Saturday, August 16, 2008

Tentang Perlawanan Terhadap Agama / Islam

fromA-53-P
reply-tomediacare@yahoogroups.com
tomediacare@yahoogroups.com
dateSat, Aug 16, 2008 at 2:32 AM
subjectRe: [mediacare] Semua teroris muslim? - Re: Amerika memerangi Islam?


Tapi jika, Anda mengikuti berita-berita di media yang terbit di Amerika, Barat ternyata punya parameter tersendiri menilai mana Muslim yang baik dan mana yang tidak. Artikel-artikel yang ditulis hampir setiap pekan oleh para pemikir-pemikir Barat, kebijakan-kebijakan baru yang selalu dikeluarkan oleh pemimpin-pemimpin negara Barat, serta buku, diskusi, bahkan obrolan di warung kopi semua mencoba memberi definisi baru terhadap kata The Good Muslim and Bad.

Sejak runtuhnya gedung WTC, dan propaganda perang terhadap teroris yang digaungkan oleh Presiden Amerika, mereka mencoba memasarkan definisi baru itu pada kita. Pada Muslim dunia. Definisi tersebut adalah, Muslim yang baik adalah seorang Muslim yang mengibarkan bendera dukungan terhadap rencana dan aksi Amerika plus Sekutunya memburu teroris yang entah siapa, sampai ke lubang semut pun. Negara Islam yang baik adalah negara yang tak protes saat Amerika dan Sekutunya mengejar teroris yang entah siapa dan mengorbankan ribuan nyawa tak berdosa.

Sebaliknya, Muslim yang buruk adalah Muslim yang memprotes kebijakan Amerika melancarkan serangan. Negara Muslim yang buruk adalah negara yang tak siap memberikan bantuan jika Amerika memintanya. Muslim yang buruk adalah Muslim yang paling keras mengecam aksi Amerika terhadap Afghanistan. Muslim yang buruk adalah Muslim yang tak setuju dengan standar ganda Amerika di Palestina. Muslim yang buruk adalah Muslim yang mengatakan kelompok-kelompok kelompok teroris sebagai organisasi jihad. Muslim yang buruk adalah yang tak sejalan dengan keinginan Amerika. Itulah yang mereka inginkan.

Beberapa kali saya sempat berkhayal tentang status Muslim di dunia internasional pasca peristiwa WTC. Saya membayangkan diri saya, atau siapapun, beragama Islam, aktif berorganisasi di lembaga Islam, dan seringkali terdengar lantang menyuarakan kepentingan Islam sedang bepergian ke luar negeri. Saya berkhayal sedang terbang ke New York, atau London, atau Australia. Tapi tiba-tiba, pesawat yang saya tumpangi mengalami gangguan di udara. Dan dalam hitungan menit akan jatuh, atau bahkan meledak di ketinggian 20 ribu kaki di atas tanah.

Pasti, saya yakin hal ini, sejurus kemudian daftar penumpang sudah dicetak dan diteliti. Nama saya, atau siapapun asal seorang Muslim yang aktif, tertulis di baris paling atas. Dan tak lama kemudian nama saya akan dilingkari dengan spidol merah besar dengan imbuhan kata-kata “suspect”. Lalu, sebentar lagi telpon rumah saya sudah pasti di sadap, keluarga saya dijemput dan teman-teman kerja dan karib saya ditanyai dengan detil dan ditambah sedikit kekerasan dalam interograsi. Dan dengan sangat mudahnya, status saya bisa berubah sebagai pelaku aksi teror. Kemudian saya diumumkan sebagai anggota jaringan teroris internasional. Siapa yang bisa menolong atau berani membela saya? Hampir dapat dipastikan tak ada.

Mungkin khayalan di atas berlebihan dan terlalu berbau ge-er. Tapi khayalan di atas bukan tanpa dasar. Semuanya yang berbau Islam atau seorang Muslim yang ingin mengamalkan Qur’an dan Sunnah, sejak WTC runtuh dan Bush mendeklare perang, adalah buruk di mata internasional. Seorang Muslim yang taat sama artinya layak mendapat julukan Muslim fundamental dan radikal.

Sementara itu, semua yang berbau anti-Islam mendapat tempat seluas-luasnya. Laris manis bak kacang goreng dan mendadak jadi rebutan. Ada kisah menarik yang terjadi belakangan ini berkaitan dengan laris manisnya semua tema yang berbau anti-Islam.

Sebuah buku berjudul Why I Am Not a Muslim tiba-tiba mencuat dan ngetop. Para pengamat buku, pemikir dan kritikus bahkan memberi menilai, buku ini membuat The Satanic Verse yang membuat penulisnya, Salman Rusdhie divonis mati oleh Ayatullah Khomeini, terasa hambar. Hujatan terhadap Islam yang tertuang dalam novel yang tak pernah mampir ke Indonesia itu terasa belum apa-apa dibanding Why A Im Not a Muslim.

Why A Im Not a Muslim ditulis oleh seseorang yang menamakan dirinya Ibn Warraq, tentu saja ini nama samaran. Berisi tentang hujatan-hujatan terhadap Islam. Ibn Warraq dengan sangat kasar banyak menyebutkan betapa elemen-elemen nilai dalam ajaran Islam salah, buruk dan biadab. Pendeknya, ia setuju dengan statemen Franklin Graham, seorang penginjil ternama yang menyebut Islam sebagai agama iblis yang jahat. Buku ini laris luar biasa. Dalam waktu yang singkat judul ini masuk dalam daftar 25 buku terlaris versi Amazon.com.

Ibn Warraq pun menjadi selebritis intelektual yang menikmati sanjung pujian atas keberaniannya. Ia diundang secara resmi oleh tim kepresidenan Amerika untuk makan siang dan berbincang santai selama lebih dari 1 ½ jam. Waktu luang yang luar biasa bagi anggota tim kepresidenan sebuah negara “paling kuat” di dunia. David Frum, jurubicara ekonomi George Bush menyebut karangan Ibn Warraq ini sebagai, “Karya brilian tentang dakwaan atas agama besar di dunia.”

Tapi di tengah itu semua, di tengah kenikmatan popularitas dan perhatian, Ibn Warraq memendam keprihatinan tersendiri. Esensi Why A Im Not a Muslim sebenarnya bukan saya untuk Islam. Ibn Warraq menggugat dan melecehkan semua agama yang pernah ada. Buku ini adalah sebuah promosi tentang Atheisme. Buku ini hampir punya tesis yang sama dengan karya Bertrand Russel yang berjudul Why A Im Not a Christian yang terbit tahun 1927 dan terkenal itu. Why A Im Not a Muslim dan Why A Im Not a Christian adalah buku setali tiga uang yang beranggapan kehidupan tak ada kaitannya dengan Tuhan.

Satu lagi bukti tentang dunia Barat yang kehilangan akalnya karena hyper-paranoid yang dialaminya. Tak peduli logikanya salah, yang penting menghujat dan menyerang Islam.

Contoh lain dalam kasus yang berbeda dipertontonkan oleh Samuel P. Huntington, penulis buku Clash of Civilization. Dalam artikelnya di edisi spesial Newsweek yang berjudul The Age of Muslim War, Huntington menulis tentang betapa sejarah Islam dipenuhi dengan catatan perang. Saling perang sesama Muslim sendiri dan perang melawan Barat. Lebih jauh lagi Huntington memperkirakan bisa jadi kelompok Muslim akan memicu konflik global yang akan memantik the clash of civilization.

Satu lagi fenomena pesta anti-Islam adalah larisnya buku yang berjudul Jihad vs Mcworld yang juga terbit pertama kali pada tahun 1995. Penulisnya, Benjamin R. Barber dikabarkan menjadi orang super sibuk setelah peristiwa 11 September. Dalam satu hari ia bisa berada di dua negara bagian yang letaknya sangat berjauhan untuk menjelaskan apa isi bukunya. Jadwalnya hingga beberapa bulan ke depan penuh dengan acara-acara kuliah singkat dan diskusi tentang bukunya yang sebelum peristiwa Selasa Hitam bukan apa-apa dan tak pernah mendapat perhatian. Kini, sejak September papper back buku itu sudah laku terjual sebanyak 40.000 kopi.

Mc World oleh Barber diambil dari Mc Donald yang telah mendunia dan ada di mana-mana. Mc World diartikan oleh Barber sebagai nilai-nilai dan budaya Amerika yang dibungkus dengan musik, budaya pop, film, fast food dan video game yang mendunia. Sedangkan Jihad, disebut oleh Barber sebagai oposisi modernisasi. Muslim dianggap sebagai satu masyarakat yang terikat dengan pertarungan suci melawan kejahatan. Pendeknya, Muslim, Jihad dan Islam adalah sebuah lawan kata dari modern, beradab, dan maju. Jihad adalah perang melawan itu semua.

Perang melawan kemajuan zaman. Perang melawan peradaban mutakhir. Itulah yang disebut oleh Bush dalam pidatonya beberapa saat setelah dua buah pesawat meruntuhkan WTC dan melantakkan Pentagon. “They hate our freedoms,” pekik Bush. Begitulah, dengan mudah, teramat mudah, mereka menyebut bahwa semua kekacauan ini, segala pertempuran ini gara-gara satu kelompok membenci kebebasan dan muak pada kemerdekaan kelompok lainnya.

Bisakah Anda rasakan, saat ini semua mata serang tertuju mengawasi umat Muslim sedunia? Bisakah Anda rasakan, detik ini, setiap pasang telinga sedang mendengar dengan seksama tentang apa yang kita bicarakan? Apakah ini semua, apakah pesta anti-Islam diawal milenium ini akan melemahkan kita? Saya berharap tidak demikian.

Sebaliknya, diam-diam saya memendam harap, bahwa ini semua akan membuat Islam kian kuat. Ini semua akan membuat Muslim kian cerdas. Kuat dalam diri sendiri, cerdas menyampaikan keyakinan kita. Kuat mempertahankan iman dalam diri, cerdas beradu argumentasi dengan kaum anti-Islam. Kita harus kuat karena Allah selalu bersama orang-orang yang memperjuangkan agamanya. Muslim harus cerdas karena ayat Allah tak pernah salah.

Ibn Warraq salah besar jika berharap dengan bukunya banyak Muslim yang akan berpaling dari agamanya. Huntington salah besar jika Muslim akan memicu benturan peradaban dan terpuruk dalam perang tak berkesudahan. Barber pun telah alpa jika menganggap Islam adalah lawan dari semua kemajuan zaman. Ini bukan apologi, saya yakin sekali.

Akan lahir karya dari Muslim-muslim brilian yang mematahkan hujjah orang-orang seperti Ibn Warraq. Akan muncul pemikir-pemikir yang lebih bisa menyakinkan ketimbang Huntington, kalau pun ada perubahan peradaban, Islam akan membawa peradaban yang lebih cemerlang. Akan ada karya dan penjelasan yang cerdas pada Barber, bahwa Islam tak bertentangan dengan sains dan teknologi. Sebaliknya, Islam penuh dengan gagasan yang melampaui zaman, jauh di depan.

Siapa mereka? Bisa saya, bisa Anda, bisa juga Muslim di belahan dunia lainnya. Akan datang waktunya. Kelak jika sudah tiba saatnya, saya harus siap, Anda harus siap, Muslim dunia harus siap. Peradaban sedang bergerak begitupun kita. Jangan lengah, jangan lemah, jangan berdiam diri. Mari berpikir, mari bergerak, mari berbuat sesuatu. Rabbana, anta maulana, fanshurna ala kaumil kaafiriin. Amin

1 comment:

Anonymous said...

artikel bagus bro ......