Thursday, September 13, 2007

Mengemis dan Memberi Pengemis Didenda Rp 20 Juta

http://www.kompas.co.id/ver1/Metropolitan/0709/11/045404.htm
=======================

KEBON SIRIH, WARTA KOTA - Hati-hati jika Anda ingin bersedekah kepada
pengemis, baik ketika berada di kendaraan umum, atau perempatan jalan.
Alih-alih bermaksud berbuat baik, Anda bakal dikenai sanksi denda
hingga maksimal Rp 20 juta atau mendekam di tahanan paling lama 60 hari.

Hal itu merupakan konsekuensi pemberlakuan peraturan daerah (perda)
tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum yang disahkan dalam Rapat
Paripurna DPRD DKI, Senin (10/9). Perda baru itu merupakan pengganti
Perda No 11 tahun 1988 tentang Ketertiban Umum yang dianggap tak lagi
memadai menghadapi perkembangan kondisi sosial Ibu Kota.

Larangan memberi sedekah kepada pengemis, maupun melakukan aktivitas
mengemis itu termuat dalam pasal 40 huruf b, dan c. Dalam pasal itu,
tak hanya mengemis saja yang dilarang melainkan juga mengamen,
mengasongkan dagangan, dan mengelap mobil di tempat umum. "Kalau ingin
menyumbang dan memberi sedekah, salurkan lewat lembaga resmi yang
sudah ada, misalnya lewat Bazis," ujar Ketua Fraksi PPP Achmad Suaedy,
kepada wartawan usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD DKI,
kemarin.

Pemberlakuan larangan pun tak hanya berlaku pada pelaku, dan pemberi
sedekah bagi pengemis saja, melainkan juga terhadap pihak-pihak yang
mengorganisasi, atau memerintahkan aktivitas tersebut. Dan, sanksi
bagi mereka ini lebih berat, sesuai pasal 61 ayat 2, orang yang
menyuruh mengemis, mengasong, mengamen, atau mengelap kaca mobil
dikenai sanksi denda paling banyak Rp 30 juta, atau kurungan maksimal
90 hari.

Gubernur DKI Sutiyoso mengatakan, pemberlakuan aturan-aturan baru
dalam perda tersebut sebagai upaya meningkatkan budaya disiplin dan
tertib di kalangan warga Jakarta. Selain itu, juga untuk memperbaiki
citra Jakarta sebagai Ibu Kota Negara yang tertib dan nyaman.
"Ketertiban umum di kota mana pun harus ditegakkan karena ini untuk
kepentingan bersama. Perda ini harus kita lakukan secara konsekuen,"
ujar Sutiyoso usai menghadiri rapat paripurna, kemarin.

Pemprov DKI akan melakukan sosialisasi mengenai isi dan konsekuensi
perda baru itu kepada masyarakat luas selama sekitar empat bulan,
sebelum secara efektif memberlakukan ketentuan tersebut. Sutiyoso
berjanji akan meningkatkan kinerja aparat pamong praja yang dimiliki
Pemprov untuk menjamin penegakan hukum atas perda itu. "Kalau soal
aparat yang tidak baik, itu masalah mentalnya, dan akan kita perbaiki.
Yang penting kesadaran masyarakat untuk disiplin, karena masalah
disiplin ini bukan hanya di Jakarta, secara nasional kita lemah di
bidang ini," ujar gubernur yang tinggal sebulan lagi menjabat itu.

Perda Penyelenggaraan Ketertiban Umum kemungkinan besar baru akan
diberlakukan efektif mulai tahun depan.

Kewajiban dan Larangan

Beberapa kewajiban dan larangan Perda Tibum, sebagai berikut:
- Pejalan kaki wajib berjalan di tempat yang ditentukan.
- Setiap orang wajib menyeberang di tempat penyeberangan yang disediakan.
- Setiap penumpang wajib menunggu di halte atau pemberhentian yang
ditetapkan (pelanggaran atas 3 aturan di atas, dikenai denda Rp
100.000-Rp 20 juta, atau kurungan 10-60 hari).
- Setiap pengemudi wajib menunggu, menaikkan, dan menurunkan penumpang
di tempat pemberhentian yang ditentukan (pelanggaran didenda Rp
500.000 - Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari).
- Setiap kendaraan bermotor dilarang memasuki jalur busway
(pelanggaran didenda Rp 5juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180
hari).
- Ketentuan 3 in 1, dan larangan penggunaan joki (pelanggaran didenda
Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi kurungan 20-90 hari).
- Larangan menjadi joki 3 in 1 (pelanggaran didenda Rp 100.000-Rp 20
juta, atau sanksi kurungan 10-60 hari).
- Larangan menjadi penjaja seks atau memakai jasa penjaja seks
komersial (pelanggaran didenda Rp 500.000-Rp 30 juta, atau sanksi
kurungan 20-90 hari)
- Larangan menyuruh, memfasilitasi, membujuk, memaksa orang untuk
menjadi penjaja seks komersial (pelanggarannya dianggap sebagai tindak
pidana kejahatan)
- Larangan menyediakan bangunan sebagai tempat berbuat asusila
(didenda Rp 5 juta-Rp 50 juta, atau sanksi kurungan 30-180 hari). (dra)

Sumber: Warta Kota

Copyright 2006 Kompas Group
===============================================================
Dear all,

Apakah ciri sebuah kota atau kota metropolitan harus selalu identik dengan ketidakmanusiawian. Apakah kota atau kota metropolitan apalagi megapolitan harus idatur dengan cara-cara menyangkali kenyataan rakyat penghuni kota itu?

Mungkinkah kita membangun kota dengan tidak menyangkali kemiskinan, melainkan memecahkan masalah kemiskinan? Sehingga kota (dengan segala fasilitas kehidupannya) menjadi tempat di mana peradaban kemanusiaan disemaikan. Pertanyaan naif mungkin? Tapi, yang jelas setiap pembangunan (kota) harus menjadi solusi bagi rakyat yang mendiami kota itu. Kalau itu Ibu Kota, harus menjadi model solutif bagi rakyat seantero negeri.

Salam,
Wedekabe
========================================================
Tidak ada yang salah dalam Perda ini, Mari kita dukung. Untuk menertibkan suatu wilayah atau bahkan negara perlu pemimpin dan aturan yang tegas. Dan kita wajib patuh pada pemimpin sepanjang pemimpin itu tidak menyuruh rakyatnya melakukan hal-hal yang dilarang agama.

Jual beli ada tempatnya. Memberi sedekah sesungguhnya ada tuntunannya. Menyeberang jalan, memberhentikan angkutan umum dan menaik-turunkan pemumpang sebenarnya sudah banyak aturannya. Melacur ? sudah gak perlu dikomentarilah.

Kita semua ingin Jakarta yang tertib, bersih dan manusiawi. Mungkin ini langkah awal. Selanjutnya, menertibkan Indonesia. Menertibkan pamongnya. Memberantas korupsinya.

Majulah Jakarta, Majulah Indonesia.

"Bank Alman".
================================================
Sebenarnya kalau kita mau menghargai HAM, mengemis, mengamen,
mengelap mobil atau menyemir sepatu bukanlah perbuatan kriminal
yang harus dilarang.

Yang perlu adalah larangan di tempat tertentu dan jam tertentu karena
bisa mengganggu lalu lintas atau kepentingan umum....
Juga kurang pantas kalau seseorang yang punya itikad baik buat memberi
sesuatu pada orang yang kelaparan (tak berduit) lantas dihukum denda.

Ini masalah HAM, bukan sekedar soal orang mengamen, mengemis dan
sebagainya.
Dari pojok jalanan kota Paris sampai Flinders Street Station/Melbourne
selalu ada pengamen dan orang yang terpaksa "mengemis"....
Belum pernah dengar ada yang dihukum, apa lagi para Good Samaritan
yang memberi bantuan/sumbangan.

Bagaimana rekan-rekan sekalian?
Apakah para pengamen atau pengemis dkk ini harus dikurung di penjara atau
masuk pembuangan semacam pulau di kepulauan Seribu atau bagaimana?

Salam
Las.
================================================
Diluar persoalan melanggar keteriban umum, setiap receh yang kita
berikan kepada para pengemis ternyata membuat mereka betah
menengadahkan tangannya kepada orang lain. "Sahabat Anak" pernah
mengirimkan saya himbauan ini...

Kita membuang Rp 1,5 milyar receh setiap hari
Sadarkah Anda, bahwa kita, penduduk Jakarta, setiap harinya membuang
uang receh hingga mencapai 10 digit setiap harinya, ke jalanan. Mari
kita berhitung. Jumlah anak jalanan di Jabodetabek saat ini
berdasarkan data terakhir dari Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) mencapai angka 75.000. Pendapatan mereka seharinya bisa
mencapai Rp 20.000 - Rp 30.000. Bila kita ambil Rp 20.000 dikalikan
75.000 anak, berarti kita membuang uang receh (cepek, gopek, seceng)
sebesar 1.500.000.000 alias 1,5 milyar per hari!

Kita membuat mereka betah di jalan
Perhitungan matematis di atas menimbulkan satu pertanyaan ironik yang
besar. Bisa jadi kitalah yang membuat anak-anak itu betah berada di
jalan. Dengan mengamen, mengemis, menyapukan kemoceng di atas
dashboard mobil, atau menyodorkan amplop sumbangan - satu anak jalanan
usia SD bisa memiliki penghasilan yang beda tipis dengan lulusan
diploma. Begitu mudah bagi mereka. Tanpa perlu capek-capek sekolah,
susah-susah melamar kerja, toh hasilnya hampir sama.

Jajan, main dingdong, dan setoran
Tanpa maksud menggurui, Sahabat Anak sepakat dengan salah satu program
UNICEF, yakni berhenti memberi uang kepada anak-anak jalanan. Dari
sekian penelitian yang dilakukan sejumlah LSM, uang yang diperoleh
anak-anak marjinal ini, sebagian besar tidak mendukung peningkatan
kesejahteraan mereka. Jajan, ada di peringkat pertama; main dingdong
atau permainan elektronik lainnya, menjadi pilihan kedua; terakhir,
setoran ke orang tua atau inang/senior sebagai pelindung mereka di
jalanan. Jadi, bocah-bocah berpenampilan kumuh ini pun tetap miskin,
tetap terancam putus sekolah, dan tetap berkeliaran di jalan.

Siapkan biskuit, permen, susu kotak
Setelah memahami penjelasan di atas, keputusan dikembalikan kepada
Anda semua. Mari, menjadi sahabat anak yang tidak memanjakan, tapi
melakukan tindakan serta bantuan yang langsung bisa mereka nikmati.
Sebagai pengganti uang receh, berikan mereka nutrisi bergizi atau
barang layak pakai. Mulai sekarang, sediakan dalam tas atau mobil
Anda: biskuit, permen, buah, susu kotak/botol, atau barang-barang
bermanfaat lainnya - yang langsung bisa diberikan saat tangan-tangan
kecil itu menengadah di dekat Anda.

nima_bc
===============================================================
Sebuah Peraturan yang tidak menyelesaikan masalah. masak orang mau memberi sedekah di hukum????
memang intervensi yang paling tepat terhadap pengemis dkk adalah dengan tidak memberi imbalan kepada pengemis dkknya, tapi mengapa ketika kita memberi sedikit dari yang kita miliki justru dihukum. bukankah dalam ajaran agama kita selayaknya berbagi? jika kita berderma melalui lembaga tertentu, mungkinkan tepat sasaran?
pemerintah harusnya berfikir, bagaimana supaya tidak ada pengemis ini, bagaimana merawat kaum miskin kota ini dengan lebih manusiawi, bukan menghukum!!! para pejabat emang gak pernah merasakan jadi orang miskin..buatkan mereka tempat tinggal yang layak huni sekalipun sederhana, pekerjaan yang layak...(denger2 malah para anggota DPR ribut dibuatkan kamar mandi di ruang kerja nya di gedung DPR/MPR, yang menelan dana 40M)...uang 40 M itu kan juga hasil "memeras & mengemis" rakyatnya.. kok jika uang rakyat digunakan bukan untuk rakyat seolah legal aja yah?coba 40 M jika digunakan untuk intervensi para pengemis ini? banyak hal yang bisa dilakukan...eh malah uang 40 M digunakan untuk urusan pipis aja...he he he
buktinya selama ini pemerintah hanya melarang dan menangkap para pengemis dkk, tapi tidak memberikan solusi yang tepat untuk masalah ini... bagaimana mau ngurusi pengemis? ngurusin warga kolong tol aja juga gak becus...semua manusia itu sama, tapi mengapa banyak yang menzolimi sesamanya?
Bila berdagang asongan pun tak boleh, lalu kemanakah mereka harus mencari nafkah? merampok atau mencuri? sedangkan lapangan pekerjaan juga tidak ada.
saya semakin tidak respek dengan pemerintah yang hanya memperhatikan orang kaya saja..
JIKA PEMERINTAH TAK INGIN ADA PENGEMIS, DKK (PENGASONG, PENGAMEN, PEMBERSIH KACA, GELANDANGAN) PEMERINTAH HARUS MENIADAKAN KEMISKINAN DI INDONESIA.
kalau gak boleh ngemis, korupsi aja yoooook, kalo gak boleh kasih sedekah ngrampok aja yooooook..susah kali hidup di indonesia, berbuat baik aja dilarang, tapi klo membunuh, korupsi, menggaji karyawan dibawah UMR dilegalkan....aneh..ramalan JOYOBOYO tentang jaman edan mau menjadi nyata: YANG SALAH DIBENARKAN DAN YANG BENAR DISALAHKAN..
turut prihatin,

ana dyah sari
=====================================================
Mengenai zakat, seharusnya BAZIS aktif menggalakkan program zakat,
jangan hanya pasif atau menunggu saja. Dari harta atau penghasilan kita
2.5%-nya adalah hak fakir miskin. Hak tsb disalurkan melalui zakat.
Bayangkan kalau semua umat muslim aktif menzakatkan harta/penghasilannya
setiap bulan, berapa banyak uang yg terkumpul. Uang yg terkumpul tsb
selanjutnya disalurkan kepada mereka yg berhak secara langsung atau bisa
juga melalui jalur pendidikan, kesehatan atau lainnya. BAZIS bisa aktif
mendatangi kantor2 mulai dari kantor2 di jajaran PEMDA DKI dulu kemudian
ke kantor2 swasta atau tempat2 usaha lainnya (spt restoran, hotel,
toko2, dsb). Bagi mereka yg muslim dan bersedia menzakatkan
penghasilannya tiap bulan, tinggal mengisi dan menandatangani
form/pernyataan, jadi gaji atau penghasilannnya setiap bulan langsung
dipotong 2.5% utk zakat dan potongan zakat tsb disalurkan langsung ke
BAZIS oleh masing2 kantor/perusahaan, sama spt potongan JAMSOSTEK atau
PAJAK.

Mengenai aturan dan larangan lainnya dalam perda tsb, saya melihat
masalahnya nanti adalah dalam hal penegakan dan pengawasan. Butuh berapa
banyak pamong praja atau polisi untuk menegakkan atau mengawasi
pelaksanaan perda tsb?? Sedangkan sekarang aja aturan sepeda motor harus
di lajur kiri sudah mulai basi karena tidak ada yg menegakkan dan/atau
mengawasi.

