya hanya entry point
untuk masuk kepada hal pokok, menuding saya sebagai
penyebar salinan tersebut ke media-media massa. Saya
katakan,” Betul Mas, bila yang dimaksud media itu
adalah Tempo. Saya memberikan salinan itu kepada dua
orang Tempo, Mardiyah dan Budi Setyarso.” Telepon
putus setelah basa-basi yang lupa saya ingat.
Setelah 30 Agustus
Persoalannya, setelah itu saya mendengar, dari
beberapa teman yang menelepon, masalah kemudian
merembet berbagai hal. Ada cerita bahwa saya dan
Setiyardi mendapat uang sekian miliar dari RGM untuk
memblow-up kasus itu. Kabar lain menyatakan saya
melakukan roadshow, mendatangi berbagai media massa
dan berkampanye untuk meminta menulis soal tersebut.
Dan sebagainya dan lain-lain.
Saya juga beberapa kali mendapatkan telepon dari
beberapa teman Tempo. Mereka bertanya soal diskusi
yang diadakan teman saya Setiyardi berkaitan dengan
kasus tersebut. Saya jawab sejujurnya, saya tidak tahu
dan tidak terlibat. Tetapi sebagaimana biasa, saya
terlanjur mendapatkan cap, sehingga tampaknya, apapun
yang saya katakan, tidak bisa teman-teman Tempo
percayai.
Sadar akan hal itu, saya kemudian berazam untuk tidak
melayani permintaan wawancara oleh Tempo,--sesuatu
yang saya prediksi akan dilakukan melihat betapa
aktifnya Tempo menulis kasus tersebut, hari demi hari.
Jujur, saya takut pernyataan saya hanya menjadi
justifikasi atas sesuatu yang masih diperlukan Tempo
untuk melibatkan saya dalam kasus ini.
Benar saja, Senin (17/9) malam lalu, saya dihubungi
seorang wartawan Koran Tempo, mengaku bernama Yoga.
Dia langsung bertanya, dari siapa saya mendapatkan
salinan transkripsi SMS tersebut. Saya tanya, apakah
ini wawancara? Bila ya, saya tidak akan menjawab. Saya
baru melayani pertanyaan Yoga saat ia menyatakan hanya
ingin ngobrol. Saya pikir, satu dua kesalahan—paling
tidak di mata saya-- tidak harus membuat saya
kehilangan kepercayaan terhadap Tempo dan awaknya.
Saya layani Yoga, adik angkatan saya tersebut ngobrol.
Tidak lama, karena saya pun tengah mengerjakan halaman
tambahan sebab sakitnya teman di Republika. Ketika dia
bertanya lebih jauh, saya katakan, “Hubungi saja
Setiyardi. Mungkin ia tahu lebih banyak.” Benar
ucapan Yoga bisa saya pegang karena esoknya obrolan
kami itu tidak diterbitkan.
Kalau tidak salah, dua hari kemudian, Rabu (19/9),
saya dihubungi rekan Tempo yang lain, Eni Saeni.
Karena Eni minta wawancara, saya kembali tegaskan
penolakan saya. Baru ketika Eni pun menyatakan hanya
obrolan antarteman, saya layani. Rasanya, dalam
keterbatasan waktu untuk bertemu, alangkah kejinya
kalau silaturahmi via telepon pun harus ditolak, bila
memang ada waktu. Sebagaimana kepercayaan saya kepada
ybs, Eni pun tidak menurunkan tulisan itu esok
paginya.
Saya baru dengan tegas menutup telepon ketika Jumat
(21/9) siang dihubungi Adek Media Roza, rekan Koran
Tempo yang lain. Adek terus terang minta wawancara,
dan saya pun telah merasa cukup bila kembali harus
ngobrol soal itu. Jadi ketika Adek terus mendesak
saya, dengan berat hati saya kemudian mematikan hand
pone.
Tak ada wawancara, hingga kemudian Sabtu (22/9) pagi
itu muncul kutipan saya di Koran Tempo. Satu hal yang
tidak membuat apapun pada diri saya,--paling tidak
hingga Senin (24/9) pagi ini, kecuali menghela nafas.
Ya apa lagi, kecuali memaafkan.
Satu hal saja ingin saya tekankan pada pernyataan saya
ini, saya menolak tudingan sebagai penyebar salinan
transkripsi SMS Metta, sebagaimana tampaknya sangat
diyakini Tempo.
Karena beranjak dari kepedulian saya akan Tempo,
almamater tempat saya “menjadi” wartawan, kepedulian
itu tentu harus saya kubur di dasar hati saya,
manakala respons Tempo terhadap apa yang saya lakukan
itu justru sebuah tudingan. Satu hal yang saya
simpulkan dari pembicaraan telepon dengan Mas Malela.
Tiada hak saya untuk memaksa Tempo menjadikan kasus
ini masalah internal mereka, bila memang mereka tidak
menganggap ada masalah.
Saya merasa telah cukup dengan memberitahu Mas GM dan
memberikan salinan itu kepada dua orang awak Tempo.
Selebihnya bagi saya, biarlah Tempo sendiri yang
mengurusnya.
Demikian, karena waktu shahur pun kian dekat.
Jakarta, 24 September 2007
Darmawan Sepriyossa
----
From : Jaka ekalaya
pernyataan tertulis, meski sejak tiga pekan terakhir
nama saya selalu disebut-sebut dan dikaitkan dengan
beredarnya salinan transkripsi percakapan pesan pendek
(SMS) dari dan kepada telepon seluler wartawan Tempo,
Metta Dharma Saputra.
Selain pengkaitan itu masih sebatas rumors,
desas-desus, yang membuat saya sukar mengalamatkan
kepada pihak mana klarifikasi harus saya tujukan,
secara psikologis aneka rumors itu belum membawa
pengaruh pada diri saya.
Hingga Sabtu pagi (22/9) lalu, ketika banyak teman
meng-SMS dan meminta saya membaca Koran Tempo edisi
hari itu. Pada sebuah halaman, tertulis berita yang
mengindikasikan bahwa Koran Tempo menuding saya
terlibat sebagai apa yang mereka yakini ‘penyebar
salinan hasil penyadapan SMS dari telepon seluler
Metta’. Sejak itulah saya merasa harus membuat
klarifikasi, agar berbagai pihak yang peduli dan
menginginkan kejelasan persoalan ini, terutama yang
berkaitan dengan diri saya, menjadi tahu duduk perkara
yang sebenarnya.
Izinkan saya merunut kembali peristiwa ini, dan
keterlibatan saya di dalamnya.
1. Ahad, 26 Agustus 2007,
Saat membuka internet di rumah (Ahad itu saya libur)
pada situs Antara saya menemukan berita berjudul
“Pengusaha Besar Disinyalir ‘Backing’ Pembobol Asian
Agri.” Pada berita yang turun menjelang magrib itu,
antara lain tertulis, polisi menengarai dugaan adanya
konspirasi dalam pemberitaan di sebuah media cetak
nasional. Polisi menduga konspirasi tersebut terjalin
antara seorang pengusaha nasional dengan seorang
wartawan media cetak nasional berinisial “M” untuk
mendukung Vincent, sumbernya, dan terpidana dalam
kasus pembobolan Asian Agri. Disinyalir, dukungan
tersebut diberikan melalui wartawan M tersebut, yang
dalam tulisan itu disebutkan akan segera dipanggil
Polda Metro Jaya.
Tidak hanya itu, Antara juga menulis bahwa penyidik
menyebutkan, sang pengusaha (ditulis “E” oleh Antara)
telah memberikan dana sebesar Rp 70 juta kepada
terpidana Vincent melalui wartawan media cetak
nasional tersebut.
Sampai di sini, sensitivitas saya sebagai wartawan pun
muncul. Siapa “M”? Di media cetak nasional mana ia
bernaung selama ini? Meski ada banyak hal yang belum
ditulis dalam berita Antara tersebut, ada pertanyaan
besar yang secara refleks muncul pada diri saya,
tidakkah sang wartawan—sebelum ia bisa tuntas
menjelaskan persoalannya—layak dicurigai telah
melanggar etika jurnalistik?
1. Senin 27 Agustus.
Siang itu, sebelum masuk kerja, saya mendatangi rekan
saya sesama alumnus Tempo, Setiyardi Negara, di
kantornya di bilangan Mampang Prapatan, Jaksel.
Selain hubungan pertemanan yang telah terjalin lama
sejak sama-sama masuk Majalah Tempo pada 1998, saya
pun punya utang tulisan untuk mengisi satu kolom di
69++, majalah gaya hidup gratis yang dikelola
Setiyardi. Tidak hanya saya, beberapa alumnus, bahkan
teman yang masih aktif di Tempo sendiri, sering
membantu mengisi halaman secara gratis.
Kami tahu Setiyardi masih merintis majalahnya itu.
Kami pikir alangkah baiknya kalau bisa membantu.
Minimal, Setiyardi tidak harus mengeluarkan dana lebih
banyak lagi untuk membayar honor penulis, dan bisa
menggunakan dana lebih efektif. Bayar gaji karyawan
tepat waktu, misalnya.
Saat itulah, saya tahu bahwa “M" yang ditulis Antara
adalah Metta Dharma Saputra, rekan kami di Tempo. Saya
tahu dari obrolan dengan Setiyardi, yang menceritakan
hal tersebut dengan penuh peduli. Hal yang sama
kemudian saya alami.
Mengapa? Jujur harus saya akui, sejak bergabung dengan
Majalah Tempo pada 1998, saya merasa mendapat banyak
hal. Sejak bergabung, Tempo tidak saja telah menafkahi
saya dan keluarga dari hasil keringat saya mengejar
sumber, menggali berita dan menuliskannya. Lebih dari
itu, kebanggaan akan profesi, pengetahuan dasar
menggali berita, mewawancarai nara sumber, dan cara
menulis serta kiat-kiatnya, juga saya dapatkan dari
Tempo.
Adapun saya kemudian memutuskan keluar dari Majalah
Tempo, itu sama sekali tidak menghalangi rasa cinta
dan kebanggaan saya sebagai bagian dari keluarga
alumni. Hingga sebelum maraknya masalah ini di Tempo,
secara berkala saya masih sering datang ke kantor
Majalah Tempo, Jalan Proklamasi 72 Jakarta. Biasanya
pada malam Sabtu, saat deadline.
Kalau sedang ada rejeki, kami biasanya keluar
kantor,--paling ke TIM, sekadar cari minum atau
makanan kecil. Bila kebetulan bokek, kami puas hanya
mengobrol di Proklamasi, hingga tulisan teman-teman
kelar. Kebetulan, seorang rekan Tempo tinggal di
wilayah Bekasi, sebagaimana halnya saya. Kami bisa
pulang bersama dan urunan ongkos taksi, biasanya.
“M” sebagai Metta juga kami ketahui dari copy surat
pemanggilan polisi terhadap ybs. Saat itu pula kami
berdua tercengang membaca salinan SMS Metta. Saya
tidak bertanya darimana Setiyardi mendapatkan salinan
tersebut. Selama enam tahun di Majalah Tempo, saya
mengenal Setiyardi sebagai rekan satu angkatan yang
ulet, tekun, punya loby yang bagus atas banyak nara
sumber. Saya masih ingat, saat tahun 2000, diantara
kawan seangkatan, Setiyardilah yang gajinya naik
paling tinggi. Semua memang berhubungan dengan
kemampuan dan loby dia. Jadi, ketika ia memiliki
salinan itu, saya merasa wajar-wajar saja.
Apalagi, wartawan,--bahkan wartawan malas
sekalipun—bukan tidak mungkin sekali waktu dapat
‘bocoran’ hanya gara-gara sedang beruntung alias hoky
semata.
Namun siang itu saya tidak berusaha mendapatkan copy
salinan transkripsi SMS tersebut.
Setiba di kantor, beberapa teman Republika juga
ternyata ramai membincangkan hal itu. Akhirnya saya
katakan, saya ada teman yang punya salinan transkripsi
tersebut. “Besok saya bawa,” kata saya. Malam itu,
sepulang kerja saya menyempatkan waktu datang kembali
ke Mampang dan mengambil copy salinan transkripsi SMS
Metta tersebut.
Malam itu, berbesar hati dengan temuan tersebut saya
menelepon atasan saya, Wapemred Republika, Mas
Nasihin. Inginnya saya minta kavling untuk menulis hal
itu kepada Redpel saya, Mas Aris Hilman. Bagi saya
saat itu, masalah tersebut sangat seksi untuk ditulis.
Persoalannya, karena biasanya Mas Aris sukar dikontak,
Mas Nasihinlah yang saya telepon.
Hanya karena saat itu ybs tengah mengendarai mobil di
jalan tol, obrolan juga tidak jelas. Selain bising,
hubungan telepon juga sempat terputus. Hubungan
telepon terhenti, bahkan mungkin saja tanpa Mas
Nasihin bisa sepenuhnya mencerna apa yang saya
utarakan.
3. Selasa, 28 Agustus.
Pagi itu, saat membuka situs Detik.com, saya menemukan
bahwa Detik sudah menulis persoalan tersebut lebih
jauh lagi, malam sebelumnya (Senin malam, sekitar
pukul 21.00). Pada berita berjudul “Polda Metro Masih
Tunggu Saksi Pembobol Asian Agri”, bahkan sudah tidak
ada lagi inisial “M”, melainkan sudah tertera jelas
Metta Dharma Saputra.
Pagi itu pula saya mengirimkan SMS kepada pendiri
Tempo, Goenawan Mohammad (GM). Isinya, saya bertanya
apakah GM telah memiliki atau setidaknya membaca
salinan transkripsi SMS yang melibatkan Metta
tersebut.
Mengapa GM, bukan Bambang Harimurty ataupun Toriq
Hadad yang masih menjabat di jajaran direksi Tempo?
Enam tahun di Proklamasi meyakinkan saya bahwa GM-lah
orang Tempo yang paling peduli soal etika pers. GM,
bukan yang lain! (Jadi kayak iklan Indovision…).
Mungkin karena kesibukan, GM tidak segera membalas SMS
saya.
Saat itu pun saya menelepon Alfian Hamzah, rekan saya
di Pena Indonesia. Selain teman korespondensi sejak
lama, Alfian juga jembatan paling cepat ke Farid
Gaban—salah seorang mentor dan mantan atasan saya di
Tempo--yang sukar dihubungi via telepon. Saya merasa
berkepentingan meminta saran dan pandangan Farid soal
itu. Dengan Alfian, kami akhirnya sepakat bertemu,
hari berikutnya.
