Tuesday, August 28, 2007

Kebohongan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias

Kabar Bohong dari Luengbata
[ penulis: Akhiruddin Mahjuddin, SE, Ak | topik: Korupsi ]

Pagi itu tepat pukul 09 wib. saya tiba di kantor untuk memulai
rutinitas. Seperti biasa, hal pertama yang saya lakukan adalah
membaca koran lokal sambil melihat berita headline dan berita yang
menyangkut dengan kejahatan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan.

Setelah melahap semua berita tentang Aceh terkini, baru saya mulai
kerja. Sejumlah dokumen dan surat yang menumpuk di atas meja mulai
ditelaah dan disposisi. Ada satu surat tanpa identitas pengirim yang
berisi beberapa data tentang institusi yang berkantor di Lhuengbata.
Saya baca dengan seksama. "Mantap kataku," guman saya sambil
mengasingkan surat itu.

Data berupa surat elektronik itu mengurai "isi perut" Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias. Surat itu bermula
dari kecemasan dan kekhawatiran salah seorang staf di bagian pusat
data dan informasi (Pusdatin). Ia mungkin sudah tidak tahan dengan
kebohongan angka-angka rumah yang disajikan oleh BRR kepada publik.

Bohong rame-rame

Pantun melayu, "sekali lansung ujian, seumur hidup orang tak
percaya", maksudnya sekali melakukan kebohongan, maka kebohongn baru
tidak mungkin bisa ditutupi. Jadi, sekali berbuat bohong maka anda
tidak bisa keluar dari siklus dan matarantai kebohongan.

Kerisauan Wasi memuncak dan ditulis secara gamblang dalam surat yang
ditujukan kepada rekan-rekannya dengan subjek berita finaslisasi
data di Serambi dan Waspada - pencerahan tentang perumahan.

Angka rumah ini adalah mungkin angka yang paling cantik. Selalu
diburu dan dapat tampil memukau. Hanya saya merasa perlu pencerahan
tentang gerak-gerik angka rumah yang lincah ini yang bikin saya
bingung mengikutinya. Misalnya dengan pernyataan "91.540 rumah sudah
selesai dan dalam tahap penyelesaian di lapangan."

Minggu lalu, aktivis GeRAK mendapat angka monev perumahan, bahwa per
Mei 31, 2007, rumah selesai dibangun total 77.194 unit yang terdiri
dari 21.292 rumah dibangun oleh BRR dan 55.902 rumah dibangun oleh
NGO. Senin lalu, saya dapat info bahwa dari 21.292 rumah dibangun
BRR. Ternyata pengertian rumah selesai dibangun BRR termasuk juga
angka rumah yang baru selesai urusan kontraknya dengan kontraktor.

Itulah sepenggal isi kawat "rahasia" dari Lhuengbata yang
menggambarkan kebohongan pihak BRR. Tidak hanya itu, kawat itu juga
menjelaskan lebih lanjut kebohongan yang dilakukan oleh BRR pada
bulan Desember Tahun 2006.

Saya khawatir, 91.540 ini adalah termasuk angka rumah yang hanya
baru selesai urusan kontraknya bukan urusan bangunannya. Hal seperti
ini pernah terjadi bulan November 2006 saat hendak mengeluarkan
angka rumah untuk buku dua tahun peringatan tsunami. Saat itu
dikeluarkan angka rumah selesai dibangun BRR adalah

16.894 unit (data terlampir). Angka itu adalah bulan November
diproyeksi untuk Desember 2006. Kenyataanya sampai April 2007, rumah
selesai dibangun BRR hanya mencapai 13.300 (data terlampir).

Terburainya isi perut BRR ini menggambarkan kesemrautan kinerja di
beberapa kedeputian. Kesimpangsiuran angka-angka liar rumah BRR
menunjukkan lemahnya manajemen pengelolaan aset dan verifikasi data
di lembaga kaya ini. Dan cerita merot tentang BRR tak hanya terjadi
sekarang. Sejak berdiri pada 2005, "mesin pembangkit" rehabilitasi
dan rekonsrtuksi ini pun tak henti menuai kritik; gaji besar kinerja
loyo.

Titik tolak

Konon tercecernya kawat rahasia yang memburaikan isi perut lembaga
tsunami ini membuat berang para petingginya. Rapat pun dilakukan
untuk mencari tahu siapa orang yang membocorkan hingga kawat rahasia
tersebut bisa sampai ke kantor GeRAK Aceh. Alhasil hingga saat ini
orang yang dicaripun belum ketemu.

Tindakan mencari siapa pelaku yang melakukan spionase bukanlah
tindakan elegan. Yang dilakukan seharusnya membenahi managemen
pengelolaan aset dan mekanisme verifikasi data perumahan.

Data bohong tentang rumah yang terjadi di tubuh lembaga mesin
penggerak rehabilitasi dan rekonstruksi ini harusnya dijadikan
sebagai tonggak untuk melakukan evaluasi bukan saja sistem tapi juga
kinerja staf, bahkan sampai pada pemberian sanksi.

Kebohongan BRR terhadap data rumah yang disajikan tidak saja untuk
publik Aceh tapi juga konsumsi publik dunia international, sungguh-
sungguh merupakan tindakan yang memalukan. Kejadian tersebut
ternyata tidak membuat para elite BRR bergeming. Mereka memegang
falsafah "anjing mengonggong kafilah tetap berlalu." Inilah beda
dengan bangsa Jepang yang melembagakan budaya malu. Di Jepang, siapa
pun pejabat negara yang telah gagal atau dianggap gagal oleh publik
dalam melakukan tanggungjawabnya, apalagi melakukan kebohongan
publik semisal menyulap kinerjanya untuk kepentingan politis semata,
maka dia tidak segan-segan untuk mengundurkan diri bahkan ada yang
sampai bunuh diri. Kalau saja saya adalah KM, maka akan saya tempu
jalan yang sama sebagai titik tolak membangun budaya malu di negeri
ini. Agar kelak menjadi contoh bagi pejabat lainnya dalam mengemban
amanah rakyat, semoga!

*) Penulis adalah koordinator GeRAK Aceh

1 comment:

Anonymous said...

Yup, berdasarkan pengalaman pribadi di lapangan, fakta itu benar. Faktanya:
1. Melalui data yang diambil dari UNORC, BRR mengklaim rumah NGO yang selesai sebagai prestasinya
2. NGO yang tidak bekerjasama (tidak memberikan data melalui UNORC), dianggap tidak menyelesaikan rumah sama sekali. Cek rumah NGO yang selesai, langsung di lapangan? Tidak akan
3. Koordinasi BRR dan NGO pada akhirnya hanyalah pertemuan politis saja, juga demi persaingan mendapatkan dana dari donor (ADB dan MDF yang paling saya amati)