Indra Prasetyo

===========================================

Pengemudi berhenti memberi recehan ke pengemis karena dilarang UU,
pengemis akhirnya:

(a) Berhenti mengemis dan mencoba mencari pekerjaan yang layak.
(b) Berhenti mengemis dan akhirnya mati kelaparan
(c) Terus mengemis dengan sembunyi-sembunyi, kejar2an dengan tramtib
(d) Terus mengemis tapi pindah ke Bekasi/Tangerang/Bogor/Depok
(e) Terus mengemis (emang gue pikirin, tar juga yg bikin aturan lupa
sama aturannya)

Andi

=============================================
jadi yang bener yang mana?
Ustad Mansyur dengan Matematika Sedekah
Atau Sutiyoso dengan Perda Sedekah

ANTON
=============================================
Langkah ini bisa didukung kalau negara sudah membuktikan bahwa adalah kewajibannya memberikan santunan bagi para fakir miskin sesuai tuntutan konstitusi serta kovenan hak hak sosial, ekonomi dan budaya. Jika cara ini tidak berhasil, bisa saja orang orang miskin itu dibunuh saja...demi ketertiban wilayah atau negara. Itu cara pandang apa ????

Para pengemis ada di hampir seluruh kota besar di dunia ini dan negara serta pemerintah kota berusaha keras untuk itu. Ketika bergabung dengan suatu kelompok mahasiswa internasional dulu, kami memiliki beberapa kegiatan termasuk memberi makan kaum pengemis dan tuna wisma ini (sekali seminggu sepanjang tahun) serta memberi penampungan bermalam bagi mereka ketika musim dingin. Disana selain diberi makan, kesehatan mereka diperiksa, diberi obat, diberi pakaian yang layak dll. Dananya dari pemerintah karena konstitusi mewajibakan negara untuk itu. Banyak organisasi organisasi yang menawarkan tenaganya untuk melaksanakan kegiatan itu....tanpa bayaran. Pertanggung-jawaban keuangan juga jelas.
Kami juga memiliki kelompok yang menolong para pelarian politik, menyembunyikan mereka dengan keluarganya, mengusahakan dokumen legal buat mereka, lalu mencarikan kerja buat mereka...sebelumnya akirnya melepaskan mereka hidup normal...dan kembali menolong keluarga assylum yang lain. Dananya juga dari pemerintah, juga karena konstitusi atau UU mewajibkan negara untuk melindungi para pelarian politik.
Bahwa ada orang miskin yang terpaksa mengemis...itu fakta. Bahwa ada mafia yang menggunakan pengemis..itu juga fakta. Masing masing ditangani secara berbeda.

A Bed For The Night

I hear that in New York
At the corner of 26th Street and Broadway
A man stands every evening during the winter months
And gets beds for the homeless there
By appealing to passers by

It won't change the world
it wont improve relations among men
It will not shorten the age of exploitation
But a few men have a bed for the night
For a night the winds is kept from them
The snow meant for them falls on the broadway

Bon't put down the book on reading this, man

A few people have a bed for the night
For a night the wind is kept from them
The snow meants for them falls on the broadway
But it won't change the world
It wont improve relations among men
it will not shorten the age of exploitation

Bertold Brecht
Poems 1913 - 1956 (London, Minerva).

Bapak bapak yang terhormat, jangan mendefinisikan ketertiban dari dalam mobil mewahmu untuk mereka yang berjuang agar dapat survive dari menit menit.......

Salam, Irry
========================================================
Biasalah, mau meninggalkan kesan yang kelihatannya baik, berisi dan
yang bagus2 sebelum meninggalkan bangkunya.
Ntar ganti orang, pasti ganti peraturan lagi. Biar kelihatan ada
yang dikerjakan.
Terlalu banyak peraturan, tanpa sanksi yang tegas, ini jadi useless.

Lily
========================================================
Sebenarnya saya tidak mau berpikiran negatif. Tapi jangan2 seperti
peredaran narkoba.

Yang ditangkap & dihukum hanya pelakunya. Tapi bosnya tidak tersentuh
(karena upeti).

Selain masalah pengemis & PSK. Peraturan yang lain saya setuju banget.
Buat keteraturan di Indonesia.

Termasuk masalah penumpang menyetop kendaraan umum seenaknya. Seharusnya
memang dihukum juga.

Tidak hanya pengemudi angkutannya yang dihukum.

Bravo Sutiyosos.....

"Sukses lahir dari Kejujuran, Ketekunan & Keuletan yang diiringi Doa"
=======================================================
Saya berpendapat, masalah pengemis tidak sesederhana hitungan
mateatika itu. Masalah pengemis (dalam arti sebenar-benarnya) adalah
masalah yang pelik. Masalah ini tidak bisa hanya dilihat dari satu
sudut pandang dan juga tidak bisa hanya dihitung dengan ilmu
matematika. Masalah pengemis, pengamen, pengasong,dll., menyangkut
banyak segi, politik, sosial, ekonomi, budaya,dll.

Pemerintah dalam hal ini pemda DKI boleh-boleh saja melarang orang
mengemis dan melarang memberikan uang kepada pengemis. Tapi pemerintah
daerah setempat harus mempertanggung jawabkan tindakannya dihadapan
UUD RI, yang menyatakan:
"Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara."

Dengan mengeluarkan UU tersebut pemerintah daerah DKI sudah bisa
dituntut melanggar UUD, pertama karena terbukti sekarang ada pengemis
di Jakarta. Para pengemis itu adalah orang miskin. Dan dalam
kemiskinan itu mereka ternyata tidak dipelihara oleh negara. Itu
sebabnya mereka sampai mengemis. Mereka tentu akan dengan senang hati
berhenti mengemis kalau pemda setempat mau memelihara mereka.

Pertanyaannya: dalam bentuk apa (konkrit) pemda DKI sudah terbukti
memelihara anak-anak miskin dan terlantar itu?

Dengan mengeluarkan UU tersebut, pemda DKI wajib memberikan alternatif
solusi yang lebih baik/ manusiawi yang bisa mengalihkan pengemis dari
kegiatannya mengemis. Tanpa memberikan solusi yang manusiawi
pemerintah dapat dinilai sebagai "pembasmi kelompok miskin".

Bagi yang belum pernah mengalami bagian dari pengemis atau
pengamen,dll itu, memang tidak mudah memahami pengemis. Saya sendiri
pernah mengalami jadi pengamen ketika saya masih kuliah.Saya menjadi
pengamen sama sekali bukan karena saya ingin bermanja-manja, namun
hanya karena ingin bertahan hidup dan bertahan kuliah. Sahabat-sahabat
saya para pengamen,pengemis dan pengasong juga tidak ada yang ingin
menjalani hidup demikian. Kebanyakan dari mereka, sama seperti saya,
karena terpaksa atau dipaksa. Pemaksa yg paling kejam adalah
kemiskinan. Kemiskinan di sini menampakkan diri dalam banyak wajah:
miskin materi, miskin pendidikan, miskin perhatian dan kasih sayang,
miskin pengakuan dari masyarakat bahkan dari negara,dll.

Kalau ada orang yg membandingkan pendapatan pengemis dengan lulusan
diploma, sah-sah saja. Coba kalau ada yg mau tukar, dengan pendapatan
yang sama tamatan diploma disuruh ngemis. Pendapatan Rp.20.000 diploma
yg kerja di dalam kantor berbeda dengan pendapatan 20.000 pengemis
yang harus bertahan hidup dengan segala kekerasan di jalanan yang
mengancamnya.

Menghukum orang yang memberi sedekah, atas dasar apa? Kalau orang
tidak mau memberi sedekah pada pengemis jangan memberikan sedekah.
Tapi tidak ada yang bisa melarang orang lain untuk memberi sedekah
pada pengemis. Bukahkah itu melanggar hak pribadi/asasi orang untuk
berbuat sesuatu untuk orang lain? Kalau ada yg berpikir bahwa
memberikan receh pada pengemis adalah membuang uang ke jalanan, saran
saya, jangan membuang uang ke jalanan.

Sebelum para pejabat menghukum orang mengemis, koreksi diri dulu
apakah sebagai pejabat negara sudah memberikan yang terbaik bagi
rakyatnya?

Pelihara dulu anak-anak miskin dan terlantar, beri mereka peluang
untuk membangun hidup dengan lebih layak. Setelah itu kalau mereka
masih ngeyel ngemis juga, baru mereka bisa dihukum.

Sementara itu hukumlah para politisi busuk, pejabat korup, aparat yang
suka ngemis di jalanan, para mafia peradilan, para preman, dll. Mereka
itu yang kerap kali lebih mengganggu ketertiban umum, lebih jahat dari
pengemis.

Menurut saya keluarnya UU yang melarang orang mengemis dan memberikan
uang pada pengemis memperlihatkan kacaunya pola pikir para pembuat UU
tsb. Selain itu juga menjadi jelas kekejian mereka pada orang-orang
miskin.

Kenapa? Lihat saja, begitu UU itu diterapkan, para petugas punya
wewenang untuk memburu, menangkap, membunuh bahkan membuang
orang-orang miskin dari Jakarta. Dengan demikian diharapkan DKI akan
bersih dan tertib dan hanya didiami oleh orang-orang berada. Inilah
tindakan yang paling biadab yang akan terjadi.
Apakah para pelaku kebiadaban ini berlaku lebih baik dari para pengemis?

Salam sedih
dan selamat menunaikan ibadah puasa

Mulyadi

==========================================================
Mungkin yang dimaksudkan itu sedekah kepada saudara terdekat dahulu baru
yang tidak dikenal, karena banyak yang memberi sedekah atau zakat itu ke
orang yang tidak dikenal, sementara saudara dekatnya hidup susah tidak
diberi. Itu mungkin yang dimaksud oleh ustadz Mansyur.
Sering terjadi Insya Allah kita bukan termasuk dari mereka ini, kebanyakan
kalau sudah kaya ( mampu ) itu orang suka lupa darimana rejeki yang
berlimpah itu datang, jadi kalau kebetulan ada saudaranya yang kurang
beruntung datang untuk berkunjung langsung deh mukanya berubah ( dengan
asumsi pasti dia datang MAU PINJEM DUIT!!! ) aduuuuuhh kalau dipikir ga
ada deh yang mau jadi orang ga punya, semua orang pasti berdoa ingin punya
rejeki dan hidup mapan tapi kalau memang belum rejeki bagaimana?
Maka dari itu bersedekahlah kepada saudara terdekat dahulu dan anak2 yatim
piatu. karena sebahagian dari rejeki kita itu adalah hak mereka juga.

salam,
ajpw
==================================================
Yg gak boleh dalam peraturan itu kan mengemis dan menjadi pengemis atau
mendorong orang menjadi pengemis serta memberi ke pengemis. Mungkin kalo
disini ada juga kelompok2 yg secara sukarela mau membuat penampungan dan
mengurus para pengemis tsb, memberi makan, pakaian, memeriksakan
kesehatan mereka dan memberi obat dsb. mungkin para pengemis itu
akhirnya berhenti turun ke jalan, mereka turun ke jalan kan karena
mereka harus makan, harus punya pakaian, tempat tinggal, kalo sakit beli
obat, dsb. Kalau itu semua sudah dipenuhi, untuk apa lagi mereka turun
ke jalan? Dananya dari mana, bisa dari pemerintah dan/atau dari BAZIS
atau lainnya.

Jadi mereka yg mau bersedekah, silahkan bersedekah atau berzakat lewat
BAZIS bagi yg muslim atau lewat rumah2 ibadah bagi pemeluk agama lainnya
atau lewat saluran lainnya spt dompet peduli KOMPAS, dompet Dhuafa, dsb.
Bagi yg punya pengalaman ikut dalam kelompok2 sukarela untuk membantu
pengemis, ya silahkan dirikan kelompok yg sama disini, bisa kerjasama
dengan LSM spt UPC dsb. Dananya minta ke PEMDA DKI dan/atau ke BAZIS,
rumah2 ibadah dan saluran lainnya.

Indra Prasetyo
==================================================
Apakah permen, susu kotak, biskuit, dsb yang kita berikan bisa menjamin mereka tidak akan terlepas dari siksaan/hukuman dari orang tua/ inang/ senior yang katanya pelindung mereka itu karena tidak bisa menyetor uang? Justru saya rasa akan menimbulkan derita baru bagi anak-anak itu nantinya. Menurut saya jawaban yang paling tepat untuk masalah ini bukan lah soal memberi atau tidak memberi, apalagi mengeluarkan aturan soal itu. Masalah ini semestinya dijawab dengan tindakan konkrit pemerintah yang dapat menarik mundur seluruh anak dari jalanan dan menyekolahkan mereka kembali, serta menciptakan lapangan kerja dan memberikan keterampilan bagi mereka agar mereka mampu berkompetisi di dunia kerja. Tanggapan pemerintah dengan mengeluarkan perda ini sesungguhnya membuktikan betapa pemerintah telah melanggar dasar hukum tertinggi, yaitu UUD 1945 karena telah mengabaikan fakir miskin dan anak terlantar yang semestinya dipelihara oleh negara sebagimana dinyatakan di dalam UUD 1945. Karenanya perda ini mesti dibatalkan.

salam
RATIH CHANDRADEWI

=================================================
Kawan2 miliser FPK, salam kasih! Lama saya tidak sempat posting karena
disamping kerjaan banyak, juga topik2 milis belakangan ini kok berat2 bgt ya? hehehe..

Saya rasa, masalah gelandangan, pengemis, anak jalanan, pengamen, pengelap mbl,
joki 3in1, dan segala 'survival job' rakyat miskin lainnya adalah tumpukan akibat
kesalahan2 pengelolaan dan pengaturan para pejabat pemerintahan RI.

Dari mulai dinamika pembangunan yg tidak merata, ekonomi biaya tinggi, aneka ria korupsi,
kamera ria gontok2an partai, DPR dalam berita, dan aneka hal lain yg intinya
hanya rebutan roti kekuasaan dan kue jabatan tanpa ingat akan tugas dan tg-jawabnya.

Benar banget di dalam UUD 45 tercantum ayat 'fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara',
dan kalau diingat-ingat, belum pernah ada tuh presiden RI yg mampu menjalankan ayat ini.
Padahal salah satu amanat jabatan Presiden kan menjalankan UUD 45 dgn murni dan konsekuen,
diawasi oleh MPR dan DPR. Lha ini mana? Selama ini sih saya cuma bisa lihatin aja tingkah
MPR-DPR dan Pemerintah berkuasa seperti VOC, Vokoknya Owe Cincay laaa.....

Beberapa LSM dan yayasan, setahu saya punya rumah singgah utk anak jalanan yg berusaha
memberikan pengamanan, pendidikan, dan perlindungan bagi anak2 jalanan. Tapi apakah upaya
mereka itu disentuh oleh pemprov/pempus? Lalu apa tugas Depsos yg sudah dibangunkan dari
tidur panjangnya?? Mana kepedulian pemerintah thd rakyat miskin??? Apakah tindakan menggaruk
dan menertibkan mereka dgn kekerasan ala tramtib itu dinamakan perhatian dan empati????

Selama ini mungkin kita sekali2 pernah agak dibuat jengkel dgn ulah pengemis,
pengamen dan anak jalanan. Tapi apakah kita pernah berpikir bahwa mereka ini cuma
berusaha bertahan hidup? Apakah mereka mau jadi spt itu jika ada kesempatan yg lbh baik?
Mungkin memberikan uang kpd mereka tidak mendidik, tapi apakah kita akan biarkan mrk
tersiksa dalam kelaparan dan tercabik dari hak2nya sebagai warga negara?