Sorenya, pukul 17.07.35 WIB (masih tercatat di hp
saya), GM membalas SMS saya. “Saya belum tahu
perkaranya, Dhar. Ada apa?” Saya balas bahwa ada
kutipan SMS Metta yang membuat saya shock. Waktu itu
saya tidak sempat menjelaskan apa saja kutipan SMS
tersebut. Hanya saya sempat menulis soal kemungkinan
adanya persoalan pelanggaran etika.
Saya ingin menelepon GM sebetulnya. Hanya sejak dua
hari sebelumnya operator telepon yang saya pakai
memberi tahu bahwa kredit limit pulsa saya mepet.
Karena GM tak lagi meng-SMS, hubungan SMS itu pun
terputus hingga SMS balasan dari saya tersebut.
Siang itu, di Republika sendiri saya akhirnya tak jadi
membawa usulan untuk menulis soal temuan itu di rapat.
Sebelum rapat, beberapa kawan menyatakan sesuatu yang
membuat saya tahu diri. Tak mungkin kami menulis hal
itu. Rapat pun berjalan tanpa sekalipun membicarakan
soal tersebut.
Rabu, 29 Agustus
Siang itu, saat bertemu Alfian di satu warung makan,
Alfian terlibat pembicaraan telepon dengan Mardiyah,
wartawan Tempo. Karena terdengar berkepentingan, saya
akhirnya terlibat pembicaraan telepon dengan Mardiyah,
via seluler Alfian. Saya katakan, kalau perlu
salinannya, silakan ambil di Buncit.
Sore itu, ke kantor datang seorang kurir dari Tempo
untuk mengambil salinan transkripsi SMS Metta. Sore
itu pun Budi Setyarso—rekan Tempo yang sedang bertugas
di majalah—menelepon, dan sebagaimana Mardiyah, minta
salinan. Karena masih tersisa satu, saya katakan
datang saja ke Republika. Namun karena Budi baru bisa
datang saat saya perkirakan pekerjaan saya sudah
kelar, saya titipkan salinan itu di resepsionis.
Beres kerja, saya kontak Alfian Hamzah di kantornya di
Tebet. Saat Alfian bilang Farid ada di tempat, saya
katakan akan datang. Farid bahkan minta saya datang,
setelah kemudian saya kontak langsung dengan dia.
Dalam perjalanan ke Tebet, Setiyardi mengontak seluler
saya. Saya katakan, saya akan ke Farid, ke Tebet. “Ya
udah, aku nyusul,” kata Setiyardi.
Setiyardi sendiri datang hanya bertenggang sekitar
lima menit dari kedatangan saya di kantor Pena
Indonesia. Segera saja saya, Alfian, Setiyardi dan
Farid terlibat obrolan seputar SMS Metta. Farid
sendiri, meski saat itu belum mengambil konklusi
apapun--sangat peduli dengan persoalan tersebut.
Sebagai tambahan, ia juga khawatir dengan fakta
penyadapan SMS itu. Jujur saja, sebagai pengguna hp,
saya juga khawatir. Persoalannya, dalam urusan
kepedulian kami akan Tempo, itu menjadi soal lain.
Belum lagi diskusi berjalan setengah jam, datang SMS
yang memberitahukan istri saya pingsan dan dibawa ke
RS Mitra Keluarga Bekasi Timur. Saya segera minta diri
pulang. Karena diskusi sendiri masih hangat, wajar
bila Setiyardi tetap di tempat.
Kamis, 30 Agustus
Sejak hari itu saya sudah berada di Bandung untuk ikut
pelatihan Bank Mandiri, hingga Sabtu 1 September.
Tugas dari pimpinan. Siang itu saya menerima telepon
dari S Malela Mahargasarie, salah seorang direktur
Tempo. Ybs minta salinan dokumen tersebut. Saya
katakan, buat apa minta ke saya, toh sudah ada dua
orang Tempo yang punya.
Ternyata, permintaan itu tampaknya hanya entry point
untuk masuk kepada hal pokok, menuding saya sebagai
penyebar salinan tersebut ke media-media massa. Saya
katakan,” Betul Mas, bila yang dimaksud media itu
adalah Tempo. Saya memberikan salinan itu kepada dua
orang Tempo, Mardiyah dan Budi Setyarso.” Telepon
putus setelah basa-basi yang lupa saya ingat.
Setelah 30 Agustus
Persoalannya, setelah itu saya mendengar, dari
beberapa teman yang menelepon, masalah kemudian
merembet berbagai hal. Ada cerita bahwa saya dan
Setiyardi mendapat uang sekian miliar dari RGM untuk
memblow-up kasus itu. Kabar lain menyatakan saya
melakukan roadshow, mendatangi berbagai media massa
dan berkampanye untuk meminta menulis soal tersebut.
Dan sebagainya dan lain-lain.
Saya juga beberapa kali mendapatkan telepon dari
beberapa teman Tempo. Mereka bertanya soal diskusi
yang diadakan teman saya Setiyardi berkaitan dengan
kasus tersebut. Saya jawab sejujurnya, saya tidak tahu
dan tidak terlibat. Tetapi sebagaimana biasa, saya
terlanjur mendapatkan cap, sehingga tampaknya, apapun
yang saya katakan, tidak bisa teman-teman Tempo
percayai.
Sadar akan hal itu, saya kemudian berazam untuk tidak
melayani permintaan wawancara oleh Tempo,--sesuatu
yang saya prediksi akan dilakukan melihat betapa
aktifnya Tempo menulis kasus tersebut, hari demi hari.
Jujur, saya takut pernyataan saya hanya menjadi
justifikasi atas sesuatu yang masih diperlukan Tempo
untuk melibatkan saya dalam kasus ini.
Benar saja, Senin (17/9) malam lalu, saya dihubungi
seorang wartawan Koran Tempo, mengaku bernama Yoga.
Dia langsung bertanya, dari siapa saya mendapatkan
salinan transkripsi SMS tersebut. Saya tanya, apakah
ini wawancara? Bila ya, saya tidak akan menjawab. Saya
baru melayani pertanyaan Yoga saat ia menyatakan hanya
ingin ngobrol. Saya pikir, satu dua kesalahan—paling
tidak di mata saya-- tidak harus membuat saya
kehilangan kepercayaan terhadap Tempo dan awaknya.
Saya layani Yoga, adik angkatan saya tersebut ngobrol.
Tidak lama, karena saya pun tengah mengerjakan halaman
tambahan sebab sakitnya teman di Republika. Ketika dia
bertanya lebih jauh, saya katakan, “Hubungi saja
Setiyardi. Mungkin ia tahu lebih banyak.” Benar
ucapan Yoga bisa saya pegang karena esoknya obrolan
kami itu tidak diterbitkan.
Kalau tidak salah, dua hari kemudian, Rabu (19/9),
saya dihubungi rekan Tempo yang lain, Eni Saeni.
Karena Eni minta wawancara, saya kembali tegaskan
penolakan saya. Baru ketika Eni pun menyatakan hanya
obrolan antarteman, saya layani. Rasanya, dalam
keterbatasan waktu untuk bertemu, alangkah kejinya
kalau silaturahmi via telepon pun harus ditolak, bila
memang ada waktu. Sebagaimana kepercayaan saya kepada
ybs, Eni pun tidak menurunkan tulisan itu esok
paginya.
Saya baru dengan tegas menutup telepon ketika Jumat
(21/9) siang dihubungi Adek Media Roza, rekan Koran
Tempo yang lain. Adek terus terang minta wawancara,
dan saya pun telah merasa cukup bila kembali harus
ngobrol soal itu. Jadi ketika Adek terus mendesak
saya, dengan berat hati saya kemudian mematikan hand
pone.
Tak ada wawancara, hingga kemudian Sabtu (22/9) pagi
itu muncul kutipan saya di Koran Tempo. Satu hal yang
tidak membuat apapun pada diri saya,--paling tidak
hingga Senin (24/9) pagi ini, kecuali menghela nafas.
Ya apa lagi, kecuali memaafkan.
Satu hal saja ingin saya tekankan pada pernyataan saya
ini, saya menolak tudingan sebagai penyebar salinan
transkripsi SMS Metta, sebagaimana tampaknya sangat
diyakini Tempo.
Karena beranjak dari kepedulian saya akan Tempo,
almamater tempat saya “menjadi” wartawan, kepedulian
itu tentu harus saya kubur di dasar hati saya,
manakala respons Tempo terhadap apa yang saya lakukan
itu justru sebuah tudingan. Satu hal yang saya
simpulkan dari pembicaraan telepon dengan Mas Malela.
Tiada hak saya untuk memaksa Tempo menjadikan kasus
ini masalah internal mereka, bila memang mereka tidak
menganggap ada masalah.
Saya merasa telah cukup dengan memberitahu Mas GM dan
memberikan salinan itu kepada dua orang awak Tempo.
Selebihnya bagi saya, biarlah Tempo sendiri yang
mengurusnya.
Demikian, karena waktu shahur pun kian dekat.
Jakarta, 24 September 2007
Darmawan Sepriyossa
----
From : Jaka ekalaya
Nonton Film "Djakarta 1966" di TIM
Catatan: Ikranagara
Akhirnya saya berhasil menyaksikan versi final untuk pasar film
berjudul "Dajakarta 1966" itu di TIM. Film ini diproduksi tahun 1982
oleh Perusahaan film Negara (PFN) kita, di masa Soeharto berkuasa,
tapi juga kemudian diban dari peredaran oleh pemerintah sendiri.
Saya pun mengira film ini sudah wassalam menjadi abu atau sampah
yang tak terurus. Tapi rupanya Kineflorum berhasil meminjamnya dan
menggelarnya selama seminggu di Ta,man ismail Marzuki.
Dibandingkan dengan yang sudah saya saksikan beberapa tahun yang
lalu itu, maka versi untuk pasar ini menurut saya menjadi
komunikatif, artinya mudah dicerna.
Tentu saya tidak menulis tentang film itu dalam kaitan dengan mjutu
artistyiknya. Itu urusan kritikus film. Bukan urusan saya.
Izinkanlah saya di sini memaparkan bagaimana tangkapan saya atas
film karya Arifien C. Noer yang satu ini.
Seperti juga yang dahulu saya saksikan, maka film ini dibuka
bagaikan adegan wayangan, dialog antara dua tokoh cerita tentang
posisi masing-masing. dan gambarnya memang banyak bagian-bagian yang
secara visual mendekati siluet sehingga menyebabkan saya teringat
kepada pertunjjukan wayang kulit. Dan seperti halnya wayang kulit,
keduanya memaparkan posisi masing-masing, sambil juga mengintroduksi
karakter kedua tokoh cerita yang sedang berdialog itu. Masing-masing
piunya posisi sendiri, yang saling berbeda, bahkan saling
bertentangan. Singkatnya: Soekarno (diperankan oleh Umar Kayam)
berada di kubu Kiri, sedangkan Soeharto (diperankan oleh Amoroso
Katamsi) di Kubu Kanan.
Urusan Kanan dan Kiri ini tentulah memerlukan referensi [percaturan
politik zaman itu, yaitu Zaman Perang Dingin, antara Amerika Serikat
cs dan dan Uni Soviet cs. Yang di Indonesia tentulah punya konotasi
khusus, dan di dalam film ini makna yang Indonesiawi inilah yang
diungkapkan: Soekarno menghendaki PKI dipertahankan demi konsep
Nasakom dalam "Ajaran Bung Karno" yang sudah diungkapkan dalam
sebuah kesempatan berpidato di forum internasional PBB. Soeharto
diposisikan sebagai yang mentang hal ini, dan menghendaki agar PKI
dibubarkan, karena PKI tidak sejalan dengan Pancaslia, yakni dengan
mengutip pernyataan Ketua CC PKI DN Aidit yang menyatakan Pancasila
hanyalah sekedar alat pemersatu bangsa belaka, bukan filsafat
kebudayaan dan bukan pula konsep dasar bagi kehidupan sosial,
ekonomi dan politik. Namun demikian, Soekarno merasa yakin akan "mem-
Pancasila-kan" PKI, sedangkan Soeharto tidak percaya itu bisa
dilakukan, karenannya tetap menuntut agar PKI dan ajaran
Komunismenya dinyatakan bubar dan terlarang.
Dialog antara Soekarno dan Soeharto sebagai kejadian/peristiwa tentu
saja merupakan realitas fiksi/seni, sejalan dengan pola representasi
dalam Simbolisme, dan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Dalang
Wayang Kulit, bukan? (Dan Arifien C. Noer yang menulis skenarion
(bersama Bur Rasuanto) dan juga sebagai sutradaranya, memang di
dalam Dunia Teater kita dikenal sebagai seniman teater yang
mempelopori (bersama Rendra) gewrakan "kembali ke akar budaya" dan
tidak lagi berkiblat kepada "seni modern Barat." Maka tidak heran
jika dalam filmnya ini tampak sekali betapa pola Wayang Kulit yang
tradisional itu telah diolahnya secara kreatif menjadi bagian dari
cara penyajian ide-idenya sebagai seniman.)
Jadi, apa yang diungkapkan oleh kedua tokoh ceritanya tadi (Soekarno
dan Soeharto) yang mengingaqtkan saya kepada Wayang Kulit itu,
adalah pandangan Arifien tentang garis besar yang membayangi
sepenggal sejarah negeri kita di Zaman Perang Dingin.
Adegan "sabetan" (=tarung, atau perang) sebagaimana yang menjadi
bagian yang mengasyikkan di layar wayangan Pak Dalang Wayang Kulit
pun tidak ketinggalan ditampilkan, yaitu berupa demonstrasi yang
digelar mahasiswa yang tergabung di dalam KAMI (yang paling menonjol
adalah panji-panji HMI) berhadapan dengan aparat keamanan terutama
pasukan pengawal istana Cakra Bhirawa. Setingnya selain jalan-jalan
raya, gedung-gedung pemerintah, juga yang terutama markas mahasiswa
KAMI di Fakultas Kedokteran di Salemba Raya itu. Dalam menampikannya
arifein selain menampilkan ksatria-ksatria berupa pemimpin gerakan
KAMI yang non-fiksi, juga menampilkan tokoh-tokoh fiktif antara lain
Barkah, hanif dan Laila. Sementara di kalangan mahasiswa yang
menjadi lawan KAMI, misalnya yang bernaung di dalam organisasi GMNI
onderbow PNI, juga ditampilkan. Nah, salah seorang tokoh yang
ditonjolkan dalam kisah Arifien ini adalah Tohid, yang saya perankan
dalam film ini. Meskipun fiktif, tetapi tetap ini berdasarkan fakta
nyata juga, sama halnya dengan tokpoh Soekarno dan Soeharto tadi.
Sudah tentu, sebagaimana halnya pola bercerita Pak Dalang Wayang
Kulit, selain Anda temukan adegan-adegan tegang, bahkan tragedi,
tidak lupa pula Arifien menampilkan garr-gerr a la Goro-goro
(sebagaimana yang ada di dalam Teater tradisional Jawa) atau
Bebadrigan (Teater tradisional Bali) itu. Maka adegan-padegan
menjadi sangat human jadinya.
Masih bisa ditambahkan lagi tokoh-tokoh lainnya yang punya posisi-
posisi lain, kalau mau ditelaah secara teliti. Tapi paling tidak
keempat tokoh mahasiwa fiktif itu, antara lain Barkah (Cok Simbara),
Hanif (Ahmad Nugraha), Laila (Ratna Riantiarno) dan Tohid
(Ikranagara) yang merupakan tokoh-tokoh yang menonjol dalam hal
masing-masing punya pandangan sendiri tentang makna sejarah yang
mereka ikut ambil bagian di dalamnya itu. Satu sama lain saling
berbeda, bahkan saling bertentangan.
Jadi, percaturan antara berbagai tokoh yang punya posisi yang saling
berbeda bahkan saling bertentangan satu sama lain yang diungkapkan
cukum imbang itu menjadi tumpuan lahirnya drama di dalam kisah
berjudul "Djakarta 1966" ini. Jadinya terkesan "peran utama" film
ini bukan hanya dua orang (peran utama pria dan wanita) saja,
sebagaimana biasanya, melainkan banyak! Dengan demikian kita akan
menangkap bukan hanya satu suara dari satu posisi belaka, melainkan
berupa beraneka ragam suara dari beberapa posisi. Dengan kata lain
inilah pola penyajian yang disebut sebagai "polyphony" dan tidak
lagi berupa "monophony." Maka logika yang berlaku pun sesuai dengan
konteks posisi-posisi yang berbeda-beda itu. Kebenaran menjadi
realitas yang plural.
Itulah yang saya tangkap dari paparan pandangan Arifien sebagai
seniman film dalam memandang sepenggal perjalanan sejarah kita yang
didominasi oleh gerakan mahasiswa di bawah langit berwarna kesumba
darah, langit Zaman Perang Dingin, di negeri kita.
Ada peristiwa sejarah yang mungkin bisa menjadi perdebatan, yakni
menyangkut kisah tentang lahirnya Super Semar. Tampaknya Arifien
tidak punya pandangan pribadi tentang hal ini. Peristiwa itu
ditampilkan dalam bentuk flash back dengan narasi yang diucapkan
oleh salah seorang jenderal (Jendral Basuki Rahmat, diperankan oleh
Rahmat Kartolo, itu?). Apakah kita masih memperdebatkannya atau
tidak lagi masalah ini, yang terang bagian ini justeru menampilkan
sebuah lagi suara, sehingga jumlah posisi yang ada di dalam keaneka-
ragaman polyphony itu bertambah jadinya!
Pola polyphony dalam bercerita ini sebenarnya bukan hal yang baru
bagi Arifien C. Noer, kalau kita perhatikan drama-dramanya. Bahkan
dramanya yang termashur berjudul "Mega-mega" itu sangat mudah
dijadikan sebagai salah satu contohnya.
Berkaitan dengan polyphony ini kita pun teringat kepada
film "Rashomon" karya Akira Kurosawa, bukan? Yang perlu dicatat
adalah juga karya Aleksandr Solzhenitsyn berjudul "One Day in the
Life of Ivan Denisovich" novel yang memenangkan Hadiah Nobel itu.
Selain itu, cara memperlakukan sejarah seperti itu untuk
mengekspresikan pandangan pribadi seniman dalam karya cipta seni,
Licentia Poetica, memang bukan cara yang baru, karena sudah
merupakan bagian dari hak kemerdekaan kreatif seniman yang sudah
dijamin di dalam deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Novel
sejarah karya Parternak ("Dokter Zhivago") maupun Pramudya ("Bumi
Manusia"), Steinbeck "Viva Zapata!" dan Tolstoy ("Hadji Murad"),
sekedar sedikit contohnya dari kazanah sastra.
Mungkinkah "Djakarta 1966" ini merupakan film terbaik yang lahir
dari seniman film Arifien C. Noer?
Ascott Jakarta, 2007
Akhirnya saya berhasil menyaksikan versi final untuk pasar film
berjudul "Dajakarta 1966" itu di TIM. Film ini diproduksi tahun 1982
oleh Perusahaan film Negara (PFN) kita, di masa Soeharto berkuasa,
tapi juga kemudian diban dari peredaran oleh pemerintah sendiri.
Saya pun mengira film ini sudah wassalam menjadi abu atau sampah
yang tak terurus. Tapi rupanya Kineflorum berhasil meminjamnya dan
menggelarnya selama seminggu di Ta,man ismail Marzuki.
Dibandingkan dengan yang sudah saya saksikan beberapa tahun yang
lalu itu, maka versi untuk pasar ini menurut saya menjadi
komunikatif, artinya mudah dicerna.
Tentu saya tidak menulis tentang film itu dalam kaitan dengan mjutu
artistyiknya. Itu urusan kritikus film. Bukan urusan saya.
Izinkanlah saya di sini memaparkan bagaimana tangkapan saya atas
film karya Arifien C. Noer yang satu ini.
Seperti juga yang dahulu saya saksikan, maka film ini dibuka
bagaikan adegan wayangan, dialog antara dua tokoh cerita tentang
posisi masing-masing. dan gambarnya memang banyak bagian-bagian yang
secara visual mendekati siluet sehingga menyebabkan saya teringat
kepada pertunjjukan wayang kulit. Dan seperti halnya wayang kulit,
keduanya memaparkan posisi masing-masing, sambil juga mengintroduksi
karakter kedua tokoh cerita yang sedang berdialog itu. Masing-masing
piunya posisi sendiri, yang saling berbeda, bahkan saling
bertentangan. Singkatnya: Soekarno (diperankan oleh Umar Kayam)
berada di kubu Kiri, sedangkan Soeharto (diperankan oleh Amoroso
Katamsi) di Kubu Kanan.
Urusan Kanan dan Kiri ini tentulah memerlukan referensi [percaturan
politik zaman itu, yaitu Zaman Perang Dingin, antara Amerika Serikat
cs dan dan Uni Soviet cs. Yang di Indonesia tentulah punya konotasi
khusus, dan di dalam film ini makna yang Indonesiawi inilah yang
diungkapkan: Soekarno menghendaki PKI dipertahankan demi konsep
Nasakom dalam "Ajaran Bung Karno" yang sudah diungkapkan dalam
sebuah kesempatan berpidato di forum internasional PBB. Soeharto
diposisikan sebagai yang mentang hal ini, dan menghendaki agar PKI
dibubarkan, karena PKI tidak sejalan dengan Pancaslia, yakni dengan
mengutip pernyataan Ketua CC PKI DN Aidit yang menyatakan Pancasila
hanyalah sekedar alat pemersatu bangsa belaka, bukan filsafat
kebudayaan dan bukan pula konsep dasar bagi kehidupan sosial,
ekonomi dan politik. Namun demikian, Soekarno merasa yakin akan "mem-
Pancasila-kan" PKI, sedangkan Soeharto tidak percaya itu bisa
dilakukan, karenannya tetap menuntut agar PKI dan ajaran
Komunismenya dinyatakan bubar dan terlarang.
Dialog antara Soekarno dan Soeharto sebagai kejadian/peristiwa tentu
saja merupakan realitas fiksi/seni, sejalan dengan pola representasi
dalam Simbolisme, dan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Dalang
Wayang Kulit, bukan? (Dan Arifien C. Noer yang menulis skenarion
(bersama Bur Rasuanto) dan juga sebagai sutradaranya, memang di
dalam Dunia Teater kita dikenal sebagai seniman teater yang
mempelopori (bersama Rendra) gewrakan "kembali ke akar budaya" dan
tidak lagi berkiblat kepada "seni modern Barat." Maka tidak heran
jika dalam filmnya ini tampak sekali betapa pola Wayang Kulit yang
tradisional itu telah diolahnya secara kreatif menjadi bagian dari
cara penyajian ide-idenya sebagai seniman.)
Jadi, apa yang diungkapkan oleh kedua tokoh ceritanya tadi (Soekarno
dan Soeharto) yang mengingaqtkan saya kepada Wayang Kulit itu,
adalah pandangan Arifien tentang garis besar yang membayangi
sepenggal sejarah negeri kita di Zaman Perang Dingin.
Adegan "sabetan" (=tarung, atau perang) sebagaimana yang menjadi
bagian yang mengasyikkan di layar wayangan Pak Dalang Wayang Kulit
pun tidak ketinggalan ditampilkan, yaitu berupa demonstrasi yang
digelar mahasiswa yang tergabung di dalam KAMI (yang paling menonjol
adalah panji-panji HMI) berhadapan dengan aparat keamanan terutama
pasukan pengawal istana Cakra Bhirawa. Setingnya selain jalan-jalan
raya, gedung-gedung pemerintah, juga yang terutama markas mahasiswa
KAMI di Fakultas Kedokteran di Salemba Raya itu. Dalam menampikannya
arifein selain menampilkan ksatria-ksatria berupa pemimpin gerakan
KAMI yang non-fiksi, juga menampilkan tokoh-tokoh fiktif antara lain
Barkah, hanif dan Laila. Sementara di kalangan mahasiswa yang
menjadi lawan KAMI, misalnya yang bernaung di dalam organisasi GMNI
onderbow PNI, juga ditampilkan. Nah, salah seorang tokoh yang
ditonjolkan dalam kisah Arifien ini adalah Tohid, yang saya perankan
dalam film ini. Meskipun fiktif, tetapi tetap ini berdasarkan fakta
nyata juga, sama halnya dengan tokpoh Soekarno dan Soeharto tadi.
Sudah tentu, sebagaimana halnya pola bercerita Pak Dalang Wayang
Kulit, selain Anda temukan adegan-adegan tegang, bahkan tragedi,
tidak lupa pula Arifien menampilkan garr-gerr a la Goro-goro
(sebagaimana yang ada di dalam Teater tradisional Jawa) atau
Bebadrigan (Teater tradisional Bali) itu. Maka adegan-padegan
menjadi sangat human jadinya.
Masih bisa ditambahkan lagi tokoh-tokoh lainnya yang punya posisi-
posisi lain, kalau mau ditelaah secara teliti. Tapi paling tidak
keempat tokoh mahasiwa fiktif itu, antara lain Barkah (Cok Simbara),
Hanif (Ahmad Nugraha), Laila (Ratna Riantiarno) dan Tohid
(Ikranagara) yang merupakan tokoh-tokoh yang menonjol dalam hal
masing-masing punya pandangan sendiri tentang makna sejarah yang
mereka ikut ambil bagian di dalamnya itu. Satu sama lain saling
berbeda, bahkan saling bertentangan.
Jadi, percaturan antara berbagai tokoh yang punya posisi yang saling
berbeda bahkan saling bertentangan satu sama lain yang diungkapkan
cukum imbang itu menjadi tumpuan lahirnya drama di dalam kisah
berjudul "Djakarta 1966" ini. Jadinya terkesan "peran utama" film
ini bukan hanya dua orang (peran utama pria dan wanita) saja,
sebagaimana biasanya, melainkan banyak! Dengan demikian kita akan
menangkap bukan hanya satu suara dari satu posisi belaka, melainkan
berupa beraneka ragam suara dari beberapa posisi. Dengan kata lain
inilah pola penyajian yang disebut sebagai "polyphony" dan tidak
lagi berupa "monophony." Maka logika yang berlaku pun sesuai dengan
konteks posisi-posisi yang berbeda-beda itu. Kebenaran menjadi
realitas yang plural.
Itulah yang saya tangkap dari paparan pandangan Arifien sebagai
seniman film dalam memandang sepenggal perjalanan sejarah kita yang
didominasi oleh gerakan mahasiswa di bawah langit berwarna kesumba
darah, langit Zaman Perang Dingin, di negeri kita.
Ada peristiwa sejarah yang mungkin bisa menjadi perdebatan, yakni
menyangkut kisah tentang lahirnya Super Semar. Tampaknya Arifien
tidak punya pandangan pribadi tentang hal ini. Peristiwa itu
ditampilkan dalam bentuk flash back dengan narasi yang diucapkan
oleh salah seorang jenderal (Jendral Basuki Rahmat, diperankan oleh
Rahmat Kartolo, itu?). Apakah kita masih memperdebatkannya atau
tidak lagi masalah ini, yang terang bagian ini justeru menampilkan
sebuah lagi suara, sehingga jumlah posisi yang ada di dalam keaneka-
ragaman polyphony itu bertambah jadinya!
Pola polyphony dalam bercerita ini sebenarnya bukan hal yang baru
bagi Arifien C. Noer, kalau kita perhatikan drama-dramanya. Bahkan
dramanya yang termashur berjudul "Mega-mega" itu sangat mudah
dijadikan sebagai salah satu contohnya.
Berkaitan dengan polyphony ini kita pun teringat kepada
film "Rashomon" karya Akira Kurosawa, bukan? Yang perlu dicatat
adalah juga karya Aleksandr Solzhenitsyn berjudul "One Day in the
Life of Ivan Denisovich" novel yang memenangkan Hadiah Nobel itu.
Selain itu, cara memperlakukan sejarah seperti itu untuk
mengekspresikan pandangan pribadi seniman dalam karya cipta seni,
Licentia Poetica, memang bukan cara yang baru, karena sudah
merupakan bagian dari hak kemerdekaan kreatif seniman yang sudah
dijamin di dalam deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Novel
sejarah karya Parternak ("Dokter Zhivago") maupun Pramudya ("Bumi
Manusia"), Steinbeck "Viva Zapata!" dan Tolstoy ("Hadji Murad"),
sekedar sedikit contohnya dari kazanah sastra.
Mungkinkah "Djakarta 1966" ini merupakan film terbaik yang lahir
dari seniman film Arifien C. Noer?
Ascott Jakarta, 2007
Monday, September 24, 2007
Tentang Memubazirkan Energi Listrik
MALL
- CATATAN PINGGIR-
Goenawan Mohammad
Majalah Tempo Edisi. 10/XXXIIIIIII/ 07 - 13 Mei 2007.
Jika anda berdiri di salah satu sudut Senayan City , anda akan tahu
bagaimana malam berubah sebagaimana juga dunia berubah. Di ruangan yang
luas dan disejukkan pengatur udara, cahaya listrik tak pernah putus. Iklan
dalam gambar senantiasa bergerak, bunyi musik menyusup lewat ratusan iPod
ke bagian diri yang paling privat, dan lorong-lorong longgar itu memajang
bermeter-meter etalase dengan busana dan boga. Sepuluh, bukan, lima tahun
yang lalu, malam tidak seperti ini. Juga dunia, juga kenikmatan dan
kegawatannya.
Hari itu saya duduk minum kopi di salah satu kafe di salah satu mall di
Jakarta, dan tiba-tiba saya merasa bodoh: saya tak tahu berapa
mega-kilowatt listrik dikerahk an untuk membangun kenikmatan yang tersaji
buat saya hari itu. Saya merasa bodoh, ketika saya ingat, pada suatu hari
di Tokyo, di tepi jalan yang meriah di Ginza, teman
saya, seorang arsitek Jepang, menunjukkan kepada saya mesin jajanan yang
menawarkan Coca-Cola dan kripik kentang. "Tahukah Tuan," tanyanya, "jumlah
tenaga listrik yang dipakai oleh mesin jenis ini di seluruh Jepang?
Saya menggeleng, dan ia menjawab, Jumlahnya lebih besar ketimbang jumlah
tenaga listrik yang tersedia buat seluruh Bangladesh.
Ia berbicara tentang ketimpangan, tentu. Ia ingin saya membayangkan
rumah-rumah sakit yang harus menyelamatkan nyawa manusia di sebuah negeri
miskin yang ternyata tak punya daya sebanyak 10 buah mesin
jajanan di negeri kaya mesin yang menawarkan sesuatu yang sebetulnya tak
perlu bagi hidup manusia.
Saya merasa bodoh, mungkin juga merasa salah. Seandainya bisa saya hitung
berapa kilowatt energi yang ditelan oleh sebuah mall di Jakarta, di ma na
saya duduk minum kopi dengan tenang, mungkin saya akan tahu seberapa
timpang jumlah itu dibandingkan dengan seluruh tenaga listrik buat sebuah
kabupaten nun di pedalaman Flores .
Tapi tak hanya itu sebenarnya. Kini banyak orang tahu, ketimpangan seperti
itu hanya satu fakta yang gawat dan menyakitkan. Ada fakta lain: kelak ada
sesuatu yang justru tak timpang, sesuatu yang sama: sakit dan kematian.
Konsumsi energi berbeda jauh antara di kalangan yang kaya dan kalangan
miskin, tapi bumi yang dikuras adalah bumi yang satu, dan ozon yang rusak
karena polusi ada di atas bumi yang satu, dengan akibat yang juga mengenai
tubuh siapa saja termasuk mereka yang tak pernah minum kopi dalam mall, di
sudut miskin di Flores atau Bangladesh, orang-orang yang justru tak ikut
mengotori cuaca dan mengubah iklim dunia.
Dengan kata lain, tak ada pemerataan kenikmatan dan keserakahan, tapi ada
pemerataan dalam hal penyakit kanker kulit yang akan menyerang dan air
laut yang menelan pulau ketika bumi memanas dan kutub mencair. Orang India
, yang rata-rata hanya mengkonsumsi energi 0,5 kW, akan mengalami bencana
yang sama dengan orang Amerika, yang rata-rata menghabisi 11,4 kW.
"Saya tak lagi berpikir tentang keadilan dunia," kata teman Jepang itu
pula, "terlalu sulit, terlalu sulit."
Beberapa tahun kemudian ia meninggalkan negerinya. Saya dengar ia hidup di
sebuah dusun di negeri di Amerika Latin, membuat sebuah usaha kecil dengan
mengajak penduduk menghasilkan sabun yang bukan jenis detergen, mencoba
menanam sayuran organik sehingga tak banyak bahan kimia yang ditelan dan
dimuntahkan. Tapi kata-katanya masih terngiang-ngiang, "terlalu sulit,
terlalu sulit."
Mungkin memang terlalu sulit untuk menyelamatkan dunia. Saya baca hitungan
itu: dalam catatan tahun 2002, emisi karbon dioksida dari seluruh Amerika
Serikat mencapai 24% lebih dari seluruh emisi di dunia, sedangkan dari
Vanuatu hanya 0,1%, tapi naiknya permukaan laut di masa depan akibat
cairnya es di kutub utara mungkin akan menenggelamkan negeri di Lautan
Teduh itu dan tak menenggelamkan Amerika.
Ingin benar saya tak memikirkan ketidakadilan dunia, tapi manusia juga
menghadapi ketidakadilan antargenerasi. Mereka yang kini berumur di atas
50 tahun pasti telah lama menikmati segala hal yang dibuat lancar oleh
bensin, batu bara, dan tenaga nuklir. Tapi mungkin sekali mereka tak akan
mengalami kesengsaraan masa depan yang akan dialami mereka yang kini
berumur 5 tahun. Dalam 25 tahun mendatang, kata seorang pakar, emisi C02
yang akan datang dari Cina bakal dua kali lipat emisi dari seluruh wilayah
Amerika, Kanada, Eropa, Jepang, Australia, Selandia Baru. Apa yang akan
terjadi dengan bumi bagi anak cucu kita?
"Terlalu sulit, terlalu sulit," kata teman Jepang itu.
Ekonomi tumbuh karena dunia didorong keinginan hidup yang lebih layak.
"Lebih layak" adalah sesuatu yang kini dikenyam dan sekaligus
diperlihatkan mereka yang kaya . Kini satu miliar orang Cina dan satu
miliar orang India memandang mobil, televisi, lemari es, mungkin juga baju
Polo Ralph Lauren dan parfum Givenchy sebagai indikator kelayakan, tapi
kelak, benda-benda seperti itu mungkin berubah artinya. Jika 30% dari
orang Cina dan India berangsur-angsur mencapai tingkat itu seperempat abad
lagi, ada ratusan juta manusia yang selama perjalanan seperempat abad
nanti akan memuntahkan segala hal yang membuat langit kotor dan bumi
retak. Seperempat abad lagi, suhu bumi akan begitu panas, jalan akan
begitu sesak, dan mungkin mobil, lemari es, baju bermerek, dan perjalanan
tamasya hanya akan jadi benda yang sia-sia.
Mungkin orang harus hidup seperti di surga. Konon, di surga segala sesuatu
yang kita hasratkan akan langsung terpenuhi. Itu berarti, tak akan ada
lagi hasrat. Atau hasrat jadi sesuatu yang tak relevan; ia tak membuat
hidup mengejar sesuatu yang akhirnya sia-sia.
Tapi akankah saya mau, seperti teman Jepang itu, pergi ke sebuah dusun di
mana tak ada mall, tak ada bujukan untuk membeli, dan hidup hampir seperti
seorang rahib? Di mall itu, saya melihat ke sekitar. Terlalu sulit,
terlalu sulit, pikir saya.
- CATATAN PINGGIR-
Goenawan Mohammad
Majalah Tempo Edisi. 10/XXXIIIIIII/ 07 - 13 Mei 2007.
Jika anda berdiri di salah satu sudut Senayan City , anda akan tahu
bagaimana malam berubah sebagaimana juga dunia berubah. Di ruangan yang
luas dan disejukkan pengatur udara, cahaya listrik tak pernah putus. Iklan
dalam gambar senantiasa bergerak, bunyi musik menyusup lewat ratusan iPod
ke bagian diri yang paling privat, dan lorong-lorong longgar itu memajang
bermeter-meter etalase dengan busana dan boga. Sepuluh, bukan, lima tahun
yang lalu, malam tidak seperti ini. Juga dunia, juga kenikmatan dan
kegawatannya.
Hari itu saya duduk minum kopi di salah satu kafe di salah satu mall di
Jakarta, dan tiba-tiba saya merasa bodoh: saya tak tahu berapa
mega-kilowatt listrik dikerahk an untuk membangun kenikmatan yang tersaji
buat saya hari itu. Saya merasa bodoh, ketika saya ingat, pada suatu hari
di Tokyo, di tepi jalan yang meriah di Ginza, teman
saya, seorang arsitek Jepang, menunjukkan kepada saya mesin jajanan yang
menawarkan Coca-Cola dan kripik kentang. "Tahukah Tuan," tanyanya, "jumlah
tenaga listrik yang dipakai oleh mesin jenis ini di seluruh Jepang?
Saya menggeleng, dan ia menjawab, Jumlahnya lebih besar ketimbang jumlah
tenaga listrik yang tersedia buat seluruh Bangladesh.
Ia berbicara tentang ketimpangan, tentu. Ia ingin saya membayangkan
rumah-rumah sakit yang harus menyelamatkan nyawa manusia di sebuah negeri
miskin yang ternyata tak punya daya sebanyak 10 buah mesin
jajanan di negeri kaya mesin yang menawarkan sesuatu yang sebetulnya tak
perlu bagi hidup manusia.
Saya merasa bodoh, mungkin juga merasa salah. Seandainya bisa saya hitung
berapa kilowatt energi yang ditelan oleh sebuah mall di Jakarta, di ma na
saya duduk minum kopi dengan tenang, mungkin saya akan tahu seberapa
timpang jumlah itu dibandingkan dengan seluruh tenaga listrik buat sebuah
kabupaten nun di pedalaman Flores .
Tapi tak hanya itu sebenarnya. Kini banyak orang tahu, ketimpangan seperti
itu hanya satu fakta yang gawat dan menyakitkan. Ada fakta lain: kelak ada
sesuatu yang justru tak timpang, sesuatu yang sama: sakit dan kematian.
Konsumsi energi berbeda jauh antara di kalangan yang kaya dan kalangan
miskin, tapi bumi yang dikuras adalah bumi yang satu, dan ozon yang rusak
karena polusi ada di atas bumi yang satu, dengan akibat yang juga mengenai
tubuh siapa saja termasuk mereka yang tak pernah minum kopi dalam mall, di
sudut miskin di Flores atau Bangladesh, orang-orang yang justru tak ikut
mengotori cuaca dan mengubah iklim dunia.
Dengan kata lain, tak ada pemerataan kenikmatan dan keserakahan, tapi ada
pemerataan dalam hal penyakit kanker kulit yang akan menyerang dan air
laut yang menelan pulau ketika bumi memanas dan kutub mencair. Orang India
, yang rata-rata hanya mengkonsumsi energi 0,5 kW, akan mengalami bencana
yang sama dengan orang Amerika, yang rata-rata menghabisi 11,4 kW.
"Saya tak lagi berpikir tentang keadilan dunia," kata teman Jepang itu
pula, "terlalu sulit, terlalu sulit."
Beberapa tahun kemudian ia meninggalkan negerinya. Saya dengar ia hidup di
sebuah dusun di negeri di Amerika Latin, membuat sebuah usaha kecil dengan
mengajak penduduk menghasilkan sabun yang bukan jenis detergen, mencoba
menanam sayuran organik sehingga tak banyak bahan kimia yang ditelan dan
dimuntahkan. Tapi kata-katanya masih terngiang-ngiang, "terlalu sulit,
terlalu sulit."
Mungkin memang terlalu sulit untuk menyelamatkan dunia. Saya baca hitungan
itu: dalam catatan tahun 2002, emisi karbon dioksida dari seluruh Amerika
Serikat mencapai 24% lebih dari seluruh emisi di dunia, sedangkan dari
Vanuatu hanya 0,1%, tapi naiknya permukaan laut di masa depan akibat
cairnya es di kutub utara mungkin akan menenggelamkan negeri di Lautan
Teduh itu dan tak menenggelamkan Amerika.
Ingin benar saya tak memikirkan ketidakadilan dunia, tapi manusia juga
menghadapi ketidakadilan antargenerasi. Mereka yang kini berumur di atas
50 tahun pasti telah lama menikmati segala hal yang dibuat lancar oleh
bensin, batu bara, dan tenaga nuklir. Tapi mungkin sekali mereka tak akan
mengalami kesengsaraan masa depan yang akan dialami mereka yang kini
berumur 5 tahun. Dalam 25 tahun mendatang, kata seorang pakar, emisi C02
yang akan datang dari Cina bakal dua kali lipat emisi dari seluruh wilayah
Amerika, Kanada, Eropa, Jepang, Australia, Selandia Baru. Apa yang akan
terjadi dengan bumi bagi anak cucu kita?
"Terlalu sulit, terlalu sulit," kata teman Jepang itu.
Ekonomi tumbuh karena dunia didorong keinginan hidup yang lebih layak.
"Lebih layak" adalah sesuatu yang kini dikenyam dan sekaligus
diperlihatkan mereka yang kaya . Kini satu miliar orang Cina dan satu
miliar orang India memandang mobil, televisi, lemari es, mungkin juga baju
Polo Ralph Lauren dan parfum Givenchy sebagai indikator kelayakan, tapi
kelak, benda-benda seperti itu mungkin berubah artinya. Jika 30% dari
orang Cina dan India berangsur-angsur mencapai tingkat itu seperempat abad
lagi, ada ratusan juta manusia yang selama perjalanan seperempat abad
nanti akan memuntahkan segala hal yang membuat langit kotor dan bumi
retak. Seperempat abad lagi, suhu bumi akan begitu panas, jalan akan
begitu sesak, dan mungkin mobil, lemari es, baju bermerek, dan perjalanan
tamasya hanya akan jadi benda yang sia-sia.
Mungkin orang harus hidup seperti di surga. Konon, di surga segala sesuatu
yang kita hasratkan akan langsung terpenuhi. Itu berarti, tak akan ada
lagi hasrat. Atau hasrat jadi sesuatu yang tak relevan; ia tak membuat
hidup mengejar sesuatu yang akhirnya sia-sia.
Tapi akankah saya mau, seperti teman Jepang itu, pergi ke sebuah dusun di
mana tak ada mall, tak ada bujukan untuk membeli, dan hidup hampir seperti
seorang rahib? Di mall itu, saya melihat ke sekitar. Terlalu sulit,
terlalu sulit, pikir saya.
Nastar Empuk :-)
Nastar ( Ananas Tart)
Bahan kulit:
250 gr Margarine
250 gr Butter
100 gr gula halus
4 btr kuning telur
700 gr tepung terigu
4 sdm susu bubuk FC
Bahan polesan:
3 btr kuning telur
1 sdt cookie glaze
Cara membuat:
- aduk mentega, gula dan telur hingga rata. (mixer speed 1, asal nyampur)
- masukkan tepung terigu dan susu bubuk, aduk perlahan hingga tercampur rata.
- Ambil sedikit, bentuk bulat, isi dengan selai nanas. Susun diloyang tipis, beri jarak satu dengan yg lain.
- Oven dengan suhu 140’C selama lk. 30 menit, keluarkan dari oven, poles dengan bahan polesan, oven lagi hingga kuning mengkilat.
- Angkat, biarkan dingin, susun dalam toples, tutup rapat. Kirim ke matraman J
Selai Nanas
Bahan:
4 bh nanas palembang, haluskan
200 gr gula pasir
1 sdt garam
1 ptng kayu manis
Cara membuat: - Masak nanas halus bersama airnya, garam dan kayu manis hingga kering, tuang gula pasir, masak terus dengan api kecil hingga kering dan liat. Angkat.
---
From : Fatmah Bahalwan, Natural Cooking Club
Kehilangan Motor Tiger
Dear All,
Salah satu rekan kita, dhani alias invaleed,
kehilangan motornya, berikut berita lengkapnya.
Telah hilang Honda Tiger Black Tahun 2005 B 6015 SCX
Ciri-ciri :
Warna Hitam Stripping Merah
Ban depan Battlax BT45 17/110
Ban belakang Battlax BT45 17/130
Velk Power
Stang Ninja
Ada lampu flip flop
Stiker Ponorogo motorsport di plat belakang
Spakbor depan variasi ninja
Cakram Belakang warna Hitam Dove
No. Rangka : MH1SABH145K033328
No. Mesin : SABHE1032660
Plat Nomor : B 6015 SCX
Hilang tgl 22 September 2007 jam 07.00 pagi
TKP: Jl. Warung Jati II no. 34 Kelurahan kalibata
(belakang masjid Nurul
Hidayah)
bagi yang mengetahui keberadaan Motor tersebut
silahkan menghubungi Dhani
081310069366 atau 0817403991 (disediakan hadiah
sepantasnya)
Best Regards,
Ade Aan Wirama
Salah satu rekan kita, dhani alias invaleed,
kehilangan motornya, berikut berita lengkapnya.
Telah hilang Honda Tiger Black Tahun 2005 B 6015 SCX
Ciri-ciri :
Warna Hitam Stripping Merah
Ban depan Battlax BT45 17/110
Ban belakang Battlax BT45 17/130
Velk Power
Stang Ninja
Ada lampu flip flop
Stiker Ponorogo motorsport di plat belakang
Spakbor depan variasi ninja
Cakram Belakang warna Hitam Dove
No. Rangka : MH1SABH145K033328
No. Mesin : SABHE1032660
Plat Nomor : B 6015 SCX
Hilang tgl 22 September 2007 jam 07.00 pagi
TKP: Jl. Warung Jati II no. 34 Kelurahan kalibata
(belakang masjid Nurul
Hidayah)
bagi yang mengetahui keberadaan Motor tersebut
silahkan menghubungi Dhani
081310069366 atau 0817403991 (disediakan hadiah
sepantasnya)
Best Regards,
Ade Aan Wirama
Saturday, September 22, 2007
TRISTANTO WAHONO – Private Consultant for Quality Management System ISO 9000
Menjadi Katalisator dan Motivator Terbaik di Indonesia bagi Organisasi yang ingin selalu Melakukan Perbaikan dan Peningkatan dibidang Mutu
Being the best catalyst and motivator in Indonesia for organization that is always seek for quality improvement
Tristanto Wahono, pemilik situs www.WahanaConsultants.com dan pruduk-produknya, adalah sebuah perusahaan jasa khusus menyediakan bisnis dengan sumber daya yang mampu meningkatkan efisiensi usaha dan keuntungan. Perusahaan kami berdasar internet, yang memungkinkan kami mengurangi biaya-biaya tambahan dan beroperasi dengan efisien, dan tetap meyediakan pelayanan terhadap pelanggan dengan baik.
Sertifikasi Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2000 adalah sebuah sertifikasi yang dapat diterima secara global untuk menunjukkan kemampuan organisasi anda.
Melalui penerapan standar ISO 9001:2000 di perusahaan, mutu dapat dicapai secara konsisten dan akan menjadi ukuran penilaian kehandalan Sistem Manajemen Mutu bagi organisasi oleh pelanggan-pelanggannya. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu universitas atas permintaan sebuah badan registrasi memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah memperoleh sertifikasi ISO 9000 mempunyai unjuk kerja yang lebih baik dari ketentuan standar industri seperti margin laba yang meningkat, performa kerja yang bagus dan juga dari segi efisiensi.
www.wahanaconsultants.com merupakan sulusi jitu bagi Anda yang selalu ingin melakukan perbaikan dan peningkatan dibidang mutu dan selalu ingin memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan.
Kami hanya dapat memberikan garansi 100% bagi mereka yang menjalankan bisnis pada perusahaan skala kecil dan menengah dapat mencapai sertifikasi ISO 9000 tanpa panduan konsultan apabila Anda membeli produk-produk kami dan mengikuti informasi yang kami sediakan.
Salam SUKSES SELALU dan TETAP SEMANGAT
Tristanto Wahono
www.wahanaconsultants.com
Being the best catalyst and motivator in Indonesia for organization that is always seek for quality improvement
Tristanto Wahono, pemilik situs www.WahanaConsultants.com dan pruduk-produknya, adalah sebuah perusahaan jasa khusus menyediakan bisnis dengan sumber daya yang mampu meningkatkan efisiensi usaha dan keuntungan. Perusahaan kami berdasar internet, yang memungkinkan kami mengurangi biaya-biaya tambahan dan beroperasi dengan efisien, dan tetap meyediakan pelayanan terhadap pelanggan dengan baik.
Sertifikasi Standar Manajemen Mutu ISO 9001:2000 adalah sebuah sertifikasi yang dapat diterima secara global untuk menunjukkan kemampuan organisasi anda.
Melalui penerapan standar ISO 9001:2000 di perusahaan, mutu dapat dicapai secara konsisten dan akan menjadi ukuran penilaian kehandalan Sistem Manajemen Mutu bagi organisasi oleh pelanggan-pelanggannya. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu universitas atas permintaan sebuah badan registrasi memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah memperoleh sertifikasi ISO 9000 mempunyai unjuk kerja yang lebih baik dari ketentuan standar industri seperti margin laba yang meningkat, performa kerja yang bagus dan juga dari segi efisiensi.
www.wahanaconsultants.com merupakan sulusi jitu bagi Anda yang selalu ingin melakukan perbaikan dan peningkatan dibidang mutu dan selalu ingin memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan.
Kami hanya dapat memberikan garansi 100% bagi mereka yang menjalankan bisnis pada perusahaan skala kecil dan menengah dapat mencapai sertifikasi ISO 9000 tanpa panduan konsultan apabila Anda membeli produk-produk kami dan mengikuti informasi yang kami sediakan.
Salam SUKSES SELALU dan TETAP SEMANGAT
Tristanto Wahono
www.wahanaconsultants.com
Tentang "MEMBACA" Puisi
Puisi 101
puisi harus dihormati terutama oleh orang yang cuma mampu membaca
puisi. Puisi harus dihormati dalam pembacaannya seperti orang
menghormati teks agama, teks hukum perceraian, atau teks pancasila.
Karena puisi itu bagian dari sastra dan sastra itu dipelajari dengan
sangat terhormat di universitas di seluruh planet ini dalam sebuah
studi bernama "fakultas sastra". Bahkan ada jutaan sarjananya!
Tidak setiap orang berhak untuk "membaca" puisi, sama dengan tidak
setiap orang berhak menjadi polisi, pengacara, ekonom atau dokter
gigi. Sastra adalah profesi, bukan hobi, maka harus dihormati sama
seperti orang menghormati dokter gigi!
Tidar benar bahwa "pengarang" itu mati setelah menuliskan karya
sastranya! Itu namanya sadomasokisme! Itu namanya pembunuhan! Itu
namanya omong kosong orang yang sok sudah baca roland barthes!
Alasannya!
Makanya plagiat itu haram hukumnya!
Makanya setiap pengarang yang karyanya muncul di kompas minggu,
misalnya, disebut namanya dan dikasih honor banyak pula! Makanya
karyanya, walau jelek gak kayak karya saut situmorang, dikasih
ilustrasi para perupa memble pula!
Tidak setiap orang berhak mengomentari agama.
Tidak setiap orang berhak keputusan pengadilan.
Tidak setiap orang berhak mencabut gigi naskeleng yang sudah busuk di
mulutnya yang sudah busuk.
Tidak setiap orang berhak untuk memberikan pendapatnya di bidang yang
bukan profesinya.
Setiap orang harus punya rasa rendah diri dan malu atas kapasitas
pengetahuan yang tidak dimilikinya.
Mungkinkah ada orang awam sok pintar mengomentari "salah"
dan "menghina" interpretasi seorang ulama atas teks kitab sucinya?
Lantas kenapa dengan puisi/sastra setiap orang merasa dia
berhak/punya pengetahuan cuma karena dia bisa membaca abjad, kalimat
yang ada di depan moncongnya?
Tidak setiap orang berani "membaca" dan memberi penafsiran atas atas
lukisan kontemporer! Lantas kenapa begitu sewenang-wenang dengan
puisi/sastra?!
Tidak setiap orang berani mengaku sebagai seniman rupa, walo bisa
menggambar atau membentuk patung? Lantas kenapa begitu berani
menyebut diri "penyair" atau "seniman" sastra?!
Sastra sudah sangat lama dihina di negeri yang menghormati para
koruptor dan penjual agama ini!
Sastra sudah lama cuma dianggap sekumpulan kata-kata yang dirangkai
jadi tulisan belaka, walo ribuan orang jadi sarjana dan dosen karena
sastra!
Sastra tidak dianggap profesi di negeri yang konon punya budaya
adiluhung ini!
Taik kucing semuanya itu!
Sudah waktunya para sastrawan menuntut balik orang-orang non-
sastrawan yang men-capnya macam-macam, terutama mereka yang selalu
mengatasnamakan agamanya, walo kejahatan mereka mungkin sudah membuat
agama dan tuhan mereka terhina dan muntah-muntah!
Bangsa yang besar (seperti bangsa-bangsa di peradaban barat sana)
adalah bangsa yang menghargai sastranya dan yang malu pada
kebodohannya. Bangsa yang besar (seperti bangsa-bangsa di peradaban
barat sana) bukan bangsa yang memuja-muja olimpiade fisika!!!
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menolak tahyul dalam segala
bentuknya. Dengan sastra, baru pencerahan ini bisa dicapai. Yang
tidak percaya adalah orang-orang yang akan masuk neraka jahanam
selama-lamanya!!!
Hahaha...
----
SautSitumorang
puisi harus dihormati terutama oleh orang yang cuma mampu membaca
puisi. Puisi harus dihormati dalam pembacaannya seperti orang
menghormati teks agama, teks hukum perceraian, atau teks pancasila.
Karena puisi itu bagian dari sastra dan sastra itu dipelajari dengan
sangat terhormat di universitas di seluruh planet ini dalam sebuah
studi bernama "fakultas sastra". Bahkan ada jutaan sarjananya!
Tidak setiap orang berhak untuk "membaca" puisi, sama dengan tidak
setiap orang berhak menjadi polisi, pengacara, ekonom atau dokter
gigi. Sastra adalah profesi, bukan hobi, maka harus dihormati sama
seperti orang menghormati dokter gigi!
Tidar benar bahwa "pengarang" itu mati setelah menuliskan karya
sastranya! Itu namanya sadomasokisme! Itu namanya pembunuhan! Itu
namanya omong kosong orang yang sok sudah baca roland barthes!
Alasannya!
Makanya plagiat itu haram hukumnya!
Makanya setiap pengarang yang karyanya muncul di kompas minggu,
misalnya, disebut namanya dan dikasih honor banyak pula! Makanya
karyanya, walau jelek gak kayak karya saut situmorang, dikasih
ilustrasi para perupa memble pula!
Tidak setiap orang berhak mengomentari agama.
Tidak setiap orang berhak keputusan pengadilan.
Tidak setiap orang berhak mencabut gigi naskeleng yang sudah busuk di
mulutnya yang sudah busuk.
Tidak setiap orang berhak untuk memberikan pendapatnya di bidang yang
bukan profesinya.
Setiap orang harus punya rasa rendah diri dan malu atas kapasitas
pengetahuan yang tidak dimilikinya.
Mungkinkah ada orang awam sok pintar mengomentari "salah"
dan "menghina" interpretasi seorang ulama atas teks kitab sucinya?
Lantas kenapa dengan puisi/sastra setiap orang merasa dia
berhak/punya pengetahuan cuma karena dia bisa membaca abjad, kalimat
yang ada di depan moncongnya?
Tidak setiap orang berani "membaca" dan memberi penafsiran atas atas
lukisan kontemporer! Lantas kenapa begitu sewenang-wenang dengan
puisi/sastra?!
Tidak setiap orang berani mengaku sebagai seniman rupa, walo bisa
menggambar atau membentuk patung? Lantas kenapa begitu berani
menyebut diri "penyair" atau "seniman" sastra?!
Sastra sudah sangat lama dihina di negeri yang menghormati para
koruptor dan penjual agama ini!
Sastra sudah lama cuma dianggap sekumpulan kata-kata yang dirangkai
jadi tulisan belaka, walo ribuan orang jadi sarjana dan dosen karena
sastra!
Sastra tidak dianggap profesi di negeri yang konon punya budaya
adiluhung ini!
Taik kucing semuanya itu!
Sudah waktunya para sastrawan menuntut balik orang-orang non-
sastrawan yang men-capnya macam-macam, terutama mereka yang selalu
mengatasnamakan agamanya, walo kejahatan mereka mungkin sudah membuat
agama dan tuhan mereka terhina dan muntah-muntah!
Bangsa yang besar (seperti bangsa-bangsa di peradaban barat sana)
adalah bangsa yang menghargai sastranya dan yang malu pada
kebodohannya. Bangsa yang besar (seperti bangsa-bangsa di peradaban
barat sana) bukan bangsa yang memuja-muja olimpiade fisika!!!
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menolak tahyul dalam segala
bentuknya. Dengan sastra, baru pencerahan ini bisa dicapai. Yang
tidak percaya adalah orang-orang yang akan masuk neraka jahanam
selama-lamanya!!!
Hahaha...
----
SautSitumorang
Friday, September 21, 2007
Unek-unek lagi mengenai polisi.
Kemarin pada tanggal 12 September 2007, Armada perusahaan kami (truk) hendak mengirim barang ke salah satu customer kami yang berada di daerah Pasar Rebo. Pada saat itu lampu traffic light menyala merah, otomatis pengemudi berhenti. Tidak berapa lama ada seorang anggota polisi mendatangi armada truk kami, bertanya-tanya isi muatan truk kami, lalu tidak lama kemudian anggota polisi tersebut meminta si pengemudi untuk ikut dengan dia ke pos polisi di sekitar perempatan itu, tanpa disuruh menepikan kendaraannya terlebih dahulu. Akhirnya pengemudi truk mengikuti langkah anggota polisi tersebut masuk ke dalam pos polisi. Di dalam pos tersebut anggota polisi yang diketahui bernama Sudibyo dengan terang-terangan meminta uang kepada pengemudi kami, dengan ancaman kalau tidak dikasih maka akan di tilang. Karena merasa benar pengemudi kami meminta kalau memang ada pelanggaran yang dilakukan agar ditilang saja, namun polisi tersebut seakan mengalihkan pembicaraan. Pada akhirnya dengan terpaksa pengemudi kami memberikan juga Rp. 5.000,-. Pada awalnya anggota polisi tersebut tidak mau, dan sempat memarahi pengemudi kami sambil membuang uang tersebut ke lantai, namun pada akhirnya dia mau terima juga uang tersebut karena pada saat bersamaan jalan jadi macet karena truk kami masih tetap diam disana walaupun lampu traffic light sudah menyala hijau.
Selang beberapa hari kemudian tanggal 19 September 2007, kembali pengemudi kami melewati daerah tersebut masih dengan anggota polisi yang sama kembali pengemudi kami diberhentikan dan disuruh ikut dia ke pos. Dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat (seeperti jalan truk zig-zag, dll) dia mencoba menakuti pengemudi kami. Sekali lagi pengemudi kami dimintai uang dengan cara terang-terangan. Karena pengemudi kami sekali lagi merasa tidak bersalah Pengemudi kami kembali berinisiatif memberi Rp.5.000,- kepada polisi tersebut yang langsung dibuang, sambil berkata "Kalau cuma segini mending kamu kasih saja ke pengemis". Sekali lagi pengemudi beralasan kalau mereka tidak membawa uang, dan meminta agar ditilang sehingga biar diselesaikan oleh orang kantor. Namun polisi tersebut tetap juga tidak mau memberikan surat tilang. dan masih menyuruh pengemudi kami memberikan uang tersebut kepada pengemis, karena tidak dijumpai pengemis di sekitar situ, lalu polisi tersebut menyuruh pengemudi kami memberikan uang tersebut kepada loper koran yang kebetulan berada di dekat situ.
Heran juga melihat sikap polisi kita seperti preman berseragam.
salam
smijbk
20 Sep 2007 16:21
judul Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Polisi Nakal Akan Dipublikasikan
Selang beberapa hari kemudian tanggal 19 September 2007, kembali pengemudi kami melewati daerah tersebut masih dengan anggota polisi yang sama kembali pengemudi kami diberhentikan dan disuruh ikut dia ke pos. Dengan berbagai macam alasan yang dibuat-buat (seeperti jalan truk zig-zag, dll) dia mencoba menakuti pengemudi kami. Sekali lagi pengemudi kami dimintai uang dengan cara terang-terangan. Karena pengemudi kami sekali lagi merasa tidak bersalah Pengemudi kami kembali berinisiatif memberi Rp.5.000,- kepada polisi tersebut yang langsung dibuang, sambil berkata "Kalau cuma segini mending kamu kasih saja ke pengemis". Sekali lagi pengemudi beralasan kalau mereka tidak membawa uang, dan meminta agar ditilang sehingga biar diselesaikan oleh orang kantor. Namun polisi tersebut tetap juga tidak mau memberikan surat tilang. dan masih menyuruh pengemudi kami memberikan uang tersebut kepada pengemis, karena tidak dijumpai pengemis di sekitar situ, lalu polisi tersebut menyuruh pengemudi kami memberikan uang tersebut kepada loper koran yang kebetulan berada di dekat situ.
Heran juga melihat sikap polisi kita seperti preman berseragam.
salam
smijbk
20 Sep 2007 16:21
judul Re: [Forum Pembaca KOMPAS] Polisi Nakal Akan Dipublikasikan
Monday, September 17, 2007
Meninggalkan "Negara Islam Indonesia": Berbincang dengan Mataharitimoer
http://www.commongroundnews.org/edition.php?sid=1&lan=ba#21682
Jakarta—Sepuluh tahun lebih "bersembunyi" di bawah tanah setelah keluar dari gerakan Negara Islam Indonesia (NII), Mataharitimoer muncul kembali ke publik dengan sebuah novel otobiografinya yang menghentak, Jihad Terlarang, Cerita dari Bawah Tanah. Dalam novel itu, Eddy Prayitno alias Mataharitimoer menguraikan berbagai visi dan metode NII dalam mengimplementasikan hukum Islam.
AA: Judul buku Anda, "Jihad Terlarang", menggelitik banyak orang untuk membacanya, terutama di masa terorisme global ini ketika kata "jihad" diidentikkan dengan "terorisme". Apa maksud Anda dengan judul tersebut?
M: Kata "jihad" menggambarkan apa yang orang-orang NII sadari sebagai Jihad fi Sabilillah, sebuah perjuangan untuk menegakkan hukum Allah dalam bentuk negara Islam. Seburuk apa pun persepsi orang lain terhadap mereka, tetap saja mereka menyatakan diri sedang berjihad di Jalan Allah. Jihad mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Tentu saja hal ini mengancam stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebab itu ia menjadi "terlarang".
AA: Apa sesungguhnya yang mendorong Anda menulis novel tersebut?
M: Dulu, ketika saya keluar dari NII, teman-teman saya bertanya-tanya, kenapa saya keluar (murtad), padahal karier pergerakan saya begitu cemerlang? Jawaban saya: "Saya berjanji, pada saatnya nanti, saya akan menulis sebuah buku yang menjelaskan secara utuh mengapa saya harus pergi dari lingkungan pergerakan Islam ini." JANJI itulah yang mendorong saya menulis Jihad Terlarang.
AA: Dalam "Jihad Terlarang", Anda menyebutkan masih dilanda trauma atas kekerasan yang dilakukan oleh anggota-anggota NII. Apa bukan trauma itu, yang membuat Anda mengangkat pena?
M: Jika saya masih dendam, mungkin yang saya lakukan akan lebih parah dari sekedar bikin novel. Bisa jadi saya akan membongkar rahasia dan keberadaan pentolan NII. Tapi itu tak saya lakukan. Masalah trauma, sejujurnya saat ini pun saya masih trauma dengan metode kekerasan pergerakan tersebut. Saya pernah diteror, difitnah, dipukuli, disekap, bahkan disogok oeh mereka agar saya tak keluar.
AA: Apa visi dan misi NII sesungguhnya?
M: Negara berdasarkan Islam dan hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan hadis. Terus terang saja, visi dan misi NII seperti dinyatakan oleh Sang Imam, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo tahun 1949, saat Indonesia vakum dari pemerintahan akibat Perjanjian Renville, sangat ideal bagi saya. Visi beliau mengenai negara Islam terinspirasi oleh piagam Madinah yang diresmikan oleh Nabi Muhammad SAW. Selama masa Nabi, Madinah merupakan negeri yang adil baik terhadap orang Islam, Yahudi, Nasrani, dan siapa pun yang hidup pada masa itu.
AA: Apa penyelewengan NII saat ini terhadap visi Kartosuwirjo?
M: Penyelewengan yang paling prinsipil adalah mereka melakukan banyak tindakan yang merusak citra Islam. Mereka menganggap hanya kelompok merekalah yang representatif terhadap kebenaran, terhadap Islam. Mereka sulit menerima kritik dan mengandalkan kekerasan ketimbang dialog. Ini menumbuhkan pandangan yang keliru terhadap Islam sebagai agama yang memberikan kasih sayang bagi seluruh dunia (rahmatan lil 'alamin).
AA: Apakah konsepsi negara Islam kompatibel dengan demokrasi?
M: Islam tak bisa dibandingkan dengan demokrasi karena demokrasi hanyalah bagian kecil dari pola interaksi rakyat-pemerintah saja. Demokrasi hanyalah salah satu solusi bagi pemerintahan otoriter atau negara-negara yang dipimpin oleh pemimpin otoriter. Demokrasi bisa jadi sesuai dengan Islam, namun bukan berarti Islam itu demokratis. Islam sangat menghargai dan menjamin keberadaan dan kepentingan rakyat yang plural, namun tidak menjadikan rakyat sebagai sumber kebenaran yang bagaimanapun bisa membawa pada totalitarianisme atas nama kehendak rakyat .
AA: Jika memang konsepsi negara Islam itu baik, benar, ideal dan bisa dilaksanakan, apakah kita harus pula mengekspornya sebagaimana Barat mengekspor "demokrasi"?
M: Islam adalah agama yang terbuka terhadap inovasi. Islam bisa menerima dan mengadaptasi konsepsi demokrasi dari Barat dengan berbagai catatan. Lantas, apakah Barat mau terbuka dan "mengimpor" Islam? Yang ideal menurut saya adalah, siapa pun kita, apa pun latar belakang ideologi kita, mestinya kita tetap bergandengan tangan, bukan saling merendahkan. Dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat (49) ayat 13, disebutkan bahwa Allah menciptakan perbedaan gender, suku, ras, dan bangsa, untuk saling mengenal dan menghormati. Bukan untuk saling bercerai-berai dan angkat senjata.
AA: Apakah demokrasi tak bisa membawa keadilan dan kedamaian?
Mau demokrasi, teokrasi, ataupun nomokrasi, tetap saja tergantung dari kejujuran dan kebaikan hati manusianya. Terhadap konsep negara Islam sendiri, apakah keadilan, persamaan, persaudaraan, dan kesejahteraan rakyatnya terjamin? Negara mana itu? Saya belum pernah tahu faktanya.
AA: Anda tidak takut diteror, diculik, atau bahkan dibunuh karena munulis novel ini?
Entah apakah dampak itu akan terjadi atau tidak, saya tak tahu. Saya hanya berharap kelompok seperti NII mereka lebih bijaksana terhadap kritik. Tetapi jika mereka merasa terusik, saya menyadari segala resiko yang harus saya hadapi. Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan pasti ada resikonya.
###
* Ayu Arman adalah seorang jurnalis freelance tinggal di Jakarta, mantan editor sebuah majalah muslimah terbesar di Indonesia. Artikel ini disebarluaskan oleh Layanan Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org.
Sumber: Common Ground News Service (CGNews), 11 September 2007, www.commongroundnews.org
Telah memperoleh hak cipta.
Jakarta—Sepuluh tahun lebih "bersembunyi" di bawah tanah setelah keluar dari gerakan Negara Islam Indonesia (NII), Mataharitimoer muncul kembali ke publik dengan sebuah novel otobiografinya yang menghentak, Jihad Terlarang, Cerita dari Bawah Tanah. Dalam novel itu, Eddy Prayitno alias Mataharitimoer menguraikan berbagai visi dan metode NII dalam mengimplementasikan hukum Islam.
AA: Judul buku Anda, "Jihad Terlarang", menggelitik banyak orang untuk membacanya, terutama di masa terorisme global ini ketika kata "jihad" diidentikkan dengan "terorisme". Apa maksud Anda dengan judul tersebut?
M: Kata "jihad" menggambarkan apa yang orang-orang NII sadari sebagai Jihad fi Sabilillah, sebuah perjuangan untuk menegakkan hukum Allah dalam bentuk negara Islam. Seburuk apa pun persepsi orang lain terhadap mereka, tetap saja mereka menyatakan diri sedang berjihad di Jalan Allah. Jihad mereka ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam. Tentu saja hal ini mengancam stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebab itu ia menjadi "terlarang".
AA: Apa sesungguhnya yang mendorong Anda menulis novel tersebut?
M: Dulu, ketika saya keluar dari NII, teman-teman saya bertanya-tanya, kenapa saya keluar (murtad), padahal karier pergerakan saya begitu cemerlang? Jawaban saya: "Saya berjanji, pada saatnya nanti, saya akan menulis sebuah buku yang menjelaskan secara utuh mengapa saya harus pergi dari lingkungan pergerakan Islam ini." JANJI itulah yang mendorong saya menulis Jihad Terlarang.
AA: Dalam "Jihad Terlarang", Anda menyebutkan masih dilanda trauma atas kekerasan yang dilakukan oleh anggota-anggota NII. Apa bukan trauma itu, yang membuat Anda mengangkat pena?
M: Jika saya masih dendam, mungkin yang saya lakukan akan lebih parah dari sekedar bikin novel. Bisa jadi saya akan membongkar rahasia dan keberadaan pentolan NII. Tapi itu tak saya lakukan. Masalah trauma, sejujurnya saat ini pun saya masih trauma dengan metode kekerasan pergerakan tersebut. Saya pernah diteror, difitnah, dipukuli, disekap, bahkan disogok oeh mereka agar saya tak keluar.
AA: Apa visi dan misi NII sesungguhnya?
M: Negara berdasarkan Islam dan hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan hadis. Terus terang saja, visi dan misi NII seperti dinyatakan oleh Sang Imam, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo tahun 1949, saat Indonesia vakum dari pemerintahan akibat Perjanjian Renville, sangat ideal bagi saya. Visi beliau mengenai negara Islam terinspirasi oleh piagam Madinah yang diresmikan oleh Nabi Muhammad SAW. Selama masa Nabi, Madinah merupakan negeri yang adil baik terhadap orang Islam, Yahudi, Nasrani, dan siapa pun yang hidup pada masa itu.
AA: Apa penyelewengan NII saat ini terhadap visi Kartosuwirjo?
M: Penyelewengan yang paling prinsipil adalah mereka melakukan banyak tindakan yang merusak citra Islam. Mereka menganggap hanya kelompok merekalah yang representatif terhadap kebenaran, terhadap Islam. Mereka sulit menerima kritik dan mengandalkan kekerasan ketimbang dialog. Ini menumbuhkan pandangan yang keliru terhadap Islam sebagai agama yang memberikan kasih sayang bagi seluruh dunia (rahmatan lil 'alamin).
AA: Apakah konsepsi negara Islam kompatibel dengan demokrasi?
M: Islam tak bisa dibandingkan dengan demokrasi karena demokrasi hanyalah bagian kecil dari pola interaksi rakyat-pemerintah saja. Demokrasi hanyalah salah satu solusi bagi pemerintahan otoriter atau negara-negara yang dipimpin oleh pemimpin otoriter. Demokrasi bisa jadi sesuai dengan Islam, namun bukan berarti Islam itu demokratis. Islam sangat menghargai dan menjamin keberadaan dan kepentingan rakyat yang plural, namun tidak menjadikan rakyat sebagai sumber kebenaran yang bagaimanapun bisa membawa pada totalitarianisme atas nama kehendak rakyat .
AA: Jika memang konsepsi negara Islam itu baik, benar, ideal dan bisa dilaksanakan, apakah kita harus pula mengekspornya sebagaimana Barat mengekspor "demokrasi"?
M: Islam adalah agama yang terbuka terhadap inovasi. Islam bisa menerima dan mengadaptasi konsepsi demokrasi dari Barat dengan berbagai catatan. Lantas, apakah Barat mau terbuka dan "mengimpor" Islam? Yang ideal menurut saya adalah, siapa pun kita, apa pun latar belakang ideologi kita, mestinya kita tetap bergandengan tangan, bukan saling merendahkan. Dalam Al-Quran, surah Al-Hujurat (49) ayat 13, disebutkan bahwa Allah menciptakan perbedaan gender, suku, ras, dan bangsa, untuk saling mengenal dan menghormati. Bukan untuk saling bercerai-berai dan angkat senjata.
AA: Apakah demokrasi tak bisa membawa keadilan dan kedamaian?
Mau demokrasi, teokrasi, ataupun nomokrasi, tetap saja tergantung dari kejujuran dan kebaikan hati manusianya. Terhadap konsep negara Islam sendiri, apakah keadilan, persamaan, persaudaraan, dan kesejahteraan rakyatnya terjamin? Negara mana itu? Saya belum pernah tahu faktanya.
AA: Anda tidak takut diteror, diculik, atau bahkan dibunuh karena munulis novel ini?
Entah apakah dampak itu akan terjadi atau tidak, saya tak tahu. Saya hanya berharap kelompok seperti NII mereka lebih bijaksana terhadap kritik. Tetapi jika mereka merasa terusik, saya menyadari segala resiko yang harus saya hadapi. Hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan pasti ada resikonya.
###
* Ayu Arman adalah seorang jurnalis freelance tinggal di Jakarta, mantan editor sebuah majalah muslimah terbesar di Indonesia. Artikel ini disebarluaskan oleh Layanan Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org.
Sumber: Common Ground News Service (CGNews), 11 September 2007, www.commongroundnews.org
Telah memperoleh hak cipta.
Tak ada 'privacy' di jalur SMS
Jum'at, 14 September 2007
Headline
Telkom Akui 'Bocorkan' SMS Wartawan Tempo
Tidak jelas siapa penegak hukum yang dimaksud.
JAKARTA -- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) mengakui telah
memberikan salinan komunikasi pesan pendek atau SMS wartawan majalah Tempo,
Metta Dharmasaputra, dengan narasumbernya kepada penegak hukum. "Langkah
yang kami ambil itu sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,"
kata Direktur Telkom Compliance dan Risk Management Prasetio kepada Tempo di
Jakarta kemarin.
Menurut juru bicara Telkom, Eddy Kurnia, Telkom sudah mematuhi prosedur
dan kewajiban yang berlaku saat memberikan salinan SMS itu. "Kan sudah ada
ketentuannya siapa yang boleh meminta salinan komunikasi dan rekaman
percakapan," ujar Eddy dalam kesempatan terpisah.
Ketentuan yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000.
Namun, Prasetio dan Eddy menolak menyebutkan penegak hukum mana yang
meminta detail komunikasi itu. "Sesuai dengan etika, kami tidak bisa
membeberkannya," ujar Prasetio.
Rekaman komunikasi SMS dari telepon seluler Metta--yang menggunakan
jaringan Telkom Flexi--dengan Vincentius Amin Sutanto, mantan karyawan PT
Asian Agri, beredar di media massa nasional. Komunikasi itu berlangsung saat
Metta tengah menyelidiki dugaan penggelapan pajak oleh Asia Agri, perusahaan
milik taipan Sukanto Tanoto.
Metta sudah melaporkan kasus yang menimpanya itu kepada Aliansi Jurnalis
Independen Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers. Dia juga telah mengajukan
protes kepada Telkom.
Metta mengungkapkan, pada 5 September lalu, lewat faksimile, Telkom
menjelaskan dua poin: pertama, menyatakan tidak terjadi kebocoran atau
penjualan informasi isi SMS dari orang dalam perusahaan; kedua, Telkom
mengakui telah menerima permintaan resmi dari penegak hukum untuk memberikan
salinan SMS Metta dengan Vincentius. "Tapi dalam surat itu tidak dijelaskan
siapa penegak hukum yang dimaksud," kata Metta.
Dia mengecam tindakan perusahaan telekomunikasi milik negara itu.
"Undang-undang apa yang mendasari Telkom memberikan rekaman SMS saya?"
katanya. "Kejadian serupa kan bisa saja terjadi pada orang lain," ia
menambahkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2000, penyadapan atau permintaan data percakapan lewat alat
komunikasi hanya bisa dilakukan terhadap orang-orang yang terlibat tindak
pidana korupsi, aksi terorisme, dan penyalahgunaan narkotik.
Metta menegaskan komunikasi dengan Vincentius sejak akhir 2006 adalah
bagian dari tugas jurnalistik. Motifnya hanya untuk penggalian data yang
dipegang Vincentius tentang dugaan manipulasi pajak oleh Asian Agri. Hasil
penelusuran itu kemudian diterbitkan sebagai laporan utama Tempo pada
Januari 2007.
Penggiat Komunitas Teknologi Indonesia, Onno W. Purbo, menilai kemungkinan
bocornya salinan SMS kepada pihak tertentu dapat terjadi. Dia memaparkan
semua komunikasi melalui SMS akan tercatat dalam komputer SMS center milik
operator. SMS center ini saling berhubungan dengan operator lainnya.
"Bila ada orang dalam operator membocorkan data, salinan SMS semua
pengguna operator dapat diketahui oleh semua orang," kata Onno kepada Tempo
kemarin.DWI RAMADHANI
Headline
Telkom Akui 'Bocorkan' SMS Wartawan Tempo
Tidak jelas siapa penegak hukum yang dimaksud.
JAKARTA -- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) mengakui telah
memberikan salinan komunikasi pesan pendek atau SMS wartawan majalah Tempo,
Metta Dharmasaputra, dengan narasumbernya kepada penegak hukum. "Langkah
yang kami ambil itu sudah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,"
kata Direktur Telkom Compliance dan Risk Management Prasetio kepada Tempo di
Jakarta kemarin.
Menurut juru bicara Telkom, Eddy Kurnia, Telkom sudah mematuhi prosedur
dan kewajiban yang berlaku saat memberikan salinan SMS itu. "Kan sudah ada
ketentuannya siapa yang boleh meminta salinan komunikasi dan rekaman
percakapan," ujar Eddy dalam kesempatan terpisah.
Ketentuan yang dimaksudkan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000.
Namun, Prasetio dan Eddy menolak menyebutkan penegak hukum mana yang
meminta detail komunikasi itu. "Sesuai dengan etika, kami tidak bisa
membeberkannya," ujar Prasetio.
Rekaman komunikasi SMS dari telepon seluler Metta--yang menggunakan
jaringan Telkom Flexi--dengan Vincentius Amin Sutanto, mantan karyawan PT
Asian Agri, beredar di media massa nasional. Komunikasi itu berlangsung saat
Metta tengah menyelidiki dugaan penggelapan pajak oleh Asia Agri, perusahaan
milik taipan Sukanto Tanoto.
Metta sudah melaporkan kasus yang menimpanya itu kepada Aliansi Jurnalis
Independen Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum Pers. Dia juga telah mengajukan
protes kepada Telkom.
Metta mengungkapkan, pada 5 September lalu, lewat faksimile, Telkom
menjelaskan dua poin: pertama, menyatakan tidak terjadi kebocoran atau
penjualan informasi isi SMS dari orang dalam perusahaan; kedua, Telkom
mengakui telah menerima permintaan resmi dari penegak hukum untuk memberikan
salinan SMS Metta dengan Vincentius. "Tapi dalam surat itu tidak dijelaskan
siapa penegak hukum yang dimaksud," kata Metta.
Dia mengecam tindakan perusahaan telekomunikasi milik negara itu.
"Undang-undang apa yang mendasari Telkom memberikan rekaman SMS saya?"
katanya. "Kejadian serupa kan bisa saja terjadi pada orang lain," ia
menambahkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2000, penyadapan atau permintaan data percakapan lewat alat
komunikasi hanya bisa dilakukan terhadap orang-orang yang terlibat tindak
pidana korupsi, aksi terorisme, dan penyalahgunaan narkotik.
Metta menegaskan komunikasi dengan Vincentius sejak akhir 2006 adalah
bagian dari tugas jurnalistik. Motifnya hanya untuk penggalian data yang
dipegang Vincentius tentang dugaan manipulasi pajak oleh Asian Agri. Hasil
penelusuran itu kemudian diterbitkan sebagai laporan utama Tempo pada
Januari 2007.
Penggiat Komunitas Teknologi Indonesia, Onno W. Purbo, menilai kemungkinan
bocornya salinan SMS kepada pihak tertentu dapat terjadi. Dia memaparkan
semua komunikasi melalui SMS akan tercatat dalam komputer SMS center milik
operator. SMS center ini saling berhubungan dengan operator lainnya.
"Bila ada orang dalam operator membocorkan data, salinan SMS semua
pengguna operator dapat diketahui oleh semua orang," kata Onno kepada Tempo
kemarin.DWI RAMADHANI
Our encryption will not secure enough ?
http://it.slashdot.org/article.pl?sid=07/09/13/1720251
"Two research teams have independently made quantum computers [1] that
run the prime-number-factorising Shor's algorithm [2] — a significant
step towards breaking public key cryptography. Most of the article is
sadly behind a pay-wall, but a blog post at the New Scientist site
nicely explains how the algorithm works [3]. From the blurb: 'The
advent of quantum computers that can run a routine called Shor's
algorithm could have profound consequences. It means the most
dangerous threat posed by quantum computing - the ability to break the
codes that protect our banking, business and e-commerce data - is now
a step nearer reality. Adding to the worry is the fact that this feat
has been performed by not one but two research groups, independently
of each other. One team is led by Andrew White at the University of
Queensland in Brisbane, Australia, and the other by Chao-Yang Lu of
the University of Science and Technology of China, in Hefei.'"
[1] http://technology.newscientist.com/article/mg19526216.700
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Shor's_algorithm
[3] http://www.newscientist.com/blog/technology/2007/09/how-quantum-computer-factorises-numbers.html
"Two research teams have independently made quantum computers [1] that
run the prime-number-factorising Shor's algorithm [2] — a significant
step towards breaking public key cryptography. Most of the article is
sadly behind a pay-wall, but a blog post at the New Scientist site
nicely explains how the algorithm works [3]. From the blurb: 'The
advent of quantum computers that can run a routine called Shor's
algorithm could have profound consequences. It means the most
dangerous threat posed by quantum computing - the ability to break the
codes that protect our banking, business and e-commerce data - is now
a step nearer reality. Adding to the worry is the fact that this feat
has been performed by not one but two research groups, independently
of each other. One team is led by Andrew White at the University of
Queensland in Brisbane, Australia, and the other by Chao-Yang Lu of
the University of Science and Technology of China, in Hefei.'"
[1] http://technology.newscientist.com/article/mg19526216.700
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Shor's_algorithm
[3] http://www.newscientist.com/blog/technology/2007/09/how-quantum-computer-factorises-numbers.html
Terminologi Puasa
Puasa diserap dari dua kata Sansekerta, yaitu "upa" = dekat
dan "wasa" = berkuasa. Jadi "upawasa" biasa dilafalkan sebagai
puasa, merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Bahasa Arabnya shaum atau shiam. Dalam bahasa Inggris "Fasting" yang
diserap dari kata Jerman kuno "fastan" = menggengam. Puasa dalam
bahasa Ibrani tsum, tsom dan "inna nafsyo" yang berarti merendahkan
diri dengan berpuasa, sedangkan dalam bahasa Yunani = nesteuo,
nestis atau asitia/asitos.
Orang melakukan puasa, bukan karena kewajiban atau karena ketentuan
agama saja, bisa juga untuk tujuan Politik, seperti yang dilakukan
oleh Mahatma Gandhi ataupun Martin Luther King Jr. Puasa mereka
lebih dikenal dengan sebutan Demo Mogok Makan.
Begitu juga kita sering diwajibkan puasa demi kesehatan misalnya
sebelum melakukan labor test atau pada saat melakukan detoksifikasi
ataupun para penderita diabetes. Banyak teenager melakukan puasa
karena ingin jadi kurus. Orang berpuasa juga untuk menyatakan rasa
duka. Ada juga orang yang berpuasa sebagai persiapan diri menghadapi
suatu tugas khusus misalnya merasa terpanggil untuk melakukan
sesuatu.
Ada dua bentuk puasa yang bisa dilakukan, yaitu puasa lahir yang
dilakukan secara periodik (dengan cara pantang makan-minum serta
pantang melakukan hal-hal yang disukai) dan puasa batin yang
dilakukan secara berkelanjutan (dengan cara pantang melakukan
kelaliman, ketidakadilan, kekerasan, ketamakan dsb.).
Puasa dilakukan oleh berbagai macam bangsa maupun agama di dunia ini
mulai dari bangsa Tionghoa, Taoisme, Konfusianisme, Mesir, Tibet,
Yunani, bangsa Arab maupun bangsa Yahudi juga mengenal puasa. Hanya
motivasi, bentuk, macam, dan caranya masing-masing agama tentu
berbeda.
Jadi Puasa itu bukan monopoli umat Islam saja. Orang Jawa dari
tradisi Hindu-Buddha mengenal puasa antara lain lewat tapa mutih
(hanya makan nasi tanpa garam tujuh hari berturut-turut), tapa
ngrowot (hanya makan sayur tujuh hari tujuh malam), dan tapa pati
geni (pantang makan makanan yang dimasak dengan api sehari semalam).
Sedangkan Puasa Senin – Kamis berasal dari agama Yudaisme hal ini
dilakukan oleh orang-orang Farisi.
Banyak orang percaya bahwa dengan melakukan Puasa, Sang Pencipta
akan lebih mendengar doa kita, oleh sebab itulah banyak orang
melakukan Puasa untuk meraih atau mendapatkan sesuatu.
Puasa mempunyai akar psikologis yang mendalam, yakni sebagai usaha
pemurnian dan sebagai prasyarat mempermudah pemusatan perhatian
waktu semedi dan berdoa.
Puasa dapat disebut doa dengan tubuh, karena menyangkut seluruh
orang dan tingkah laku rohaninya. Puasa dapat memberikan kemantapan
dan intensitas pada doa, karena dapat mengungkapkan rasa lapar akan
Tuhan dan kehendak-Nya dan dapat bermakna mengorbankan kesenangan
dan keuntungan sesaat, dan dengan Puasa menolong orang untuk
menghindari keserakahan dan bisa merupakan tanda penyesalan,
pertobatan.
Puasa adalah ibadah (atau sebentuk disiplin spritual) guna menguasai
nafsu kedagingan ("menyangkal diri"), sehingga kita bisa lebih dapat
peka dengan kehadiran Sang Pencipta, lebih dekat dengan Dia. Dan
yang terpenting dari segalanya puasa harus disertai dengan ketulusan
hati; sebagai bagian dari ibadah kita kepada Sang Pencipta. Karena
itu jangan berpuasa demi mendapat pujian dari orang lain.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari puasa. Sekurang-kurangnya,
kita diingatkan kembali oleh Sang Pencipta arti penting hidup
bersama dengan manusia lainnya. Dengan kata lain, makhluk sosial ini
tidak akan bisa hidup tanpa ada hubungan baik dengan sesamanya.
Ketika puasa, kita dapat merasakan pahit getir menahan lapar dan
dahaga. Padahal penderitaan ini hanya sesaat, yaitu sejak terbit
fajar sampai tenggelam matahari. Buat fakir miskin kesengsaraan ini
dijalani sepanjang hayatnya. Melalui cara ini, mata batin kita akan
peka, naluri ingin menolong akan semakin sensitif dan kepedulian
kita kepada semua manusia akan semakin baik.
Mang Ucup
Email: mang.ucup@gmail.com
Homepage: www.mangucup.net
dan "wasa" = berkuasa. Jadi "upawasa" biasa dilafalkan sebagai
puasa, merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Bahasa Arabnya shaum atau shiam. Dalam bahasa Inggris "Fasting" yang
diserap dari kata Jerman kuno "fastan" = menggengam. Puasa dalam
bahasa Ibrani tsum, tsom dan "inna nafsyo" yang berarti merendahkan
diri dengan berpuasa, sedangkan dalam bahasa Yunani = nesteuo,
nestis atau asitia/asitos.
Orang melakukan puasa, bukan karena kewajiban atau karena ketentuan
agama saja, bisa juga untuk tujuan Politik, seperti yang dilakukan
oleh Mahatma Gandhi ataupun Martin Luther King Jr. Puasa mereka
lebih dikenal dengan sebutan Demo Mogok Makan.
Begitu juga kita sering diwajibkan puasa demi kesehatan misalnya
sebelum melakukan labor test atau pada saat melakukan detoksifikasi
ataupun para penderita diabetes. Banyak teenager melakukan puasa
karena ingin jadi kurus. Orang berpuasa juga untuk menyatakan rasa
duka. Ada juga orang yang berpuasa sebagai persiapan diri menghadapi
suatu tugas khusus misalnya merasa terpanggil untuk melakukan
sesuatu.
Ada dua bentuk puasa yang bisa dilakukan, yaitu puasa lahir yang
dilakukan secara periodik (dengan cara pantang makan-minum serta
pantang melakukan hal-hal yang disukai) dan puasa batin yang
dilakukan secara berkelanjutan (dengan cara pantang melakukan
kelaliman, ketidakadilan, kekerasan, ketamakan dsb.).
Puasa dilakukan oleh berbagai macam bangsa maupun agama di dunia ini
mulai dari bangsa Tionghoa, Taoisme, Konfusianisme, Mesir, Tibet,
Yunani, bangsa Arab maupun bangsa Yahudi juga mengenal puasa. Hanya
motivasi, bentuk, macam, dan caranya masing-masing agama tentu
berbeda.
Jadi Puasa itu bukan monopoli umat Islam saja. Orang Jawa dari
tradisi Hindu-Buddha mengenal puasa antara lain lewat tapa mutih
(hanya makan nasi tanpa garam tujuh hari berturut-turut), tapa
ngrowot (hanya makan sayur tujuh hari tujuh malam), dan tapa pati
geni (pantang makan makanan yang dimasak dengan api sehari semalam).
Sedangkan Puasa Senin – Kamis berasal dari agama Yudaisme hal ini
dilakukan oleh orang-orang Farisi.
Banyak orang percaya bahwa dengan melakukan Puasa, Sang Pencipta
akan lebih mendengar doa kita, oleh sebab itulah banyak orang
melakukan Puasa untuk meraih atau mendapatkan sesuatu.
Puasa mempunyai akar psikologis yang mendalam, yakni sebagai usaha
pemurnian dan sebagai prasyarat mempermudah pemusatan perhatian
waktu semedi dan berdoa.
Puasa dapat disebut doa dengan tubuh, karena menyangkut seluruh
orang dan tingkah laku rohaninya. Puasa dapat memberikan kemantapan
dan intensitas pada doa, karena dapat mengungkapkan rasa lapar akan
Tuhan dan kehendak-Nya dan dapat bermakna mengorbankan kesenangan
dan keuntungan sesaat, dan dengan Puasa menolong orang untuk
menghindari keserakahan dan bisa merupakan tanda penyesalan,
pertobatan.
Puasa adalah ibadah (atau sebentuk disiplin spritual) guna menguasai
nafsu kedagingan ("menyangkal diri"), sehingga kita bisa lebih dapat
peka dengan kehadiran Sang Pencipta, lebih dekat dengan Dia. Dan
yang terpenting dari segalanya puasa harus disertai dengan ketulusan
hati; sebagai bagian dari ibadah kita kepada Sang Pencipta. Karena
itu jangan berpuasa demi mendapat pujian dari orang lain.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari puasa. Sekurang-kurangnya,
kita diingatkan kembali oleh Sang Pencipta arti penting hidup
bersama dengan manusia lainnya. Dengan kata lain, makhluk sosial ini
tidak akan bisa hidup tanpa ada hubungan baik dengan sesamanya.
Ketika puasa, kita dapat merasakan pahit getir menahan lapar dan
dahaga. Padahal penderitaan ini hanya sesaat, yaitu sejak terbit
fajar sampai tenggelam matahari. Buat fakir miskin kesengsaraan ini
dijalani sepanjang hayatnya. Melalui cara ini, mata batin kita akan
peka, naluri ingin menolong akan semakin sensitif dan kepedulian
kita kepada semua manusia akan semakin baik.
Mang Ucup
Email: mang.ucup@gmail.com
Homepage: www.mangucup.net
Saturday, September 15, 2007
(joke ) Sekedar mengingatkan ulang : Beda Bos & Staf
BEDA ISTILAH
===============
Bila boss tetap pada pendapatnya,
itu berarti beliau konsisten.
Bila staff tetap pada pendapatnya,
itu berarti dia keras kepala !
Bila boss berubah-ubah pendapat,
itu berarti beliau flexible.
Bila staff berubah-ubah pendapat,
itu berarti dia plin-plan !
Bila boss bekerja lambat,
itu berarti beliau teliti.
Bila staff bekerja lambat
itu berarti dia tidak 'perform' !
Bila boss bekerja cepat,
itu berarti beliau 'smart'.
Bila staff bekerja cepat,
itu berarti dia terburu-buru !
Bila boss lambat memutuskan,
itu berarti beliau hati-hati.
Bila staff lambat memutuskan,
itu berarti dia 'telmi' !
Bila boss mengambil keputusan cepat,
itu berarti beliau berani mengambil keputusan.
Bila staff mengambil keputusan cepat,
itu berarti dia gegabah !
Bila boss terlalu berani ambil resiko,
itu berarti beliau risk-taking.
Bila staff terlalu berani ambil resiko,
itu berarti dia sembrono !
Bila boss tidak berani ambil resiko,
itu berarti beliau 'prudent'.
Bila staff tidak berani ambil resiko,
itu berarti dia tidak berjiwa bisnis !
Bila boss mem-by-pass prosedur,
itu berarti beliau proaktif-inovatif.
Bila staff mem-by-pass prosedur,
itu berarti dia melanggar aturan !
Bila boss curiga terhadap mitra bisnis,
itu berarti beliau waspada.
Bila staff curiga terhadap mitra bisnis,
itu berarti dia negative thinking !
Bila boss menyatakan : " Sulit "
itu berarti beliau prediktif-antisipatif.
Bila staff menyatakan : " Sulit "
itu berarti dia pesimistik !
Bila boss menyatakan : " Mudah "
itu berarti beliau optimis.
Bila staff menyatakan : " Mudah "
itu berarti dia meremehkan masalah !
Bila boss sering keluar kantor,
itu berarti beliau rajin ke customer
Bila staff sering keluar kantor,
itu berarti dia sering kelayapan !
Bila boss sering entertainment,
itu berarti beliau rajin me-lobby customer.
Bila staff sering entertainment,
itu berarti dia menghamburkan anggaran !
Bila boss tidak pernah entertainment,
itu berarti beliau berhemat.
Bila staff tidak pernah entertainment,
itu berarti dia tidak bisa me-lobby customer !
Bila boss men-service atasan,
itu berarti beliau me-lobby.
Bila staff men-service atasan,
itu berarti dia menjilat !
Bila boss sering tidak masuk,
itu berarti beliau kecapaian karena kerja keras.
Bila staff sering tidak masuk,
itu berarti dia pemalas !
Bila boss minta fasilitas mewah,
itu berarti beliau menjaga citra perusahaan.
Bila staff minta fasilitas standar,
itu berarti dia banyak menuntut !
Bila boss membuat tulisan seperti ini,
itu berarti beliau humoris.
Bila staff membuat tulisan seperti ini,
itu berarti dia :
- frustasi
- iri terhadap karir orang lain
- negative thinking
- provokasi
- tidak tahan banting
- barisan sakit hati
- berpolitik di kantor
- tidak produktif
- tidak sesuai dengan budaya perusahaan
Tanda tangan,
Staff yg lagi stesss !! whuakakakkakakkkkkkss..........ciann deh lo !
<)^^(>
(( 'o' ))
=(,,)=(,,)=
(´´•.¸(´´•.¸ ¸.•´´) ¸.•´´)
> '''-_-'''It's Me'''-_-''' »
(¸.•´´(¸.•´´ ´´•.¸)´´ •.¸)
http://www.friendster.com/dyan177
URL: http://dyan177.blogs.friendster.com/my_blog_dyan177/
===============
Bila boss tetap pada pendapatnya,
itu berarti beliau konsisten.
Bila staff tetap pada pendapatnya,
itu berarti dia keras kepala !
Bila boss berubah-ubah pendapat,
itu berarti beliau flexible.
Bila staff berubah-ubah pendapat,
itu berarti dia plin-plan !
Bila boss bekerja lambat,
itu berarti beliau teliti.
Bila staff bekerja lambat
itu berarti dia tidak 'perform' !
Bila boss bekerja cepat,
itu berarti beliau 'smart'.
Bila staff bekerja cepat,
itu berarti dia terburu-buru !
Bila boss lambat memutuskan,
itu berarti beliau hati-hati.
Bila staff lambat memutuskan,
itu berarti dia 'telmi' !
Bila boss mengambil keputusan cepat,
itu berarti beliau berani mengambil keputusan.
Bila staff mengambil keputusan cepat,
itu berarti dia gegabah !
Bila boss terlalu berani ambil resiko,
itu berarti beliau risk-taking.
Bila staff terlalu berani ambil resiko,
itu berarti dia sembrono !
Bila boss tidak berani ambil resiko,
itu berarti beliau 'prudent'.
Bila staff tidak berani ambil resiko,
itu berarti dia tidak berjiwa bisnis !
Bila boss mem-by-pass prosedur,
itu berarti beliau proaktif-inovatif.
Bila staff mem-by-pass prosedur,
itu berarti dia melanggar aturan !
Bila boss curiga terhadap mitra bisnis,
itu berarti beliau waspada.
Bila staff curiga terhadap mitra bisnis,
itu berarti dia negative thinking !
Bila boss menyatakan : " Sulit "
itu berarti beliau prediktif-antisipatif.
Bila staff menyatakan : " Sulit "
itu berarti dia pesimistik !
Bila boss menyatakan : " Mudah "
itu berarti beliau optimis.
Bila staff menyatakan : " Mudah "
itu berarti dia meremehkan masalah !
Bila boss sering keluar kantor,
itu berarti beliau rajin ke customer
Bila staff sering keluar kantor,
itu berarti dia sering kelayapan !
Bila boss sering entertainment,
itu berarti beliau rajin me-lobby customer.
Bila staff sering entertainment,
itu berarti dia menghamburkan anggaran !
Bila boss tidak pernah entertainment,
itu berarti beliau berhemat.
Bila staff tidak pernah entertainment,
itu berarti dia tidak bisa me-lobby customer !
Bila boss men-service atasan,
itu berarti beliau me-lobby.
Bila staff men-service atasan,
itu berarti dia menjilat !
Bila boss sering tidak masuk,
itu berarti beliau kecapaian karena kerja keras.
Bila staff sering tidak masuk,
itu berarti dia pemalas !
Bila boss minta fasilitas mewah,
itu berarti beliau menjaga citra perusahaan.
Bila staff minta fasilitas standar,
itu berarti dia banyak menuntut !
Bila boss membuat tulisan seperti ini,
itu berarti beliau humoris.
Bila staff membuat tulisan seperti ini,
itu berarti dia :
- frustasi
- iri terhadap karir orang lain
- negative thinking
- provokasi
- tidak tahan banting
- barisan sakit hati
- berpolitik di kantor
- tidak produktif
- tidak sesuai dengan budaya perusahaan
Tanda tangan,
Staff yg lagi stesss !! whuakakakkakakkkkkkss..........ciann deh lo !
<)^^(>
(( 'o' ))
=(,,)=(,,)=
(´´•.¸(´´•.¸ ¸.•´´) ¸.•´´)
> '''-_-'''It's Me'''-_-''' »
(¸.•´´(¸.•´´ ´´•.¸)´´ •.¸)
http://www.friendster.com/dyan177
URL: http://dyan177.blogs.friendster.com/my_blog_dyan177/
Subscribe to:
Posts (Atom)
-
“Ki sanak, siapakah nama Ki Sanak? Dari manakah asal Ki Sanak? Sebab dari pengamatan kami, Ki Sanak bukanlah orang daerah kami…” Ia ...
-
Pada intinya perbedaan antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia terletak pada sifat bahasa Jawa yang ekspresif dan bahasa Indonesia yang desk...
-
Source: http://www.egmca.org:8080/artikel/art10/lihatKomentar ============== * bagus banget nih kalau alat ini bener- bener bisa kerja. ...