From: "Dwi Mardianto"
Sent: Saturday, August 18, 2007 6:47 PM
Subject: [asosiasi-warnet] PETISI HENTIKAN PERAMPASAN PC WARNET
* PETISI KEPRIHATINAN ATAS PERAMPASAN PC WARNET *
Resah warnet ketika aparat penegak hukum sweeping software bajakan,
yang digunakan warnet-warnet. Sedangkan software-software bajakan
masih banyak digunakan di institusi pemerintahan.
CPU diangkut, karyawan diangkut, pengelola sempoyongan, dan warnet
berhenti beroperasi, jadi berkurang yang bisa beroperasi.
Sejauh mana sih hubungan cpu dengan software, apakah menggunakan
software bajakan serta merta CPU sebagai instrumen juga dalam
masalah tersebut dan patut untuk di sita, atau itu merupakan
merampas barang orang lain juga secara melawan hukum maupun
kepatutan yang berlaku umum.
Software adalah alat bukti data procesing dan membutuhkan media
penyimpanannya tetap yaitu di perangkat keras penyimpanan berupa CD.
Sedangkan pada Hardisk berupa media yang relatif dan tidak tetap,
karena bisa berubah-ubah, namun untuk dijadikan suatu instrumen
dalam perkara ini tentunya masih dapat dilakukan secara limitatip.
Namun dalam proses sweeping aparat penegak hukum seluruh komponen
CPU yang belum secara langsung sebagai instrumen tetap di sita.
Kita bicara di sini CPU diangkat juga, apakah CPU merupakan
instrumen, saya yakin sangat tidak berdasar sebagaimana saya uraikan
dibawah ini. Dan lebih banyak mematikan ekonomi rakyat kecil,
sehingga cukuplah Hardisk sebagai media penyimpanan di sita
sedangkan CPU ditinggalkan dengan surat pernyataan tidak
menggunakannya lagi OS bajakan.
Sehingga cukup alasan pemilik Warnet yang sebagian besar roda ekonomi
masyarakat menengah bawah bisa terus berjalan dengan menggunakan OS
lain seperti LINUX. Dan tidak menimbulkan pengangguran dan keresahan
baru bagi masyarakat, ingat untuk lepas dari krisis ekonomi ini kita
harus saling membantu dan mengedapankan semangat Gotong Royong
sebagai modal dasar kita.
Untuk dapat mempergunakan software OS/Program atau apapun bentuknya
yang diperlukan adalah:
1. Arus Listrik (Yang disediakan oleh PLN atau Genset)
2. Arus/Gelombang Interkoneksi
3. Hardware ( CPU, Monitor, mouse, keyboard, LAN)
4. Software (OS, dan Program)
5. Brainware (Orang yang settup)
Sejauh mana instrumen suatu tindak pidana bisa diterapkan secara
langsung dalam Criminal Justice System (CJ-Sys) yang berlaku di
Indonesia melalui pranata Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana,
Kitab Undang - Undang Hukum Pidana, Hak Atas Kekayaan Intelektual
(Undang Undang Hak Cipta, Undang Undang Merek, Undang Undang Paten
dan Undang Undang Desain Industri, Rahasia Dagang).
"Jika memperhatikan penerapan hak cipta di luar negeri, memperoleh
kompensasi ganti rugi atas tindakan pelanggaran hak cipta yang
dialami oleh pemegang hak cipta merupakan hal yang sering dilakukan
untuk menuntut hak atau penegakan hukum hak cipta." - Prof. Dr. Budi
Mulyana
Sehingga tujuan dari suatu korporasi untuk memperoleh nilai ekonomis
produk yang dihasilkan bisa tercapai. Mengingat penerapan Pidana
dalam CJ-Sys yang berlaku positip di Indonesia adalah sebagai
*Ultimum Remedium *(*tindakan terakhir apabila tindakan tindakan
Preemtif, Preventif tidak dapat diterapkan lagi dalam menyelesaikan
suatu perkara*).
Saya coba bandingkan dengan Pidana Hak Cipta di Indonesia dengan
Pidana di Jerman dan Jepang, sebagai berikut;
Article 106 UU hak Cipta pelanggaran Hak Cipta di Jerman dan Article
119 Chapter VII Penal Provisions UU Hak Cipta di Jepang, tentang
memproduksi menyebarkan mentraformasi hak cipta secara melawan
hukum, paling tinggi ancaman pidana 1 tahun di Jerman dan 3 tahun di
Jepang, sedangkan di Indonesia 5 tahun.
Apakah dengan lebih tingginnya ancaman Pidana Undang-Undang semakin
Hebat, sudah barang tentu jawabannya adalah tidak, dengan lahirnya
ancaman di Undang-Undang Hak Cipta jelas bukan merupakan produk yang
lahir dan dijiwai dari kepentingan masyarakat sehingga patut kiranya
diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Dengan Undang - Undang Hak Cipta tentunya suatu hal yang relatif
baru di Indonesia dan telah menggerus budaya dasar yang ada di
Indonesia dengan semangat Gotong Royong, apabila dalam transformasi
hukum dipaksakan keberadaannya tanpa memahami nilai-nilai yang
berlaku di Indonesia tinggal kita tunggu penerapannya akan mendapat
pertentangan yang luar biasa.
Sebagai contoh semangat Gotong Royong yang kita miliki adalah:
1. Kasus Penjiplakan VCD Inul pada era Industrialisasi
Statement si pencipta goyang "Tidak mempermasalahkan tekniknya untuk
ditiru, dikembangkan dan digunakan pihak lain." ngebor adalah
semangat asli bangsa Indonesia, mengapa Inul ketika dihujat tetapi
masih banyak yang melakukan pembelaan terhadap dirinya tanpa
diminta. Tetapi masyarakat lebih masa bodoh dengan Microsoft Corp.
Karena semangat Gotong Royong masih melekat erat di sebagian besar
masyarakat Indonesia yang tidak terjebak oleh Kepentingan
Individualisti, Modal (Kapital) dan Rezim Hak Cipta hasil propaganda
Barat.
2. Semangat Budaya Masyarakat Adat
Diluar daripada Folklor, adalah suatu kebanggaan di masyarakat adat
apabila ciptaannya berupa:
1. Tarian Adat, dipertunjukan dan diguanakan dalam event
2. Puisi, Pantun dipergunakan untuk iklan
3. Motif baju adat, kopiah
4. Dll, masih banyak lagi
Hak Cipta pada dasarnya adalah baik, namun apabila tercium dengan
jelas kepentingannya tidak ditujukan kepada kemaslahatan hidup di
masyarakat tentu akan membawa dampak yang sangat merugikan bagi
masyarakat.
Ada lebih baiknya ketika Undang - Undang Hak Cipta telah terkooptasi
oleh Kepentinga Barat, Kepentingan Pemilik Modal dan Kepentingan
Individualistik, dalam penegakannya para Penegak Hukum dengan
Perangkat Deskresi bahkan Deponir dalam menilai suatu perkara dapat
bertindak arif dan bijaksana, terlebih pada sweeping warnet yang
nota bene adalah sendi perekonomian masyarakat, dan sebagai salah
satu pionir dalam mencerdaskan masyarakat dan bangsa menuju era yang
lebih menantang ke depan. Mohon untuk dikedepankan kepentingan
Strategis dengan mencari alternatif lain daripada harus menyita
PC dari suatu Warnet.
Sifat Pidana Hak Cipta adalah sifat pidana menyerang harta kekayaan
seseorang (Orang maupun Badan Hukum) karena secara tegas disebutkan
Hak Cipta sebagai barang bergerak.
Apabila dipandang sebagai barang bergerak, secara keperdataan
peralihan kepemilikan jauh lebih mudah dan lebih cepat, bisa dengan
pinjam pakai, bisa dengan sewa menyewa, bisa dengan cara nemu
dijalan pun bisa, karena dianggap sebagai barang bergerak (Bezit).
Sangat berbeda jika barang tersebut sebagai Barang Tidak Bergerak
misal kapal dengan bobot 200 ton ke atas, rumah, Hak atas strata
title.
Hal ini jelas diperbolehkan oleh Pasal 3 ayat 2 huruf e
(2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun
sebagian, karena
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-
undangan.
Yang dimaksud tentunya peralihan tersebut sebagaimana diatur dalam
Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia namun secara harmonis dapat
melakukan harmonisasi dengan sifat eklusif benda bergerak tersebut
yang melekat Hak Terkait, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang
Hak Cipta. Bukan secara membabi buta menerapkan Undang-Undang Hak
atas Kekayaan Interletual an sich.
(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak,
atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
(2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan
izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak
dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.
(3) Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin
atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui
transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem
elektromagnetik lain.
Apabila menyentuh pada rana hukum pidana tentu tidak terlepas pada
koridor yang akan diterapkan, karena menyangkut upaya paksa, yang
sedikit mungkin diusahakan untuk tidak melukai hak-hak hukum lain
dalam penerapannya.
Sungguh yakin CD yang berisi software yang dituduh dibajak tentunya
dikopi dari CD aslinya, sudah barang tentu sebagai pemilik sah dia
dapat memperoleh hak untuk mengkopi semilyar cd untuk keperluannya
sendiri, tidak dibatasi oleh Undang-Undang Apapun yang berlaku di
Indonesia dan dia bisa minjemin atas tuh barang untuk kepentingannya.
Dan sebagai barang bergerak dia bisa berpindah secara cepat, memang
jika hal yang diperjualbelikan adalah program OS itu sendiri adalah
hal yang sangat merugikan, tetapi coba cermati dengan harga CD yang
dianggap sebagai CD bajakan, *harga yang dijual adalah tidak lebih
dari kelipatan pertambahan nilai atas CD sebagai fisik nya saja*,
tidak medekati 1 persen pun dari harga software yang ada dalam CD
tersebut, sehingga motif untuk memperoleh keuntungan dari Software
tersebut sangat jauh.
Tentunya untuk menilai apakah software tersebut dibajak dan
didistribusikan dengan cara melanggar hak cipta dan nilai ekomonis
seseorang tentunya perlu dilihat Niat, karena unsur pidana yang
terpenting adalah adanya Niat, yang dalam penyidikan dapat tergambar
jelas ketika menemukan Modus dari suatu pidana yang dituduhkan.
Sehingga niatan mengambil keuntungan dari pembajakan sebagai anasir
*Pidana Materiel *atau di Barat di Kenal *Rule of Reason*, saya rasa
sulit untuk terpenuhi sebagai pembajakan suatu software OS/Program.
Karena dalam Undang-Undang Hak Cipta diperlukan pembuktian secara
Materiel unsur-unsurnya
Karena:
1. OS/Program tidak mengalami perubahan yang berarti tetap
sebagaimana dia dibuat pada awalnya oleh Pemilik Hak Cipta
2. Nama, Merek, semua HaKI yang melekat padanya tetap pada si pembuat
Software/Pemegang Hak Cipta.
3. Si Pencipta tidak pernah melarang Warnet Si Badu atau Warnet Si
Udin untuk mempergunakan ciptaannya dengan alasan melanggar hak
cipta, kecuali Deklarasi atas inisitip sendiri yang tidak mengikat
si Warnet secara langsung.
Dari sinilah mungkin kita coba berangkat seberapa besar latar
belakang dan unsur kesalahan dari Warnet-Warnet yang di sweeping
yang menjadi perkara pidana pelanggaran HaKI khususnya pada Program
Operasi yang digunakan di warnet hingga harus kehilangan mata
pencariannya.
Bahkan secara *letterlijke*
Pasal 15 UU Hak Cipta
.., tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta .....
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik
Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Jika CPU dianggap dalam praktek penegakan hukum sebagai intstrument
suatu delik, maka jika Pemilik adalah Warnet membeli suatu program,
Warnet berhak menggandakan sebanyak apapun cadangan di berapapun CPU
(karena yang dianggap sebagai instrument penyimpanan adalah CPU)
sebanyak yang dia mau sepanjang dipergunakan untuk Warnet Sendiri,
Tentang siapa yang menggunakan di Warnet tersebut tidak diatur oleh
Undang-Undang, boleh siapa saja silahkan seluruh penonton stadion
lapangan bola sekalipun.
Misal : saya punya OS di rumah apakah adik, kakak, tetangga tidak
boleh menggunakan OS di komputer saya, meskipun saya menarik bayaran
untuk dikumpulkan bayar akses internet setiap bulan..??? Tentu boleh
dong..
Yang dilarang jika kita melihat secara *a contrario *dari Pasal
tersebut adalah, jika tidak dipergunakan sendiri, lebih jelasnya
dipergunakan oleh warnet lain. Barulah penggandaan tersebut dilarang
secara tegas. Namun sejauh mana pelarangan tersebut masih menjadi
bahan perdebatan untuk memperoleh kepastian hukumnya.
Kecuali Penegak Hukum hendak menggunakan standar ganda, atau karena
kekurangpahamannya seperti kerbau dicucuk hidungnya saja mengikuti
kemauan Barat, Pemilik Modal dan Individualistik.
Sehingga seberapa besar unsur kesalahan yang di emban Warnet, bahkan
ada yang memiliki OS asli tetapi karena yang lainnya dianggap
illegal padahal belum tentu Illegal sudah diangkut PC nya, dan
Warnet tidak beroperasi.
Sungguh sangat menyakitkan bagi saya melihat perilaku brutal dalam
penegakan hukum dan merupakan cermin brultality dari Undang-Undang-
nya sendiri yang tidak berlandaskan kepada semangat masyarakat
Indonesia dan hanya melayani kepentingan Barat, Para Pemilik Modal,
dan Kapitalisme.
Maka atas dasar pemikiran di atas dengan Ini Kami Mengutuk keras
Tindakan Aparat Hukum maupun Oknum Aparat yang Melukai Rakyat, dan
Mematikan Sumber Mata Pencarian Masyarakat dalam melakukan Sweeping.
Dan Meminta Kepada Aparat Hukum Untuk Menghentikan Tindakan Serta
Merta Merampas PC dari Warnet-Warnet, atau apabila tidak diindahkan
Kami sebagai warga negara yang merasa dirugikan dengan tidak
beroperasinya Warnet-Warnet mengajukan Gugatan Class Action terhadap
Aparat Penegak Hukum dan Microsoft Corp.
Meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Seberapa
besar Gratifikasi yang dikeluarkan Pemilik OS/Program untuk
diberikan kepada Penegak Hukum dalam melakukan operasi tersebut.
Dwi Mardianto
Kepada Yth,
Presiden Republik Indonesia
Kapolri
Menteri Hukum dan HAM
DPR RI
Dirjen HaKI
AWARI
No comments:
Post a Comment