Apakah hal kongkrit yg bisa kita perbuat, kawan?

salam prihatin,
Totot
==================================================
Saya sebenarnya pernah juga membayangkan bagaimana kalau di satu sudut mrk
dilarang dilain sudut ada tempat yg mudah jika kita mauberamal..

semacam kotak amal yg sering kita temui di warung makan, supermarket ,
apotik dll, yg merujuk pada satu lembaga amal terentu.

Menurut saya alangkah baiknya jika ini dikelola oleh beberapa lembaga
teruji.. dan ada dimana mana.., jd yang mau nyumbang .. jangan ke penge,is
jalanan.. tetapi ke kotak kotak ini, dan mrk yg memerlukan bantuan ya
menghubungi lembaga ini, yg bisa neyeleksi dan kemudian menyalurkan secara
tepat.

jadi kalo bgn kan ada yg bilang kok saya mau nyumbang malah di tangkap... >(

Saya termausk yg melihat bhw banyak juga pengemis yg sebenarnya belum panta
sjd pengemis..

Sementara kaau pedagang asongan.. nah yg ini aku benar benar nmggak setuju
dilarang..., kecuali kalau bisa diberi kerjaan lain..., kalao mengemis
jelas type yg ini nggak mau.

Salam

Haniwar
================================================

Bung Indra, sudah banyak posting mengenai ini oleh teman teman lain. Intinya satu, penagkapan kaum miskin kota yang dimungkinkan oleh perda ini jelas adalah kriminalisasi kemiskinan oleh pemerintah. Itu jelas juga inkonstitusional. Jadi jelas harus ditolak secara tegas.

Yang kedua larangan mengemis harus dilakukan setelah ada langkah nyata dari pemerintah untk mengatasi soal kemiskinan ini. Saya setuju misalnya bahwa pemerintah melarang penhuni kolong tol, setelah pemerintah membuka kesempatan untuk tinggal di perumahan yang disediakan. Ini contoh yang baik dilihat secara umum.

Soal inisiatip dari kelompok kelompok private itu sah sah saja...namun yang saya maksudkan dengan contoh ini adalah bahwa negara yang mendorong usaha usaha itu, dengan budget negara atau negara melindungi (memfasilitasi) kelompok kelompok private untuk membantu...tanpa takut adanya tuduhan tuduhan miring seperti islamisasi atau kristenisasi dll.

Menghilangkan luka bernaanah tanpa menyembuhkan infeksinya...itu yang mau dilakukan oleh Perda ini. Tolak !!!!!

Ignas Iryanto
=============================================
Rekans milist FPK,

mo share sedikit aja pengalaman saya kemarin pagi saat diatas metro mini menuju kantor:

seorang wanita muda menggendong bocah lelaki kecil umur setahun-an. perempuan ini ber penampilan kurus, mengenakan celana pendek yang sedang model, kaos lengan pendek dengan kancing depan, kulit "mruntus" (bersisik dan bintik2 nyamuk-an), physically gambaran "orang jalanan" sekali (walaupun dibalut baju yang "fashionable enough").

dengan prakata yang biasa diucapkan pengamen, dia memulai menyanyi dengan memetik gitar kecil khas bawaan pengamen jalanan. dia asyik menyanyi, mata lurus kedepan, dan digendongannya bocah lelaki kecil itu asyik terkantuk-kantuk menetek dan nempel didada ibunya. sambil nyender ke pintu, ibu muda ini terus menyanyi, sementara si anak mulai terlelap dengan mulut nempel di payudara sang ibu.

personally, saya terkesiap dengan pemandangan ini. Entah karena saya lagi sentimentil atau memang baru dua bulanan "mengkonsumsi" angkutan umum, pemandangan itu membuat hati benar-benar teriris (karena "melihat" ketidakberuntungan hidup bocah itu, dan perjuangan ibunya demi bisa tetap "hidup").
saya melihat wajah perempuan itu, mencoba mendalami yang dia rasakan ketika mengamen dengan anak dalam gendongan (entah sengaja untuk menarik ke-iba-an atau memang begituah hidupnya), menetek-i sambil berjuang demi kelangsungan hidup. malukah dia? cu-x? sengaja, berharap orang2 kasian melihat tampilannya? whatever......

wahai nak, kau gak pernah minta untuk lahir dan besar dengan "environment" seperti yang kau jalani bukan? setelah kau lancar jalan dan bicara, giliranmukah membantu ibu dan dirimu sendiri dengan "meniti karir" dijalur yang sama? tentu bukan pilihan buatmu ya, pasti "enggak banget" kan??
perasaan keibuan dan sebagai perempuan saya membuat saya "mbrabak" (berkaca-kaca) dan gak tahan untuk gak ngasih sedekah ke perempuan muda tersebut.

salahkah saya bersedekah?
menurut para bijak cendekia, gerakan belas kasih jangan ditahan...dan memberi tak perlu menghitung dan menyangka mengapa, buat apa, buat siapa/setor siapa, dst...
saya "terbiasa" memberi disaat hati saya gak nahan oleh gerakan belas kasih (jadi gak selalu memberi kepada setiap para peminta).

saya sependapat dengan tulisan Pak Mulyadi, bijaklah melihat setiap perkara.
terlepas dari para inang, penjaga, atau apalah istilahnya, negara punya KEWAJIBAN untuk memelihara mereka.

salam,


~titi
======================================
Alangkah menyedihkannya ketika para petinggi tidak peka terhadap
keberlangsungan pengindahan produk2 hukum yang dilahirkannya.
Nampaknya, semangat yang ada hanya sampai 'keberhasilan' menelurkan
produk, yang itu pun tidak digagas dan dilahirkan secara
integratif. Larangan u/merokok di tempat2 umum hingga kini tidak
jelas implementasinya karena memang lahirnya pun tidak cukup bulan
alias prematur bagi kesiapan sistim penyangganya.

Ehhhh, sekarang dilahirkan lagi deh aturan baru. Mbok, ya, pakai
alat kontarsepsi, Para Pejabatku, sehingga terjadi pengaturan jarak
kelahiran yang baik dan, pada akhirnya, akan dihasilkan 'turunan'
yang baik pula. Kalau ada yang salah, apalagi yg udah kronis
seperti masalah disiplin dan kemudian mengemis atau dilacurkan,
cobalah kembali ke titik awal bagaimana kita, termasuk kalian yang
telah melahirkan produk larangan tsb, menciptakan hal tersebut.
Tidak susah kok, asal mau merendahkan hati dan sedikit mendengarkan
suara hati.

Jangan hanya menyalahkan orang yg kemudian menggelandang di jalan
sebagai pengemis maupun tukang palaknya serta mereka yg kemudian
tubuhnya dilacurkan, salahkan diri sendiri yang masih kurang mampu
menjalankan amanat yg melekat pada jabatan yg diemban. Kota yang
cantik tapi tidak bernurani bukanlah pilihan yg akan melahirkan anak
bangsa yg besar. Penertiban dan pendisiplinan harus bergerak dari
semua aras.

Punyai sedikit hati bagi saudara kalian yg makin terpinggirkan
o/beragam ciptaan kalian yang meminggirkan mereka..., karena mereka
juga sama seperti kalian, permata berharga Ibu Pertiwi!

ED
====================================
Rekan-rekan,

Saya rasa memang permasalahan anak jalanan merupakan persoalan yang
kompleks.Peraturan yang dilakukan oleh pemerintah mungkin baik bila
menimbang alasan yang diberikan oleh unicef. permasalahan yang
terjadi adalah Apakah benar Anak terlantar ditanggung oleh Negara.

Itu dulu ditanggulangi baru keluarkan peraturan tentang tidak boleh
mengemis. Sejauh mana dinilai berhasil 'Ditanggung oleh Negara'yaitu
sejauh tidak banyak lagi anak jalanan yang kembali ke jalanan.
Setelah itu baru lah muncul peraturan seperti yang sudah disetujui
itu.

jangan karena frustasi gak bisa nangani anak terlantarnya terus bikin
peraturan. gak benar lagi sistimatika pemecahan masalahnya. Lagi
pula 'Ditanggung oleh Negara' itu UUD dan peraturan denda2 an itu
cuma perda di bawah jauh UUD. gimana Perda bisa mengalahkan UUD.
Gawat..semua kok di bolak balik gak karuan.

aduuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh

sonraity
===============================================
Bank Alman ga nyambung nih hehehe ...

Kalo menurut saya emang ga semua isi perda itu perlu kita kritik.

Memberi sedekah ditangkap lah kok aneh, pemerintah ga bisa menangani
pengemis, kok malah melempar "kesalahan pada orang lain"????

Terlepas dari memberi sedekah kepada pengemis itu secara psikologis
itu baik atau tidak buat si pengemis (ini biar psikolog yang
ngebedahnya), "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara"
jelas disebutkan dalam uud 45. Tentu kita mengerti jelas maksud ayat
ini. Implemantasi dari kalimat uud 45 tersebut jelas tidak sama dengan
isi perda yang mau dijalankan oleh pemerintah dki sekarang ini.

Sutiyoso nih kayanya lagi cari jalan untuk tetap eksis hehehe ... juga
anggota drpd dki ...

"... Biarkan ahlinya yang mengerjakannya ... " Nabi Muhamad SAW

sayangnya ini tidak terjadi di indonesia :(

makeapop2007

========================

Peraturan ini seperti asal asal an saja dibuat!!!

Mana ada orang yang mau mengemis kalau kebutuhan
hidupnya di penuhi?

Sebaiknya kalau pemerintah membuat peraturan di pikir
dulu dan jangan asal bunyi saja!!!

Apakah pemerintah telah membuat rakyatnya menjadi
sejahtera dan menciptakan lapangan pekerjaan yang
cukup dan memadai?

Kalau mereka tidak boleh mengemis dan perut lapar dari
mana mereka bisa membeli makanan untuk makan? Dari
pemerintah memberikan santunan lewat departemen
sosial?

Apakah pemerintah bisa komitmen dengan janjinya? Kalau
tidak bukan kah mereka yang perut lapar bisa bertindak
kriminial?

Sebaiknya pemerintah kalau membuat peraturan sebaiknya
riset dulu dilapangan dan jangan asal bunyi saja!!!!

Di Negara Amerika saja di New York masih ada
Pengemis!!! Di Jepang juga di Tokyo masih ada
pengemis!!!

Bagaimana Indonesia dengan kota Jakarta bisa
meniadakan pengemis? Bukankah ke majemukan kota
besar?!!!!

francisco tarrega
=======================================================


===============================================

No comments: