From: Muhammad Bagir Alkaff
Date: Jun 27, 2007 11:14 AM
Subject: [tf00] Virus "GILA" dari Gerombolan Liberalisme (kawin sesama jenis
ala IAIN)
To: tf00@yahoogroups.com
Oleh: Adian Husaini
Saat ini, liberalisasi nilai-nilai dan ajaran Islam di Indonesia
benar-benar sudah sampai pada taraf yang sangat ajaib dan menjijikkan.
Orang-orang yang bergelut dalam bidang studi Islam tidak segan-segan
lagi menghancurkan ajaran agama yang sudah jelas dan qath'iy. Sementara,
institusi pendidikan tinggi Islam seperti tidak berdaya, membiarkan
semua kemungkaran itu terjadi di lingkungannya.
Pekan lalu, saya menerima kiriman buku dari Semarang berjudul Indahnya
Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum
Homoseksual, (Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005). Buku
ini adalah kumpulan artikel di Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN
Semarang edisi 25, Th XI, 2004.
Buku ini secara terang-terangan mendukung, dan mengajak masyarakat untuk
mengakui dan mendukung legalisisasi perkawinan homoseksual. Bahkan,
dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk
melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir
kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang
telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat
bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang
normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan
sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum
homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan
reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan)
yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU
Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara
laki-laki dan wanita." (hal. 15)
Kita tidak tahu, apakah para penulis yang merupakan mahasiswa-mahasiswa
fakultas Syariah IAIN Semarang itu merupakan kaum homo atau tidak.
Tetapi, umat Islam tentu saja dibuat terbelalak dan terperangah dengan
berbagai tulisan yang ada di buku ini. Betapa tidak, anak-anak ini
dengan beraninya melakukan ijtihad dan merumuskan hukum baru dalam
Islam, bahwa aktivitas homoseks dan lesbian adalah normal dan halal,
sehingga perlu disahkan dalam satu bentuk perkawinan.
Masalah perkawinan memang senantiasa menjadi sasaran liberalisasi agama.
Ketika hukum-hukum yang sudah pasti - seperti haramnya muslimah menikah
dengan laki-laki non-Muslim - dirombak oleh sejumlah dosen IAIN/UIN,
seperti Zainun Kamal dan Musdah Mulia - maka logika yang sama bisa
digunakan untuk merombak hukum-hukum lain di bidang perkawinan, dengan
alasan perlindungan Hak Asasi Manusia kaum homoseks. Bahkan, mereka
berani membuat tafsir baru atas ayat-ayat Al-Quran, dengan membuat
tuduhan-tuduhan keji terhadap Nabi Luth.
*Seorang penulis dalam buku ini, misalnya, menyatakan, bahwa pengharaman**
nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang
karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for
granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut.
Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif
Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam
Al-Quran surat al-A'raf :80-84 dan Hud :77-82). Semua itu, katanya,
tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal
menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
*
Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
*''Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu**
Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak
normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha
menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan
suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak
normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang
kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, al-Quran tidak memberi
jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping
karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya
juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo." (hal. 39)
*
Sejak kecil, anak-anak kita sudah diajarkan untuk menghafal dan memahami
rukun iman. Salah satunya, adalah beriman kepada Nabi dan Rasul,
termasuk sifat-sifat wajib yang dimiliki oleh para Nabi. Yaitu, bahwa
para Nabi itu merupakan orang yang jujur, amanah, cerdas, dan
menyampaikan risalah kenabian. Mereka juga berifat ma'shum, terjaga dari
kesalahan. Tetapi, dengan metode pemahaman historis-kritis ala
hermeneutika modern, semua itu bisa dibalik. Kisah Nabi Luth, misalnya,
dianalisis secara asal-asalan oleh anak IAIN ini. Dan hasilnya, Nabi
Luth digambarkan sebagai sosok yang emosional dan tolol.
Dikatakannya dalam buku ini:
*"Luth yang mengecam orientasi seksual sesama jenis mengajak orang-orang**
di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis. Tetapi ajakan Luth ini
tak digubris mereka. Berangkat dari kekecewaan inilah kemudian kisah
bencana alam itu direkayasa. Istri Luth, seperti cerita Al-Quran, ikut
jadi korban. Dalam Al-Quran maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai
faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu
dikritisi... saya menilai bencana alam tersebut ya bencana alam biasa
sebagaimana gempa yang terjadi di beberapa wilayah sekarang. Namun
karena pola pikir masyarakat dulu sangat tradisional dan mistis lantas
bencana alam tadi dihubung-hubungkan dengan kaum Luth.... **ini tidak**
rasional dan terkesan mengada-ada. Masa', hanya faktor ada orang yang
homo, kemudian terjadi bencana alam. Sementara kita lihat sekarang, di
Belanda dan Belgia misalnya, banyak orang homo nikah formal... tapi kok
tidak ada bencana apa-apa." (hal. 41-42).
