Thursday, August 2, 2007

Pengkhianatan terhadap amanat dalam konstitusi negara Republik Indonesia ?

Jika Disahkan, RUU BHP Akan Berdampak Luas terhadap Upaya Penyiapan SDM

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0708/02/humaniora/3734462.htm
============================

Jakarta, Kompas - Masyarakat harus berani menolak kebijakan pendidikan
nasional yang mengarah pada liberalisasi atau privatisasi pendidikan.
Kebijakan ini menyebabkan masyarakat menanggung biaya pendidikan yang
tidak terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Pernyataan ini muncul dalam kajian mengenai dampak jika disahkannya
Rancangan Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Rabu (1/8)
di Jakarta. Acara ini digagas sejumlah lembaga masyarakat peduli
pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Tolak RUU BHP.

"Kebijakan pendidikan nasional yang melegalkan pemerintah lepas tangan
dalam pembiayaan pendidikan merupakan pengkhianatan terhadap amanat
dalam konstitusi negara Republik Indonesia," demikian antara lain isi
pernyataan mereka.

Hadir sebagai pembicara antara lain tokoh pendidikan HAR Tilaar,
Darmaningtyas selaku pengurus Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa, dan
Lody Paat dalam kapasitasnya sebagai Koordinator Koalisi Pendidikan.

HAR Tilaar prihatin terhadap pemerintahan saat ini yang memiliki
pandangan terbatas tentang pendidikan nasional. Hal ini terlihat dari
berbagai kebijakan pendidikan yang tidak lagi mengarah pada pencapaian
tujuan pendidikan nasional untuk pencerdasan bangsa yang menjangkau
semua warga negara Indonesia, seperti yang diamanatkan pendiri bangsa
dalam UUD 1945.

"Kebijakan yang ada sekarang ini tidak dipikirkan konsekuensinya ke
depan. BHP hanya menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Dengan
pemikiran pemerintah yang seperti ini, masyarakat miskinlah yang
pertama menjadi korban," ujar Tilaar.

Menurut guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, BHP
meminimalkan campur tangan pemerintah dalam pendidikan. Dalam kondisi
bangsa Indonesia yang masih miskin dan indeks pembangunan manusia yang
masih memprihatinkan, pemerintah telah berani mempertaruhkan upaya
pencerdasan bangsa yang diamanatkan konstitusi dengan menjadikan BHP
sebagai pegangan untuk memajukan pendidikan.

"Dalam waktu 20-30 tahun ke depan, mungkin BHP baru tepat dilakukan.
Di Amerika Serikat dan Eropa sekalipun, pemerintah tidak pernah lepas
tangan dalam pendanaan pendidikan. Indonesia yang masih miskin kok,
ya, sudah sombong mau melepaskan pendidikan kepada mekanisme pasar
lewat BHP," ujar Tilaar.

Omong kosong

Darmaningtyas mengatakan, dengan kebijakan pendidikan seperti
sekarang, pemerintah bisa dikatakan hanya omong kosong terhadap upaya
menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif. Pasalnya, warga
negara yang mampu mengecap bangku kuliah sejak 1998 tidak naik, tetapi
cenderung turun di kisaran 12-13 persen dari jumlah penduduk usia
19-24 tahun.

"Masyarakat Indonesia masih butuh banyak dukungan untuk bisa menuju
pendidikan tinggi. Persoalan pendidikan dasar saja masih butuh
perhatian serius. Tetapi, kebijakan pendidikan sekarang justru semakin
membuat akses masyarakat menikmati pendidikan kian terbatas karena
mahal," kata Darmaningtyas.

Lody Paat menyatakan, negara punya tanggung jawab dalam pendidikan.
"Penyusunan RUU BHP merupakan upaya untuk melegalkan pemerintah
melepaskan tanggung jawab terhadap pendidikan saja," ujarnya. (ELN)

No comments: