Tuesday, August 14, 2007

Saksi mata : kekejaman NICA

From : KIDYOTI

Saya melihat sendiri kekejaman NICA yang bermarkas di Batalion X (Sepuluh) di bilangan Senen.
Ketika itu, rakyat sering memakai menempelkan tanda merah ptih di kemeja dadanya. Dan tempelan itu ada yang terbuat dari kain, tapi ada juga yang dari kaleng.
Nah, ketika itu saya melihat soldadau NICA menyuruh orang menelan tempelan yang dari kaleng (yang belakangnya ada penitinya). Bayangkan rasanya.....
KD mengenang sekelumit kenangan 1945

----- Original Message -----
From: gsuryana
To: tionghoa-net@yahoogroups.com
Sent: Monday, August 13, 2007 9:45 PM
Subject: [t-net] Fw: Apa arti 17 Agustus ?

Memang info ini sudah cukup lama aku ketahui, dan sampai sekarang masih
selalu menjadi pertanyaanku saja, ada kabar angin Belanda sudah 'membayar'
dibawah tangan, ada juga alasan sudah dibayar dengan di rampas nya semua
perusahaan yang menjadi milik Belanda........dan semua dari sisi materi,
sedang dari sisi kejahatan perang malah tidak pernah kena usik, dan anehnya
Pemerintah Indonesia pun sepertinya tidak peduli dengan hal ini, apa di sini
ada yang bisa memberikan patromak ?

sur.
+++++++++++++++

Rupa-rupanya pihak belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia pada
tgl. 17 Agustus 1945, karena takut menambah panjang daftar DOSA-DOSA-nya.

Dalam kurun waktu Agustus 1945 s/d Desember 1949, pihak belanda mungkin
belum meraih keuntungan, tetapi pihak Indonesia jelas mengalami kerugian
yang SANGAT BESAR. Dengan pengakuan ini, belanda harus menyandang cap
agressor yang kalah. Nah, kalau dia harus membayar PAMPASAN PERANG, mungkin
ekonomi belanda bisa goyang-goyang.

Pada tahun 1948, ayah saya hampir terseret dan dihabisi oleh tentara
Anjing NICA, yaitu tentara NICA yang mengenakan badge gambar kepala anjing;
mereka kebanyakan kulitnya coklat tua dan sangat bengis dan kejam.
Ceriteranya begini. Pagi-pagi, seorang karyawan toko bernama Mu'in membawa
setumpuk catatan pembukuan toko ke pusat kota Purworejo , tempat tinggal
keluarga ayah saya. Toko yang terletak di pinggiran kota terpaksa ditutup
karena agressi belanda. Di tengah jalan, Mu'in yang tinggi besar itu
dicegat oleh beberapa Anjing NICA, dan catatan yang dia bawa itu disita dan
diteliti. Selembar kertas tertulis sbb:
Merdeka. Pindjam beras 2 kg. Bajar abis boelan.
Kata "Merdeka" itu ternyata mencelakakan. Mu'in yang setia itu dipukuli,
tapi dia tetap saja minta dapat membawa catatan toko itu kepada ayah saya.
Di muka rumah, ayah saya ditanya, apakah mengenal Mu'in. Ayah yang
mengenakan piyama biru muda dan bergaris-garis putih menerangkan bahwa
Mu'in memang karyawan tokonya. Saya (13 tahun) dan ibu beserta kelima
adik-adik semua menyaksikan dari dalam rumah. Surat sial itu ditunjukkan
ke ayah seraya berkata, "Apa ini?!"
"Itu surat dari langganan toko yang minta pinjam beras", jawab ayah.
"Ini apa!!", sambil menunjuk pada tulisan "Merdeka".
"Merdeka", jawab ayah.
"Ini juga pemberontak!!" Tangan ayah dipegang dan ditarik. Ibu secepat
kilat memegang tangan ayah yang lain dan berusaha menariknya masuk rumah.
Terjadilah tarik menarik. Untung berhasil lepas atau memang dilepaskan
dari cengkeraman Anjing NICA. Langsung pintu ditutup dan anak-anak
disuruh ke rumah sebelah lewat lubang tikus. Zaman itu, rumah satu dan
lainnya dihubungkan dengan lubang-lubang di tembok untuk jalan menyelamatkan
diri. Biasanya lubang-lubang itu hanya ditutup dengan triplex atau almari
kosong atau almari beroda yang mudah digeser. Lubang antara rumah kami dan
rumah sebelah dibiarkan terbuka, karena Oom , agen "Djamoe tjap Njonjah
Meneer" adalah kakak kandung ibu saya.

Melihat ayah yang pucat pasi dan gemetaran, tanpa tanya apa yang
terjadi, toko jamu segera ditutup, dan si oom sekeluarga turut menyelamatkan
diri.

Siang harinya, karyawan yang lain panggil-panggil di depan rumah. Ayah
yang masih shock, membukakan pintu dan menyuruhnya segara masuk. Karyawan
ini melaporkan bahwa dia melihat Mu'in mati di pinggir jalan dan kepalanya
berlubang. Ayah segera memberi uang, dan minta pak mudin di belakang toko
untuk memakamkan Mu'in dan membuat selamatan.

Begitulah ceritera kekejaman Anjing NICA. Ini bukan apa-apa kalau
dibandingkan kekejaman Westerling di Sulawesi Selatan, yang menyikat habis
penduduk desa, termasuk perempuan dan anak-anak..

No comments: