Wednesday, October 24, 2007

Jika Sarjana Ekonomi Menjual Uang di Stasiun

Tujuh tahun lalu, Betty diyakinkan oleh saudaranya yang lebih
dulu `mangkal' di stasiun kota untuk mengikuti jejaknya menjadi
penjual uang. Karena diiming-imingi penghasilan besar, Betty yang
masih duduk di bangku kuliah dan jauh dari orang tua, tidak
melewatkan kesempatan ini.

"Dulu saya bayar kuliah sendiri dari jualan uang kayak gini" kata
Betty (bukan nama asli) sambil duduk di trotoar menggendong tas warna
hitam yang sudah kumal. Di dalam tas yang digendongnya nampak
tumpukkan uang kertas pecahan Rp. 10.000,- , Rp. 5.000,- dan Rp.
1.000,-.

Begitu lulus dari Universitas Indonesia tahun 2004, Betty (26)
memilih meneruskan profesi penjual uang. "Setelah ngerasain
penghasilan disini saya tidak mau kerja kantoran, kan gajinya kecil,
lagian pake sistem kontrak" kata Betty yang mengaku pernah ditawari
menjadi Customer Service Bank Swasta dengan gaji Rp. 1.200.000,-
perbulan. Betty menyebutkan ada pula rekan seprofesinya yang bertitel
Sarjana Akuntansi dan Sarjana Komputer.

Pelanggan yang sering menukarkan uang di stasiun kota adalah pedagang
di pasar pagi, pedagang glodok dan restoran di sekitar Muara Karang.
Mereka membutuhkan pecahan ribuan untuk uang kembalian. "Banyak juga
perusahaan yang menukar uang disini, untuk bayar gajian," Jelas Betty.

Setiap harinya Betty yang berjualan dari pagi hingga sore di stasiun
kota mendapatkan keuntungan bervariasi dari Rp. 50.000,- sampai Rp.
300.000,-. "Kami membeli uang Rp. 1.000.000,- dengan harga Rp.
1.005.000,- dari bos. Biasanya bundelan Rp.100.000,- kami untungin
Rp. 5.000,-" Bos yang dimaksud Betty adalah pihak yang mengambil uang
langsung dari Bank Indonesia.

Selama bulan puasa Betty mengaku dapat keuntungan lebih besar karena
banyak kebutuhan masyarakat untuk bagi-bagi uang saat Lebaran. "Nah
kalau bulan puasa bisa untung 10 persen dari omset penjualan. Pas mau
lebaran malah bisa jual Rp. 5.000.000,- sehari" Jelas Betty berseri-
seri.

Menjelang Lebaran nampak penjual uang musiman mulai meramaikan
stasiun kota. Pada hari-hari sebelum bulan puasa para wanita bertopi
dengan tas besar yang digendong di depan ini masih terhitung belasan
orang. Namun sejak sabtu (15/9) sudah terlihat dua puluhan wanita
yang memegang bundelan uang di kedua tangannya mengejar-ngejar
pelanggan. Target mereka adalah para pemudik yang ingin berlebaran
bersama sanak keluarga di daerah asal mereka.

Ketika Media Indonesia merapatkan mobil ke sebrang stasiun kota, lima
orang perempuan berusia 30 an sampai 50 an berebut menyodorkan
tumpukan uang ke dalam mobil. Yang cukup mengejutkan adalah bundelan
uang kertas baru pecahan Rp 50.000,- bertuliskan Rp. 5.000.000,-
bercap Bank Indonesia disodorkan tanpa ragu ke dalam mobil.

Transaksi seperti ini sudah bertahun-tahun berlangsung di depan
stasiun kota yang mengarah ke Bandengan, Pluit. Beberapa petugas
polisi yang berjaga-jaga di lampu merah stasiun kota tidak
mengacuhkan aktivitas belasan penjual uang. Memang, jasa penjualan
uang ini tidak melanggar hukum. "Kami tidak takut polisi, atau
trantib, kami kan bukan menipu. Selama ini ngga ada cerita penjual
uang ditangkep kamtib" Kata Merry (bukan nama asli) meyakinkan.

Walau memegang uang dalam jumlah besar beberapa penjual uang mengaku
tidak takut dengan pencopet dan perampok. "Namanya cari uang yah ada
resikonya, di daerah asal kami wanita juga harus mampu menopang
keluarga," kata Betty yang setiap bulan mampu mengirimkan uang
sedikitnya Rp. 1.000.000,- untuk orang tuanya di Sumatera Utara.

Para wanita penjual uang terlihat akrab bersenda gurau dengan
pengemudi angkot, bajaj maupun ojek sepeda yang mangkal di depan
stasiun kota. Merry berseloroh dengan pengemudi bajaj yang sudah lama
menunggu penumpang. "Ngapain situ stress melulu, kayak kita dong
pegang uang terus makanya ngga stress." sambil mengipas-ngipas wajah
nya dengan bundelan uang.

Namun tidak selalu untung dialami para penjual uang. Beberapa wanita
mengaku pernah ditipu oleh pelanggan. Suatu kali ada teman seprofesi
Betty yang mendapat uang pecahan palsu Rp. 100.000,- sebanyak lima
lembar. "Yah kami ngga tau kalo pelanggan ngasi uang asli apa ngga
karena jualannya cepet-cepetan sama yang yang lain. Baru tahu pas
nyetor kembali sama bos"

Alasan Betty berjualan di stasiun adalah pelanggan yang datang
berasal dari berbagai kelas sosial. "Kalau di terminal susah
ngerayunya, yang beli supir bus semua. Kalau disini dari pedagang
sembako sampe anggota DPR aja nukar uang, jadi ga ditawar melulu."
papar Betty blak-blakan.

Ditanya tentang masa depannya, dengan percaya diri Betty menjawab
akan mengumpulkan modal untuk menjadi Bandar penjual uang. "Saya mau
nyari anak buah, kayak di Tanjung Priok yang lokasinya (titik
penjualan uang, red) banyak. Disitu banyak yang dulunya penjual uang
sekarang udah jadi bos (Bandar, red). Kalau di stasiun kota mah
lokasinya sedikit, jadi kami rebutan pelanggan" analisis Betty yang
bergelar sarjana ekonomi.

Renji Betari, Stasiun Kota (15/9)

Saturday, October 20, 2007

Sepertiga Penduduk Indonesia miskin ?

Dear All,

Mari sama-sama mengecek dari mana Angka Penduduk
Miskin 70 Juta? Di salah satu TV swasta belum seminggu
lalu, Syafii Antonio memberi angka ini: Jika, dihitung
dari penduduk Indonesia dengan pendapatan kurang lebih
Rp.150.000,-/bulan, maka angka kemiskinan berkisar 40
juta orang. Bila pendapatan dinaikkan lagi di angka
Rp.750.000,-/bulan, maka penduduk miskin Indonesia
akan mencapai 90 juta orang. Dan, bila dihitung
berdasarkan average UMR (Upah Minimum Regional) maka
penduduk miskin lalu di atas 100 jutaan orang atau
mendekat anka prosentase yang biasa disebut-sebut,
yakni 40 persen.

Penanganan dampak bencana Alam yang tidak effektif,
antisipasi perekonomian global yang sering di luar
ekspektasi (seperti meroketnya harga minyak mentah
dunia), Retorika-retorika politik dalam negeri,
positioning dalam tata pergaulan dunia yang
menimbulkan pertanyaan (antara lain, HAM misalnya),
semuanya akan mengganggu optimisme kita pada recovery
ekonomi. Dede M Chatib Basri memiliki hitung berbeda
soal dampak meroketnya harga minyak mentah dunia yang
berbeda mutlak dengan hitungan Tim Ekonomi Indonesia
Bangkit, hanyalah hal biasa dalam perbedaan landasan
menghitung. Dan, masyarakat sekedar bingung saja.

Meski kita gegap gempita ikut mengumandangkan "END
POVERTY", kita akan menjadi "agent povertizing"
(terhadap yang lain). Bila, gerakan Solidaritas sejati
tidak menjadi aksi, kemiskinan tidak lagi hanya ada
dalam angka stastik. Ia menjadi virus yang mengerikan.

Selamat HARI RAYA IDUL-FITRI, bagi yang belum sempat
kebagian SMS.

wassalam,

berthy b rahawarin
--------------------

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/10/17/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY
Hari Penanggulangan Kemiskinan Dunia
Penduduk Miskin 70 Juta

[JAKARTA] Jumlah penduduk miskin di Indonesia
diestimasi mencapai 70 juta jiwa. Versi terbaru
jumlah penduduk miskin di Indonesia itu diungkapkan
Duta Besar Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
untuk Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium
Development Goals/MDGs) wilayah Asia Pasifik, Erna
Witoelar, dalam rangka peringatan Hari
Penanggulangan Kemiskinan Dunia, yang jatuh setiap
17 Oktober.

Data yang dikutip dari Bank Dunia itu melebihi
jumlah yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS),
yang hingga Maret 2007 tercatat 37,17 juta jiwa,
atau 16,58 persen dari total jumlah penduduk di
Indonesia.

Berkaitan dengan fenomena kemiskinan yang begitu
besar di Indonesia itu, Erna Witoelar di Jakarta,
Selasa (16/10), mengimbau agar organisasi masyarakat
sipil berpartisipasi dalam kampanye internasional
"Stand Up Speak Out Against Poverty and for the
Millennium Development Goals" (Bangkit dan Suarakan
Melawan Pemiskinan dan untuk Pemenuhan Tujuan
Pembangunan Milenium), bertepatan Hari
Penanggulangan Kemiskinan Dunia.

Mantan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah di
era Presiden Abdurrahman Wahid itu mengingatkan,
jumlah penduduk miskin diperkirakan akan bertambah
hingga akhir tahun ini.

Dia mengakui, pemerintah telah mengeluarkan dana
untuk mengurangi kemiskinan hingga mencapai Rp 57
triliun. Tetapi, hingga saat ini program pengurangan
kemiskinan seolah berjalan di tempat, dan di sisi
lain pertumbuhan ekonomi dianggap masih kurang
mendukung program tersebut.

"Pembangunan infrastruktur pedesaan, program
pendidikan dan kesehatan serta penciptaan lapangan
kerja merupakan kata kunci penyelesaian kemiskinan
di Indonesia," ujar Erna Witoelar.

Prakarsa kampanye "Bangkit dan Suarakan" adalah
momentum yang dilakukan di seluruh dunia, dengan
tujuan mengingatkan dan menagih janji para pemimpin
dunia untuk memberikan kesejahteraan kepada seluruh
masyarakat, menanggulangi kemiskinan, dan memastikan
pencapaian MDGs.

Terkait dengan peringatan tersebut, International
NGO Forum on Indonesian Development (Infid) dalam
siaran persnya yang diterima SP, Rabu (17/10)
mengatakan, tuntutan global penghapusan kemiskinan
sangat relevan dengan situasi Indonesia. Walaupun
Indonesia telah menandatangani pakta global MDGs,
dan bahkan telah meratifikasi kovenan internasional
mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, namun
kemiskinan masih merupakan realitas keseharian
sebagian besar rakyat Indonesia.

Pidato pemimpin nasional selalu mengklaim telah
berhasil mengurangi angka kemiskinan dengan
menunjukkan angka-angka statistik. "Namun, setiap
hari pula dijumpai kasus gizi buruk, kelangkaan air
bersih, dan kematian ibu melahirkan akibat
keterlambatan pelayanan kesehatan, kematian akibat
penyakit menular, masih juga terus terjadi,"
demikian Direktur Eksekutif Infid, Donatus Klaudius
Marut. [E-5/M-15]

Monday, October 8, 2007

Pencurian Itu Terjadi di Depan Mata

Dear All,

Kemarin malam saya mendapat musibah di toko baru saya yg kecil. Waktu itu
sekitar jam 6.30 petang, toko alhamdulillah tidak sepi pengunjung, datang 2
orang laki & perempuan mengendarai motor langsung masuk toko dan tanya-tanya
tentang jilbab anak, staff saya melayani, beberapa detik kemudian tiba-tiba
datang lagi 2 motor dg 2 orang laki-laki berjaket salah satunya tetap
memakai helm dg seorang ibu gemuk separuh baya. Saya yang kebetulan ikut
jaga toko sibuk melayani, mereka tanya ini itu, staff saya juga dibuat
sibuk, sehingga tidak ada yang mengawasi keadaan toko, semua sibuk melayani.

Saya sebenarnya sudah punya firasat aneh, ini kok sepertinya mereka datang
tiba2 (basa jawa 'nggruduk'), dan perilaku mereka hampir sama satu sama
lain, tanya ini itu minta diambilkan ini itu...yang ada dipikiran saya masak
sih laki2 dg model/tampang seperti mereka mau belanja busana muslim..tapi
kemudian saya tepis prasangka buruk itu, saya kembali melayani mereka. Dan
ibu gemuk itu...setelah saya ingat2 kok sepertinya lepas dari pandangan
saya. Dan yang laki-laki gemuk sepintas sepertinya keluar dr toko kemudian
masuk lagi. Akhirnya mereka pulang...tapi tidak bersamaan...hanya beda
beberapa detik. Setelah toko sepi hanya ada saya dan 2 staff saya, kira-kira
setengah menit setelah mereka kabur....tidak sengaja saya melihat gantungan
baju yg ada di gawang, kok sepertinya space-nya banyak yg lowong, saya
berdiri untuk meneliti, dan benar beberapa baju yang baru kulak di Surabaya
hari Sabtu kemarin sudah lenyap...saya tanya ke staff dan mereka jawab tidak
tahu, mereka juga bilang bahwa belum ada pembelian untuk baju2 tsb....maka
lemaslah saya....saya telah kerampokan....di depan mata saya. Staff saya
belum 'aware' kalau baru kerampokan, maklum anak baru lulus SMA dan masih
lugu.

Setelah dikalkulasi, ada sekitar 20 pcs blus muslim (blus sulam pita, blus
AZKA, dll), dan sebagian besar berharga di atas 100 ribu, total semua
kira-kira ada 2 juta-an...lenyap bersama hanger-nya. Ya Allah apa yang telah
terjadi. Saya segera telpon polisi..mereka datang dan membuat laporan, tapi
saya diharuskan untuk datang ke kantor polisi, ya..karena ingin menjadi
warga negara yang baik saya datang ke kantor polisi dengan suami, untuk
proses lebih lanjut nanti jam 9 siang, saya akan ke kantor polisi lagi untuk
identifikasi pelaku melalui foto-foto yang ada di arsip kepolisian.

Kejahatan ada di depan mata kita. Saya berusaha mengingat-ingat kembali dan
berpikir. Selama ini di toko memang pengawasan terhadap pengunjung masih
lemah, dan saya belum mengantisipasi kejadian seperti ini, kalau penipuan
seperti yang Mbak Doris alami (alhamdulillah gagal) saya sudah wanti wanti
ke staff...bahwa pembayaran harus CASH..tidak ada yang namanya transfer atau
cek. Dan yang paling penting adalah saya mengabaikan firasat
saya...seharusnya jika ada gelagat tidak baik sekecil apapun kita harus
langsung meningkatkan kewaspadaan. Idealnya harus ada seorang yang tidak
ikut melayani pengunjung terutama di saat ramai...ambil jarak dengan situasi
sibuk di toko dan awasi pengunjung...itulah yang tidak saya lakukan.
Kemudian saya ingat-ingat, sebenarnya modus operandi seperti ini bukan hal
yang baru...tapi karena kelengahan saya dan juga karena terlalu bersemangat
melayani pengunjung...akhirnya lepas kontrol. Saya tidak habis pikir
bagaimana mereka membawa baju-baju sebanyak itu dengan hangernya sekaligus
tanpa kelihatan mata saya. Kemudian saya ingat 2 laki laki yang gemuk
sepertinya berusaha menghalagi pandangan saya dengan tubuh gemuk mereka.

Lebaran sudah dekat, dan sudah tidak ada kesempatan kulakan lagi di
Surabaya...jadi saya harus terima keadaan dengan stok baju yang tersisa, dan
itupun baju baju dengan warna warna gelap yang tidak fast moving, mereka
tahu barang barang yang cepat laku...mengambil yang bagus-bagus dan
meninggalkan sisanya.

Semoga proses identifikasi di kepolisian ada hasilnya sehingga polisi bisa
bertindak, karena menurut saya mereka orang yang profesional dan sering
melakukan pencurian dengan modus seperti itu, mereka sudah membaca situasi
di toko dan bukan tidak mungkin mereka sudah mengawasi dan mengincar toko
saya sejak lama...ini membuat saya merinding. Semoga tidak ada lagi yang
mengalami seperti saya.

Wassalam,
Dyah di Malang
www.3orchid.com
www.dyahpurana.blogspot.com

Fake Eggs from China

Commentary:
According to this email forward, large quantities of counterfeit chicken eggs are being manufactured in China and then sold in markets for around half the price of real eggs. The message claims that the fake eggs are created from a range of ingredients, including gelatin, benzoic acid, coagulating material, alum and "magic water". It also warns that eating the fake eggs could eventually cause dementia because of the alum used in their manufacture.

Versions of the story have been posted on various blogs and forums and have circulated via email for several years. The story gained even more attention after it was published on Consumerist.com in May 2007. Consumerist.com based the story on a report in the "Internet Journal of Toxicology". However, an article on the What Tian Has Learned blog discusses the story in depth and concludes that it is a hoax. A reader of the article contacted the editor of "Internet Journal of Toxicology", who replied that the original story, along with another dubious tale by the same author, were "published online by mistake" in the Journal and later removed.

The Consumerist.com article links to an archived version of the original report, but it appears that the Internet Journal of Toxicology has used a robots.txt file to block the "Fake Eggs" story and other previously published articles from appearing in the Internet archive. An update to the Consumerist article acknowledges that the story may be a hoax.

Rumours about artificial eggs in China possibly originated from a 2004 Chinese news article. According to a (roughly translated) Xinhua News Agency article published on December 28 2004, a mobile street vendor sold a Handan resident an egg that turned out to be "man-made". Examination revealed that the fake egg was made from calcium carbonate, starch, resin, gelatin and other chemical products. The article includes a photograph supposedly showing one of the fake eggs along side a real egg. However, there is no way of telling from the photograph if one of the eggs is fake or not. Moreover, although I did locate a few vague and unsubstantiated references, I could find no other credible reports confirming such incidents.

Never the less, it cannot be ruled out that such an incident did occur as described. But even if it did happen, there is no evidence to suggest that making and selling artificial eggs in China is a widespread and well-documented practice that is so advanced that it even has fake egg production classes available. If true, it seems quite likely that such an interesting story would have garnered the attention of various news outlets around the world.

It should be noted that the egg described in the Xinhua News Agency article was quickly revealed as fake during cooking because the yolk and white ran together, the egg stayed very hard after boiling and it did not smell like a real egg. In contrast, the fake eggs described in later versions of the tale claim that they can be cooked like real eggs and even taste very much the same. It seems highly improbable that an "egg" made from a concoction of chemical substances, including alum, would taste and smell anything like a real egg.

Moreover, the method of fake egg production described seems quite labour-intensive. After factoring in the cost of ingredients and the time spent on production, it is difficult to believe that fake eggs could be profitably sold at half the price of real eggs. In general, the motivation for creating fake products for sale is that the fakes can be produced at a fraction of the cost of the genuine article, thereby generating an easy profit. In this case, such a profit seems unlikely.

Incidentally, alum does have food related uses, including hardening gelatin and is indeed dangerous, or even fatal, to humans if consumed in more than very small amounts. And aluminum has been linked to Alzheimer's disease.

Perhaps unscrupulous vendors in China have attempted to palm off fake, and probably inedible, eggs as the real thing from time to time. But claims about a well-organized and widespread fake egg market in China seem dubious. Of course, stories that seem too weird to be true sometimes do turn out to be based on fact after all. However, at least until more evidence is forthcoming, I'd be consuming this particular egg tale with a grain of salt.

References:
How To Make A Counterfeit Egg, China Style
Hoax - Chinese Counterfeit Eggs
Artificial eggs into Handan (In Chinese)
Artificial eggs into Handan (Google Translation)
China, a Haven for Fake Goods
Alum
The facts about human health and aluminum in drinking water
Egg Piracy In China

Thursday, October 4, 2007

Telur Palsu dari Cina ?

Subject: < MJNY > Fw: Telur Palsu dari Cina ?
Date: Wed, 3 Oct 2007 20:37:45 -0700 (PDT)

Sekedar sharing ...insyaallah berguna
Wassalam

Makanan Palsu China Menjadi Sorotan di Korea
Anda sulit membedakan keasliannya!

Seorang pekerja tidur di atas krat-krat telur di sebuah pasar grosiran
di Beijing , China . Beberapa media utama di Korea telah memberitakan
proses pembuatan telur-telur tiruan di China , yang mana telah
menggemparkan dan menyebabkan kekhawatiran besar di antara penduduk
Korea . ( China Photos/Getty Images) (Erabaru.or. id) — Baru-baru ini,
produk-produk tiruan China telah menjadi sorotan di Korea . Beberapa
media arus utama Korea telah memberitakan proses pembuatan telur-telur
tiruan di China , yang telah menggemparkan dan menyebabkan kekhawatiran
besar di antara penduduk Korea . Pada 1-2 September lalu, Munhwa
Broadcasting Corporation (MBC) menayangkan sebuah dokumenter berjudul,
“Hidup tanpa produk-produk buatan China .” Acara tersebut menelusuri
kehidupan tiga keluarga di Korea Selatan , AS , dan Jepang yang menolak
menggunakan produk-produk buatan China . Tayangan ini juga berbicara
mengenai telur-telur buatan yang merajalela di China , acara ini telah
menarik perhatian publik Korea . Menyusul acara tersebut, koran nomor
satu Korea, Chosun Ilbo, telah menerbitkan sebuah artikel berjudul “MBC
Special mengekspos telur-telur tiruan buatan China,” melaporkan secara
rinci bagaimana telur-telur tiruan itu dibuat. Dong-A Ilbo, koran Korea
lainnya, pada 14 Agustus 2007 juga telah menerbitkan sebuah laporan
berjudul “Telur-telur buatan dari China dibuat dari bahan-bahan kimia
telah muncul di pasaran”. Sepersepuluh Harga Menurut laporan dari Chosun
Ilbo, karena peningkatan tajam harga-harga makanan di China, telur-telur
buatan, yang dibuat hanya dari bahan kimia tanpa bahan alami, telah
muncul di Kota Zhengzhou, Provinsi Henan. Mr. Wang, yang menjalankan
sebuah perusahaan yang membuat bahan tambahan makanan, menjelaskan
bagaimana telur-telur tiruan itu dibuat. “’Putih telur’ dibuat dengan
melarutkan sodium alginate dalam air. Larutan tersebut akan terlihat
seperti cairan bening yang kental dan sulit membedakannya dengan putih
telur yang sebenarnya. “’Kuning telur’ dibuat dengan menyekop suatu
carian dengan pigmen kuning dan memadatkan serokan cairan tersebut ke
dalam larutan kalsium klorida. Akhirnya, ‘putih telur’ dan ‘kuning
telur’ dibungkus ke dalam ‘kulit telur’ yang dibuat dari kalsium
karbonat. “Jika ditambahkan tepung kanji atau bubuk kuning telur pada
‘kuning telur’ tersebut, tekstur dari sebuah telur buatan setelah
dimasak hampir identik dengan telur yang sebenarnya. Wang mengatakan
hanya menghabiskan 0,55 yuan (0,07 dolar AS) untuk membuat lebih dari 2
butir telur, kurang dari sepersepuluh harga telur yang sebenarnya di
pasaran (0,8 dolar AS.) Bahan utama dalam telur-telur buatan tersebut
adalah bahan tambahan makanan, getah damar, kanji, pengeras, dan
pigmen-pigmen. Konsumsi yang berlebihan atas bahan-bahan tersebut akan
merusak perut dan menyebabkan gejala-gejala seperti kehilangan ingatan
dan keterlambatan mental, dll. Korea Dikecewakan Dokumenter khusus dan
laporan berita tersebut telah menuai perhatian dan kegemparan di tengah
penduduk Korea . Banyak orang Korea menyatakan bahwa meskipun
produk-produk buatan China seperti pakaian, elektronik, dan lain-lainnya
terbilang murah dan telah membawa kenyamanan bagi hidup mereka, kualitas
dan keamanannya sungguh mengkhawatirkan. Belum lama ini, berbagai mainan
buatan China telah ditarik dari rak-rak supermarket karena cat pada
mainan tersebut mengandung sejumlah logam berat yang sangat tinggi dan
dapat mengancam keselamatan anak-anak. Kursus Membuat Telur Buatan
Diiklankan Secara Online di China Fakta telur buatan bukanlah hal baru
di China . Kursus-kursus latihan untuk “membuat telur buatan” tersebar
luas di Beijing, Provinsi Henan , Shandong , Hebei dan Guangdong .
Seorang wartawan Epoch Times telah melakukan pencarian di Internet dan
menemukan banyak iklan seperti itu. Kelas-kelas dilakukan dari satu
sampai dua hari dan biayanya berkisar antara 300 sampai 800 yuan (40-100
dolar AS). Sebuah pusat latihan tertentu di Kota Shangqiu mengajarkan
teknik pembuatan telur buatan dan memberikan cetakan gratis dalam kursus
tersebut. Pusat latihan tersebut menjamin bahwa “Anda sulit dapat
membedakan bentuk dan rasa antara produk kami dengan telur yang
sebenarnya.” Baca liputan tentang Kursus Membuat Telur ini di sini:
http://www.erabaru. or.id/k_23_ art_76.html Apa Makanan Asli di China?
Sebuah pusat riset yang bermarkas di Fengtai, Beijing , menyatakan bahwa
“Perusahaan kami telah menyebarkan teknologi pembuatan telur buatan.
Kami telah melatih lebih dari 70 ribu siswa di lebih dari 20 provinsi di
dalam negeri. Kami juga menyediakan teknologi untuk membuat “anggur
buatan,” daging ayam dan daging sapi buatan,” dan “membuat permen
beraroma hawthorn (sejenis buah berry berwarna merah) tanpa menggunakan
buah hawthorn.” Menyusul membanjirnya laporan tentang kualitas
produk-produk buatan China baru-baru ini, beberapa warga Korea berseru,
“Lalu apa yang dapat kalian makan di China? Sungguh industri makanan di
China dibanjiri oleh kebohongan dan penipuan, karenanya membuat
kepanikan di tengah konsumen.”
Oleh Cui Yingshu, The Epoch Times, 11 Sep 2007 http://en.epochtime
s.com/news/ 7-9-11/59598. html




Bagaimana Membuat Telur Dari Guangzhou

Untuk membuat telur putih, beberapa jenis bahan, termasuk semacam bubuk
dan tawas, dicampurkan – EAST WEEK‘Kuning telur’ dibentuk pada cetakan.
‘Air ajaib’ mengandung kalsium khlorida juga digunakan – EAST
WEEKSelaput keras dibentuk dengan menuangkan parafin dan sejenis cairan
pada telur lalu didiamkan untuk kering – EAST WEEK

(Erabaru.or.id) - Penggerebekan baru-baru ini di sebuah pusat grosir
kota Guangzhou, ibu kota provinsi Guangdong, ditemukan sejumlah besar
telur palsu. Harga grosir telur palsu adalah 0,15 yuan (0,03 Dollar
Singapura) per butir – setengah harga dari telur asli. Konsumen sangat
sulit membedakan telur asli dan telur palsu. Ini adalah berita bagus
bagi para pengusaha nakal yang bahkan mengeluarkan tidak kurang 150
dolar Singapura untuk mengikuti kursus tiga hari cara memproduksi telur
buatan. Seorang wartawan dari Majalah East Week dari Hong Kong mengikuti
salah satu kursus tersebut. Untuk menciptakan telur putih, instruktor –
seorang wanita berusia 20 tahunan menggunakan sejenis ramuan seperti
agar-agar, bubuk yang tidak diketahui jenisnya, asam benzoid, bahan
pengentalan dan bahkan tawas yang biasa digunakan untuk pengolah
industri. Untuk menciptakan kuning telur, bubuk berwarna kuning jeruk
dicampur ke dalam air dan diaduk. Cairan itu kemudian dituangkan ke
dalam cetakan plastik yang berbentuk bulat dan dicampur dengan apa yang
disebut ‘air ajaib,’ yang mengandung kalsium khlorida. Ini akan membuat
selaput tipis di luar ‘kuning telur,’ yang akan mengikatnya dengan kuat.
Lalu telur tersebut dibentuk dengan sebuah cetakan. Tidak lupa kulit
telur juga dibuat. Parafin dan sejenis cairan putih yang tidak ketahui
jenisnya dituang ke dalam telur palsu itu, lalu didiamkan untuk kering.
Telur buatan ini dapat dijemur dengan sinar matahari atau dikukus.
Meskipun muncul gelembung-gelumbung dari telur putih, orang yang
mencicipi mengatakan bahwa rasa telur palsu ini sangat mirip dengan
telur asli. Tetapi para ahli memperingatkan akan bahaya mengkonsumsi
telur palsu ini. Tidak hanya telur-telur palsu itu tidak mengandung
nutrisi apapun, seorang profesor Universitas China Hong Kong
memperingatkan bahwa mengkonsumsi tawas dalam waktu lama dapat
mengakibatkan penyakit dementia (penyakit mental yang serius yang dapat
mempengaruhi kemampuan berpikir, mengingat dan bertingkah laku normal).

Tuesday, October 2, 2007

ATM Non Tunai BCA Rawan Pembobolan

[Info] Fwd: ATM Non Tunai BCA Rawan Pembobolan
Posted by: "Hendra SeTiaWan" hendra_stw
Sun Sep 30, 2007 5:33 pm (PST)
Jumat, 07/09/2007 14:16
ATM Non Tunai BCA Rawan Pembobolan
Pengirim: Liem Ay Tjhoe

Rabu, 25/07/07 saya ke Griya ATM Bank BCA Pemuda di
Semarang (saat saya melakukan dan menutup transaksi tidak ada orang
di samping/belakang saya) untuk melakukan 2 kali transaksi yaitu:

1. Pembayaran rekening Halo Telkomsel (jam yang tertera di slip 09:50:18).
2. Pemindahan uang ke rekening sesama BCA (jam yang tertera di slip
09:51:44).

Transaksi di ATM non tunai sudah saya tutup, yang ditandai dengan
keluarnya iklan BCA di layar ATM non tunai.

Kemudian saya naik ke dalam Bank BCA untuk mengambil
uang tunai di teller BCA. Setelah selesai di-print saya terkejut
mendapati ada 2 kali pendebetan di rekening yang tidak saya lakukan.
Saya langsung meminta petugas teller, Rhany, supaya segera mengecek
transaksi tersebut. Tetapi teller mengatakan bahwa itu bukan
wewenang teller.

Bukannya saya dibantu malah petugas tersebut mengatakan "jangan-jangan
ibu lupa". Saya dipersilahkan langsung ke Customer Service. Penanganan
Customer Service yang sangat lamban membuat saya harus menunggu selama
1 jam. Pada saat dilayani, didapatkan bahwa rekening
saya kembali digunakan atau dibobol untuk pembelian pulsa Mentari
sebesar Rp 1 juta.

Oleh Customer Service saya ditanya kronologis kejadian. Kemudian saya
dipersilahkan mengisi keluhan dan rekening saya disarankan untuk
ditutup. Berdasarkan informasi yang saya peroleh diketahui 3 kali
transaksi yang tidak saya lakukan merupakan transaksi:

1. Transfer ke rekening BCA atas nama Drs. Adi Nugroho
no rek 658.0284696 Rp 20 juta.
2. Transfer ke rekening Bank Permata atas nama Rudy Hartanto Rp 10 juta.
3. Pembelian pulsa ke nomor 085885444797 Rp 1 juta.

Semua nama tersebut di atas tidak ada satu pun yang saya kenal atau
pun pernah berhubungan dengan saya. Saya juga meminta agar transfer ke
rekening-rekening yang tidak saya kenal tersebut di atas bisa diblokir
secepatnya, yang ternyata setelah dicek sudah terlambat. Jumlah uang
sudah hilang. Dan saya menanyakan setelah mengisi
surat keluhan apakah uang saya bisa kembali? Menurut Customer Service
(nama??) "Biasanya uang tidak bisa kembali" (Saya masih di BCA sampai
jam 2 sore).

Kamis pagi 26/07/07, saya ke BCA Telogorejo untuk mengurus penutupan
rekening. Di sana ditemui pula oleh pimpinan cabang, Bambang yang
menanyakan kronologis kejadian yang serupa dengan
Customer Service BCA Pemuda. Kesimpulan dari hasil diskusi sementara
saat itu mungkin uang dibobol via internet.

Kamis sore 26/07/07, sekitar jam 5 saya ditelepon oleh
petugas BCA Pemuda, Ibu Christine yang menyatakan bahwa didapati
bahwa transaksi dilakukan lewat internet dan hari itu ada 2 orang yang
rekeningnya dibobol .

Jumat, 03/08/07 saya datang ke BCA Telogorejo untuk
menanyakan kelanjutan mengenai kasus saya. Karena pimpinan cabang
sedang pergi, saya ditemui oleh wakil pimpinan cabang, Ibu Vonny
Widjaya. I bu Vonny kemudian menelepon Ibu Christine dan mendapat
jawaban bahwa uang saya tidak bisa kembali karena dianggap kelalaian
nasabah.

Rabu, 15/08/07, saya mendapat pernyataan resmi dari
BCA, uang saya tidak bisa kembali dikarenakan dianggap kelalaian
nasabah. Pada hari yang sama pihak BCA menelepon saya, menawarkan diri
untuk datang ke rumah, untuk apa? Rencana kunjungan ini mahal sekali
ongkosnya, saya harus kehilangan uang saya dulu. Saya akhirnya menolak
rencana kunjungan yang tidak jelas tujuannya itu. Karena
urusan seperti ini seharusnya diselesaikan di BCA, bukan di rumah
nasabah.

Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Halo BCA
(saya menelepon Halo BCA pada waktu dan hari yang berlainan) batas
pentransferan untuk ATM GOLD adalah Rp 25 juta, sedangkan kartu saya
telah digunakan untuk transfer sebesar Rp 35 juta. Bagaimana
pertanggungjawaban BCA?

Tidak tertutup kemungkinan bahwa mesin ATM tersebut
juga mengalami kerusakan sistem, sehingga walaupun saya sudah menutup
transaksi namun format di dalam masih tetap terbuka, sehingga dapat
dibobol orang. Karena saya memperoleh informasi bahwa pada hari itu
ada customer lain yang mengalami masalah yang sama dengan saya.

Selain itu, putri saya telah menemukan kasus serupa di
http://www.kompas. com/kompas- cetak/0.. .ni/3402695.
htm dan Kompas tanggal 27 Agustus 2007 yang menyatakan bahwa ternyata
ada kelemahan dalam ATM non tunai bahwa setelah selesai digunakan
beberapa menit magnet masih berfungsi sehingga rawan dibobol.
Bagaimana tanggung jawab BCA terhadap ketidakamanan ini?

Sudahkah BCA berintrospeksi akan keburukan servisnya?
Kalau memang servis BCA dan mesin-mesinnya yang sempurna pasti
tidak ada complaint di surat pembaca bukan? Kelambanan Customer Service
yang diakui oleh pimpinan cabang, keamanan mesin ATM non Tunai/Tunai
BCA, beranikah BCA menjamin kalau mesin tidak pernah rusak? Adakah pihak
intern BCA yg terlibat? Sudahkah BCA bekerja sama dengan Bank
Permata untuk melacak account Rudi Hartanto? Drs Adi Nugroho yang tidak
saya kenal adalah nasabah BCA, sudahkah dilacak account-nya.

Berdasarkan informasi yang peroleh dari surat pembaca
di surat kabar, biasanya dalam mengatasi masalah ini, BCA cenderung
untuk tidak peduli, dalam arti BCA hanya akan mengeluarkan surat
permintaan maaf dan meminta customer untuk berhati-hati dalam
melakukan transaksi.

Sangat mudah sekali kesalahan dilempar ke customer.
Saya sangat kecewa sekali dengan penanganan pihak BCA (pelayan inikah
yang saya dapatkan setelah sekian tahun menjadi customer) karena
kerugian yang saya alami termasuk besar untuk saya.

Berdasarkan informasi dari pihak intern BCA dan
ekstern besar kemungkinan BCA tidak memberikan penggantian kepada
customer.
"Biasanya uang tidak bisa kembali". Apakah ini slogan
baru? Di mana tanggung jawab BCA? Apakah tanggung jawab itu hanya
sebatas selembar kertas permintaan untuk berhati-hati.