*
Tentu saja, penafsiran anak IAIN ini sangat liar, karena ia tidak
menggunakan metodologi tafsir yang benar. Disamping ayat-ayat Al-Quran,
seharusnya, dia juga menyimak berbagai hadits Nabi Muhammad saw tentang
homoseksual ini. Begitu juga para sahabat dan para ulama Islam
terkemuka. Tapi, bisa jadi, si anak ini sudah terlalu kurang ajar dan
tidak lagi mempunyai adab dalam mengakui kesalehan dan kecerdasan para
Nabi, termasuk para sahabat Nabi. Pada catatan yang lalu, kita sudah
memahami, bagaimana mereka mencaci-maki sahabat Nabi seenak perutnya
sendiri.
Dengan sedikit bekal ilmu syariah yang dimilikinya, si penulis berani
'berijtihad' membuat hukum baru dalam Islam, dengan terang-terangan
menghalalkan perkawinan homoseksual. Menurutnya, karena tidak ada
larangan perkawinan homoseksual dalam Al-Quran, maka berarti perkawinan
itu dibolehkan. Katanya, ia berpedoman pada kaedah fiqhiyyah, "'adamul
hukmi huwa al-hukm" (tidak adanya hukum menunjukkan hukum itu sendiri).
Logika anak IAIN ini jelas sangat tidak beralasan dan berantakan. Di
dalam Al-Quran juga tidak ada larangan kawin dengan anjing, babi, atau
monyet. Dengan logika yang sama, berarti anak-anak Fakultas Syariah IAIN
Semarang itu juga dibolehkan menikah dengan anjing, babi, atau monyet.
Kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi, mereka akan meluncurkan buku
*"Indahnya Menikah dengan Monyet"*. Bukankah monyet juga mempunyai Hak
Asasi untuk menikah dengan mahasiswa Syariah IAIN Semarang itu?
Tentang Kisah Luth sendiri, Al-Quran sudah memberikan gambaran jelas
bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual
ini.
*"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah)**
tatkala dia berkata kepada kaumnya: "Mengapa kalian mengerjakan
perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun
sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk
melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang
melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah
mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang
tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu);
maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."
(QS Al-A'raf:80-84).
*
Para mufassir Al-Quran selama ratusan tahun tidak ada yang berpendapat
seperti anak-anak 'kemarin sore' yang berlagak menjadi mujtahid besar di
abad ini, meskipun baru mengecap bangku kuliah S-1 di Fakultas Syariah
IAIN Semarang itu. Orang yang memahami bahasa Arab pun tidak akan keliru
dalam menafsirkan ayat tersebut. Bahwa memang kaum Nabi Luth adalah kaum
yang berdosa karena mempraktikkan perilaku homoseksual. Hukuman yang
diberikan kepada mereka, pun dijelaskan, sebagai bentuk siksaan Allah,
bukan sebagai bencana alam biasa. Tidak ada sama sekali penjelasan bahwa
Nabi Luth dendam pada kaumnya karena tidak mau mengawini kedua putrinya.
Tafsir homo ala anak IAIN Semarang yang menghina Nabi Luth itu
benar-benar sebuah fantasi intelektual untuk memaksakan pehamamannya
yang pro-homoseksual.
Dalam Islam maupun Kristen, hingga kini, praktik homoseksual tetap
dipandang sebagai tindakan bejat. *Nabi Muhammad saw bersabda, "Siapa**
saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya
tersebut." (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim,
dan al-Baihaki).* Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus
dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya
masih bujangan atau sudah menikah. Dalam Pidatonya pada malam Tahun Baru
2006, Paus Benediktus XVI juga menegaskan kembali tentang terkutuknya
perilaku homoseksual.
Gerakan legalisasi homoseksual yang dilakukan para mahasiswa Fakultas
Syariah IAIN Semarang - dan mendapatkan legalisasi dari Institusinya -
merupakan fenomena baru dalam gerakan legalisasi homoseksual di
Indonesia. Di dunia Islam pun, gerakan semacam ini, belum ditemukan. Hal
semacam ini merupakan sesuatu yang "unthought", yang tidak terpikirkan
selama ini; bahwa dari lingkungan Fakultas Syariah Perguruan Tinggi
Islam justru muncul gerakan untuk melegalkan satu tindakan bejat yang
selama ribuan tahun dikutuk oleh agama.
Tentulah, gerakan homoseksual dari lingkungan kampus Islam, merupakan
tindakan kemungkaran yang jauh lebih bahaya dari gerakan legalisasi
homoseks yang selama ini sudah gencar dilakukan kaum homoseksual
sendiri.
Dalam catatan penutup buku ini dimuat tulisan berjudul "Homoseksualitas
dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN". Penulisnya, mengaku bernama Mumu,
mencatat, *"Ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh**
Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut*."
*Juga dikatakan: "Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan**
sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada
alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan
sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan
manusia sudah berhasil bahkan kebablasan."
*
Membaca buku ini, kita jadi bertanya-tanya, sudah begitu bobrokkah
institusi pendidikan tinggi Islam kita? Sampai-sampai sebuah Fakultas
Syariah IAIN menjadi sarang gerakan legalisasi tindakan amoral yang
jelas-jelas bejat dan bertentangan dengan ajaran agama? Wallahu a'lam.
Catatan Akhir Pekan (CAP) Adian Husaini, adalah hasil kerjasam antara
Radio Dakta 107 FM dan www.hidayatullah.com