Monday, March 31, 2008

Draft RUU ITE

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA


RANCANGAN UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR . TAHUN .

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan
yang harus senantiasa
tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai
bagian dari masyarakat
informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan
Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan Teknologi
Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat
guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang
yang secara
langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus
dikembangkan untuk
menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi
melalui infrastruktur
hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman
untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai
agama dan sosial
budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang
Informasi dan Transaksi
Elektronik;

Mengingat :
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,
termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat,
diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya,
yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer
atau Sistem Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
yang memiliki makna atau
arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem
Elektronik oleh penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem
Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang
dibuat untuk melakukan
suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik
yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para
pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang
berfungsi sebagai pihak yang
layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang
dibentuk oleh profesional yang
diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan
mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas
Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai
alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau
terkait dengan Tanda Tangan
Elektronik.
14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik,
optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik
yang berdiri sendiri atau
dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau
kombinasi di antaranya, yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem
Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat
melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen
Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen
Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang,
Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode
atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi
tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia,
warga negara asing, maupun
badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan
persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.



Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan
hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar
wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar
wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan
berdasarkan asas kepastian
hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih
teknologi atau netral teknologi.


Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan
dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk
memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
seoptimal mungkin
dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara Teknologi Informasi.



BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5

1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat
bukti hukum yang sah.
2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum
Acara yang berlaku di Indonesia.
3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah
apabila menggunakan Sistem
Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta
notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.


Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5
ayat (4) yang mensyaratkan bahwa
suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat
diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.


Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau
menolak hak Orang lain
berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
harus memastikan bahwa
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya
berasal dari Sistem Elektronik
yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.



Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik telah dikirim dengan
alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan Penerima
dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik memasuki Sistem
Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu
untuk menerima Informasi
Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki
Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan
dalam pengiriman atau
penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki
sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki
sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus
menyediakan informasi yang
lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan
produk yang ditawarkan.


Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik
dapat disertifikasi oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
yang sah selama memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya
berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan
Tanda Tangan Elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan
persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik
berkewajiban memberikan pengamanan
atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sekurang-kurangnya
meliputi:
a. Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk
menghindari penggunaan
secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
dianjurkan oleh
penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan
sepatutnya harus
segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan
dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda
Tangan Elektronik jika:

1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah
dibobol; atau
2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko
yang berarti,
kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan

d. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda
Tangan Elektronik, Penanda
Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang
terkait dengan
Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.



BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK


Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13
(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik untuk pembuatan Tanda
Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan
suatu Tanda Tangan Elektronik
dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum
Indonesia dan berdomisili di
Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di
Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) sampai dengan ayat
(5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada
setiap pengguna jasa, yang
meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda
Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan
Tanda Tangan Elektronik.


Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik


Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan
Sistem Elektronik secara andal dan
aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam
hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.


Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,
setiap Penyelenggara Sistem
Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai
berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik secara utuh
sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan,
dan keteraksesan
Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.



BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup
publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik
mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku
bagi Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi
Elektronik internasional, hukum yang
berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan,
arbitrase, atau lembaga
penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari
Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), penetapan
kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang
berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi
tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.


Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem
Elektronik yang disepakati.


Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik
terjadi pada saat penawaran transaksi
yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.


Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik
sendiri, melalui pihak yang dikuasakan
olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi
tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya
Agen Elektronik akibat tindakan
pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya
Agen Elektronik akibat kelalaian
pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung
jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam
hal dapat dibuktikan terjadinya
keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.


Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur
pada Agen Elektronik yang
dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam
proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik
tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat berhak memiliki Nama
Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus didasarkan
pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara
sehat, dan tidak melanggar hak
Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat
yang dirugikan karena
penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak
mengajukan gugatan pembatalan
Nama Domain dimaksud.


Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh
masyarakat, Pemerintah berhak
mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan
Nama Domain yang
diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan Perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi
karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di
dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan,
penggunaan setiap informasi melalui
media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang
bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat mengajukan gugatan
atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.





BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan
perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman.


Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).


Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.


Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau
Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.


Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau
penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam
suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas
transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang
lain, baik yang tidak
menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan,
dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), intersepsi yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau
institusi penegak hukum
lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.



Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Orang lain atau milik
publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun
memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepada Sistem
Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia
menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.


Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.



Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau
secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu
yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana
jika ditujukan untuk melakukan
kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan
Sistem Elektronik itu sendiri secara
sah dan tidak melawan hukum.


Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data
yang otentik.


Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang
mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.


Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia
terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.



BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap
pihak yang menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
berakibat merugikan masyarakat,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


Pasal 39
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), para pihak dapat
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.



BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan
sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang
mengganggu ketertiban umum,
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data
elektronik strategis yang wajib
dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
membuat Dokumen Elektronik dan
rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data
tertentu untuk kepentingan
pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat
Dokumen Elektronik dan rekam
cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Pasal 41
(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi
Informasi melalui penggunaan
dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai
dengan ketentuan Undang-
Undang ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan melalui lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi
konsultasi dan mediasi.




BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi,
kerahasiaan, kelancaran layanan
publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang
terkait dengan dugaan tindak
pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau
diperiksa sebagai
tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di
bidang terkait
dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak
pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan
dengan kegiatan
Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana berdasarkan
Undang-Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga
digunakan sebagai
tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana
kegiatan Teknologi
Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
Peraturan Perundang-
undangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini sesuai
dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui
penuntut umum wajib
meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu
kali dua puluh empat jam.
(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berkoordinasi dengan Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan
hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik, penyidik
dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
informasi dan alat bukti.


Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3).


BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat
(3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).



Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus
juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah).


Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).


Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).


Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).


Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).


Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).


Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1) menyangkut kesusilaan atau
eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari
pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan
terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana
dengan pidana pokok
ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37 ditujukan
terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas
pada lembaga pertahanan, bank
sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas
penerbangan diancam dengan pidana
maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 37 dilakukan
oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan
dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi
yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua)
tahun setelah diundangkannya
Undang-Undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Disahkan di Jakarta
pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...





DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN
PENJELASAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ......TAHUN ....
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. UMUM

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah
baik perilaku masyarakat
maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah
pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan
sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian
cepat. Teknologi Informasi saat ini
menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum
siber atau hukum telematika.
Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk
istilah hukum yang terkait dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan
perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan
hukum informatika. Istilah lain
yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of
information technology), hukum dunia
maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah
tersebut lahir mengingat kegiatan yang
dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik
dalam lingkup lokal maupun
global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis
sistem komputer yang merupakan
sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi adalah
ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau
transaksi secara elektronik,
khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam
arti luas, yang tidak hanya
mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga
mencakup jaringan
telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak
atau program komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema,
ataupun bentuk lain, yang
apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat
komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai
hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem
informasi yang merupakan
penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi
dan media elektronik, yang
berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan
mengirimkan atau menyebarkan
informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen
sebenarnya adalah perwujudan
penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi
dan manajemen sesuai dengan
karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan
tujuan peruntukannya. Pada sisi
yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah
keterpaduan sistem antara manusia dan
mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak,
prosedur, sumber daya manusia,
dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi
input, process, output, storage,
dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama
memperluas penafsiran asas dan
normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud,
misalnya dalam kasus
pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan
siber tidak lagi sederhana karena
kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah
diakses kapan pun dan dari mana
pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada
orang lain yang tidak pernah
melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui
pembelanjaan di Internet. Di
samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting,
mengingat informasi elektronik bukan
saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara
komprehensif, melainkan juga
ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim
ke berbagai penjuru dunia dalam
waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun
bisa demikian kompleks dan
rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena
transaksi elektronik untuk
kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce)
telah menjadi bagian dari
perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
konvergensi di bidang
teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang
terus tanpa dapat dibendung,
seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi
informasi, media, dan
komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang
siber (cyber space), meskipun bersifat
virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang
nyata. Secara yuridis kegiatan
pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi
hukum konvensional saja sebab jika
cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang
lolos dari pemberlakuan hukum.
Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak
sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai
Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam
kegiatan e-commerce antara lain
dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan
dokumen yang dibuat di
atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan
kepastian hukum dalam pemanfaatan
teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang
secara optimal. Oleh karena itu,
terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu
pendekatan aspek hukum,
aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi
gangguan keamanan dalam
penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat
mutlak karena tanpa kepastian
hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.



II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2

Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata
untuk perbuatan hukum yang
berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia,
tetapi juga berlaku untuk
perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi)
Indonesia baik oleh warga negara
Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun
badan hukum asing yang
memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi
Informasi untuk Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial
atau universal. Yang dimaksud dengan
"merugikan kepentingan Indonesia" adalah meliputi tetapi tidak
terbatas pada merugikan kepentingan
ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat
bangsa, pertahanan dan keamanan
negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.


Pasal 3

"Asas kepastian hukum" berarti landasan hukum bagi pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang
mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
"Asas manfaat" berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik diupayakan
untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
"Asas kehati-hatian" berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan
harus memperhatikan segenap
aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun
bagi pihak lain dalam
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Asas iktikad baik" berarti asas yang digunakan para pihak dalam
melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi" berarti asas
pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi
tertentu sehingga dapat mengikuti
perkembangan pada masa yang akan datang.


Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.

Ayat 2
Cukup jelas.

Ayat 3
Cukup jelas.

Ayat 4
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi
tidak terbatas pada surat
berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses
penegakan hukum acara
perdata, pidana, dan administrasi negara.

Huruf b
Cukup jelas.


Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen
yang tertuang di atas kertas
semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat
dituangkan ke dalam media apa
saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik,
informasi yang asli dengan salinannya
tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada
dasarnya beroperasi dengan cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat
dibedakan lagi dari salinannya.


Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dapat
digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.


Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar" meliputi:
a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan
kompetensinya, baik sebagai
produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat
sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama,
alamat, dan deskripsi
barang/jasa.


Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha
yang melakukan perdagangan
secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit
dari badan yang berwenang. Bukti
telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo
sertifikasi berupa trust mark pada
laman (home page) pelaku usaha tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal 11
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun
hanya merupakan suatu
kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan
tanda tangan manual pada
umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan
minimum yang harus
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka
kesempatan seluas-luasnya
kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses
pembuatan Tanda Tangan
Elektronik.

Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik,
metode, sarana, dan proses
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.


Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang
minimum harus dipenuhi oleh
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.


Pasal 15
Ayat (1)
"Andal" artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai
dengan kebutuhan penggunaannya.
"Aman" artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
"Beroperasi sebagaimana mestinya" artinya Sistem Elektronik memiliki
kemampuan sesuai dengan
spesifikasinya.

Ayat (2)
"Bertanggung jawab" artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab
secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi
Informasi oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik,
bijaksana, bertanggung jawab, efektif,
dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.


Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak
internasional termasuk yang dilakukan
secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat
sebagai hukum yang berlaku bagi
kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat
dilakukan jika dalam
kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan
prinsip hukum perdata
internasional (HPI).

Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku
berdasarkan prinsip atau asas
hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang
berlaku pada kontrak tersebut.

Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional,
termasuk yang dilakukan secara
elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut
dapat berbentuk pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum
berlaku berdasarkan prinsip
atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan
asas tempat tinggal tergugat (the
basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta
benda tergugat berada
(principle of effectiveness) .


Pasal 19
Yang dimaksud dengan "disepakati" dalam pasal ini juga mencakup
disepakatinya prosedur yang
terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.


Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak
yang dapat berupa, antara lain
pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal
identification number/PIN) atau sandi
lewat (password).

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dikuasakan" dalam ketentuan ini sebaiknya
dinyatakan dalam surat kuasa.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "fitur" adalah fasilitas yang memberikan
kesempatan kepada pengguna Agen
Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang
disampaikannya, misalnya fasilitas
pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang,
Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar
pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain
dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif,
seperti pemeriksaan dalam
pendaftaran merek dan paten.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain", misalnya melanggar
merek terdaftar, nama badan
hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada
intinya merugikan Orang lain.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak" adalah
pendaftaran dan
penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi
atau menghambat Orang
lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama
dirinya atau nama produknya,
atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau
ternama, atau untuk menyesatkan
konsumen.


Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan
didaftarkan sebagai karya
intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri,
dan sejenisnya wajib dilindungi
oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.


Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi
merupakan salah satu bagian dari
hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan
bebas dari segala macam
gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang
lain tanpa tindakan
memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang
kehidupan pribadi dan data
seseorang.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat
ini dapat dilakukan, antara lain
dengan:
a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja
berusaha mewujudkan hal-hal
tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal
diterima oleh yang
berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau
melarang akses ke dalam
Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna
beserta tingkatan kewenangan
yang ditentukan.


Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan" adalah kegiatan
untuk mendengarkan, merekam,
membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi
Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan
jaringan kabel komunikasi maupun
jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.


Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian" adalah penelitian yang
dilaksanakan oleh lembaga
penelitian yang memiliki izin.


Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh masyarakat" merupakan
lembaga yang bergerak di
bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.

Huruf e
Cukup jelas.

Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g
Cukup jelas.

Huruf h
Yang dimaksud dengan "ahli" adalah seseorang yang memiliki keahlian
khusus di bidang Teknologi
Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun
praktis mengenai
pengetahuannya tersebut.

Huruf i
Cukup jelas.

Ayat (6)
Cukup jelas.

Ayat (7)
Cukup jelas.

Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan
hukum yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34 yang
dilakukan oleh korporasi
(corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki
kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR

No comments: