Monday, April 2, 2007

Dapatkah Pemanasan Global Mencairkan Seluruh Es di Bumi?

Dapatkah Pemanasan Global Mencairkan Seluruh Es di Bumi?

Moskow (ANTARA News/Ria Novosti) - Jika suatu ketika lapisan es di bumi mencair maka ketinggian permukaan air laut dapat dipastikan naik hingga 64 meter.

Nikolai Osokin, pakar glaciologi pada Institut Geografi, Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, memperkirakan, kota-kota ditepi pantai kemudian tenggelam di bawah permukaan air, termasuk Belanda, yang sebagian besar wilayahnya notabene berada di bawah permukaan air laut.

Bagaimanapun juga, baik Belanda maupun seisi planet bumi yakin bahwa kehancuran yang luar biasa dapat terjadi setiap saat dalam beberapa ribu tahun mendatang.

"Institut kami telah mempersiapkan atlas yang menggambarkan tempat-tempat dengan sumber es dan salju di seluruh dunia, bahkan kami juga telah menyiapkan model peta dunia dengan tanpa lapisan es," katanya.

Hal ini, bagaimanapun juga, hanyalah sebuah model, bukan ramalan. Akan tetapi, peringatan dari sebuah ramalan tetap saja ada jika pemanasan global yang telah terlihat pada akhir abad ke-20 ini berlanjut untuk beberapa dekade kedepan -- banyak es di samudra Artik akan mencair.

Ada sebuah prasyarat yang penting: Sekalipun es Artik harus mencair, ketinggian permukaan laut tidak akan berubah karena volume air yang dihasilkan oleh es yang mencair sama dengan volume air yang digantikan ketika es tersebut mengambang.

Tingkat bahayanya berbeda: pemanasan dapat memicu pencairan pulau sebesar satu benua es. Saat ini, lapisan es terbesar menutupi Antartika, dimana 90 persen es dunia berada di sana dan Greenland. Cairnya lapisan es ini dipastikan dapat membawa kehancuran.

Lantas, adakah alasan untuk panik? Tingkat suhu yang naik antara 3-6 derajat celcius dalam beberapa abad ke depan diyakini tidak mempunyai pengaruh yang signifikan bagi Antartika, dimana suhu rata-rata di sana kurang dari 40 derajat di bawah nol.

Proses yang terjadi pada lapisan permafrost bahkan lebih rumit lagi bila dibandingkan dengan proses yang terjadi pada es itu sendiri.

Musim dingin pada beberapa dekade terakhir sedikit tidak normal. Karena itu, lapisan permafrost yang tertutup es di wilayah Artik mulai berkurang dan mencair. Masa pemanasan sebenarnya dapat terlihat, bahkan semakin dekat.

Proses paling alami di bumi adalah sebuah siklus, dengan ritme yang pendek atau panjang. Tetapi, apapun yang terlihat, kenaikan suhu tidak dapat dihindari akan diikuti oleh penurunan, dan sebaliknya.

Penelitian tentang inti es yang dilakukan oleh stasiun Antartik Vostok milik Rusia menunjukkan bahwa ini adalah apa yang telah terjadi di bumi untuk paling sedikit 400.000 tahun.

Saat ini, para ilmuwan mengatakan bahwa mencairnya lapisan es mulai berhenti, yang telah dibuktikan dari data yang didapatkan oleh stasiun meteorologi di sepanjang pantai Artik Rusia.

"Kami saat ini sedang mempelajari pengaruh dari atmosfer dan lapisan salju yang menutupi lapisan permafrost," kata Osokin seperti dikutip Ria Novosti.

Di wilayah yang tertutupi lapisan permafrost, sebuah lapisan mencair pada musim panas, ketika suhu naik di atas nol. Namun demikian, pada musim dingin lapisan ini kembali membeku. Ini adalah proses yang normal: mencair, membeku.

Akan tetapi, jika musim dingin secara tidak normal menjadi hangat, lapisan yang mencair tidak membeku kembali. Kemudian, lapisan yang disebut talik, dengan suhu sekitar nol, terbentuk. Ini adalah suatu hal yang cukup mengganggu bagi bangunan-bangunan dan pipa-pipa.

Terlihat jelas bahwa lapisan es seharusnya mencair jika suhu meningkat. Akan tetapi, banyak tempat yang menyaksikan hal berbeda. Suhu rata-rata tahunan bertambah tinggi, tetapi lapisan es tidak mencair, bahkan bertambah luas.

Kenapa? Karena faktor yang paling penting adalah adanya lapisan salju. Pemanasan global mengurangi lapisan ini, yang pada akhirnya membentuk semacam penyumbat panas bagi lapisan es yang lebih tipis. Sehingga es yang paling lunak sekalipun dapat membekukan tanah di bawahnya.

Di banyak tempat, tanah yang membeku dalamnya sekitar 500-800 meter. Bahkan jika perkiraan pemanasan tertinggi menjadi kenyataan dan suhu naik dengan 3-6 derajat, tidak lebih dari 20 meter tanah yang beku akan mencair.

Beberapa orang takut bahwa lapisan es yang mencair akan mencemari udara dengan metana yang menguap. Akan tetapi, air yang membeku hanya membutuhkan 15 persen dari lapisan berkedalaman 20 meter, dan jumlah gas yang menguap tidak signifikan. Jadi, manusia hanya akan menerima dampak yang kurang menyenangkan ini dalam beberapa ratus tahun mendatang.

Saat ini, para ilmuwan tidak begitu mengkhawatirkan pemanasan global sebagai suatu perubahan dalam sirkulasi atmosfer. Dalam beberapa tahun belakangan ini, apa yang disebut dengan pergeseran barat telah mendominasi, yang berarti bahwa udara bergerak dari wilayah barat menuju timur.

Sedikit sekali yang membicarakan mengenai pergeseran meridian, bergerak dari selatan ke utara dan sebaliknya. Sekarang, pergeseran meridian menjadi sering.

Jika angin bergerak menuju selatan, maka akan timbul udara dingin; jika bergerak ke utara, angin membawa udara hangat dan hujan pada musim dingin.

Hal ini mengakibatkan meleleh dan bergeraknya salju es baik pada situasi biasa maupun dalam hujan salju yang lebat, mengakibatkan longsor dan Lumpur di pegunungan.

Proses meridian telah menjadi suatu rutinitas akhir-akhir ini, yang menjanjikan sebuah perhitungan anomali udara yang berbeda; suhu yang tinggi dan rendah, hujan deras dan hujan salju serta banjir dalam waktu yang lama, yang pastinya akan membawa kepada kehancuran.(*)
--------------
From : http://www.antara.co.id/arc/2007/3/28/
dapatkah-pemanasan-global-mencairkan-seluruh-es-di-bumi/

No comments: