Tuesday, April 21, 2009

Penggunaan ICR di Pemilu, bijaksanakah?

ICR yang dibaliknya mengandung model Character Recognition dicoba di terapkan oleh KPU tahun ini. Saya memang tidak mengerti arsitektur di balik ICR ini, seperti menggunakan jenis Artificial Neural Network apa, seberapa banyak interkoneksi bobotnya, menggunakan metode pembelajaran apa, apakah di hibrid dengan model lain di ANN, dsb.
Jenis interkoneksi pada ANN, banyaknya bobot, penggunaan metode pembelajaran tertentu, akan sangat menentukan kecerdasan dari Character Recognition.

Namun ada lagi yang sangat menentukan result datanya, yaitu Sample Data / Epoch. Karena saya perkirakan ICR ini menggunakan jenis Supervised Learning ANN, maka kelengkapan sample data adalah hal yang mutlak. Mustinya sample data ini didapatkan dari simulasi-simulasi pencontrengan di seluruh pelosok nusantara, sehingga karakter manusia penginput datanya ikut meningkatkan pertimbangan akurasi data. Saya membaca bahwa team yang melakukan pembelajaran ICR ini menggunakan stok data terbatas (saya mengasumsikan bahwa sample data ini jauh dari cukup untuk melakukan pembelajaran pada mesin ICR). Hasilnya sangat dapat diduga adanya kesalahan / deviasi error pada saat recognition. Ini merupakan hal-hal yang bersifat teknis.

Saya cuman sangat kasihan pada team yang bekerja keras di balik engine ini, yang seakan-akan dijadikan kambing hitam kesalahan team KPU secara general. Hal ini karena implementasi IT jelas itdak bisa dilihat dari sisi Teknikal belaka, namun faktor non teknis akan sangat berpengaruh. Hal ini bisa dilihat pada methodologi pengembangan software yang biasanya mengikutkan Risk Analysis - yang juga berkorelasi dekat dengan Security Analysis. Saya merasa ada usaha "social hacking" untuk me - "mejen" - kan (red: bahasa jawa) information system di KPU, dengan mempersalahkan bagian penginput.

Indonesia memang saat ini jauh dari budaya gotong royong demi kesejahteraan masyarakat dan warganegara Indonesia. Sekarang hanyalah faktor kepentingan yang mengemuka, alias kantong belaka. Ini adalah keberhasilan pendidikan era kapitalis garis keras. Maka, saya mengajak untuk kembali ke model Pancasila seperti dicita-citakan oleh founding fathers kita.

No comments: