Thursday, August 2, 2007

Indonesia akan melampaui kekuatan ekonomi negara adidaya G-7 ?

*Goldman Sach tentang Indonesia *

*Cyrillus Harinowo*

Goldman Sach adalah salah satu bank investasi terbesar di dunia. Karena itu,
apa yang dikatakan lembaga itu tentu disertai dasar yang jelas dan selalu
mendapat perhatian dari khalayak.

Pada tahun 2003 lembaga itu mengeluarkan makalah berjudul Dreaming with the
BRICs. BRIC adalah singkatan dari Brasil, Rusia, India, dan China.

Seperti judulnya, makalah itu memproyeksikan empat negara itu akan menjadi
pesaing potensial negara maju yang tergabung dalam kelompok G-7. Makalah itu
memperoleh perhatian besar dari berbagai khalayak sehingga menjadi penentu
penting bagi mengalirnya investasi asing menuju empat negara itu.

Belakangan, mimpi keempat negara BRICs itu menjadi ulasan penting berbagai
majalah bergengsi. Laporan khusus majalah Economist (September 2006),
"Surprise", merupakan kekaguman majalah itu akan pesatnya perkembangan
negara berkembang, terutama kelompok BRICs.

Pada akhir 2005, Goldman Sach kembali melahirkan makalah dengan
memperkenalkan istilah baru, yaitu negara-negara yang tergabung dalam N-11
(Next Eleven), yaitu kumpulan negara dengan jumlah penduduk besar di dunia
dan berpotensi besar di belakang BRICs.

Kelompok N-11 ini ialah Banglades, Mesir, Indonesia, Iran, Korea, Meksiko,
Nigeria, Pakistan, Filipina, Turki, dan Vietnam. Kelompok itu memang
mendapat perhatian dari berbagai khalayak. Bahkan Pricewaterhousecoopers,
sebuah kantor akuntan terbesar di dunia, melalui Chief Economist-nya di
London, membuat prediksi berjudul The World in 2050 pada Maret 2006.

Makalah itu secara khusus menyoroti kelompok khusus yang disebut E-7, The
Emerging Seven, yaitu negara berkembang kelompok tujuh, terdiri dari China,
India, Brasil, Rusia, yang termasuk BRICs, ditambah Indonesia, Meksiko, dan
Turki yang kebetulan termasuk kelompok N-11. Kelompok E-7 ini diprediksikan
akan melampaui kekuatan ekonomi negara-negara adidaya yang tergabung dalam
G-7 pada tahun 2050. Namun, yang menarik adalah adanya hampir kesamaan kedua
makalah itu mengenai Indonesia.

*Kekuatan nomor tujuh*

Mungkin Goldman Sach agak "menyesal", mengapa tidak memasukkan Indonesia
dalam kelompok BRICs.

Dalam tulisan terbaru "N-11: More Than an Acronym", (Global Economics Paper
No 153, Maret 28, 2007), Goldman Sach membuat suatu prediksi perekonomian
global pada tahun 2050. Dalam makalah itu Indonesia diprediksi akan menjadi
kekuatan nomor tujuh di dunia setelah China, AS, India, Brasil, Meksiko, dan
Rusia.

Prediksi mirip makalah The World in 2050 yang disiapkan
Pricewaterhousecoopers, yang menempatkan Indonesia pada kekuatan nomor enam
setelah AS, China, India, Jepang, dan Brasil. Dari kedua tulisan itu menarik
disimak bahwa urutan enam besar perekonomian dunia bisa berbeda, tetapi
urutan Indonesia keenam atau ketujuh relatif tidak banyak berbeda.

*Prediksi tentang Indonesia*

Pada tahun 2025, Goldman Sach memprediksi perekonomian Indonesia akan
sebesar di antara Kanada dan Turki. Dalam hal ini, PDB Indonesia akan
menempati urutan ke-14, Kanada berada di atasnya urutan ke-13. Dua puluh
lima tahun kemudian, Indonesia diprediksi menjadi kekuatan ketujuh
perekonomian dunia, melampaui Jepang, Inggris, Jerman, Nigeria, Perancis,
Korea, dan Turki. Apakah prediksi itu memiliki alasan kuat?

Yang jelas, sudah ada dua lembaga amat terhormat di dunia yang membuat
prediksi seperti itu. Karena itu, merupakan suatu hal yang menarik untuk
melihat data yang digunakan Goldman Sach dan prediksi jangka pendek mereka.

Goldman Sach menggunakan tahun 2006 sebagai tahun dasar. Seberapa akurat
data yang digunakan dibandingkan dengan data resmi yang dipublikasikan?
Sebagai catatan, Goldman Sach juga menggunakan data ofisial, meski untuk
tahun 2006 masih menggunakan angka prediksi.

Ternyata data tahun 2006 yang kita miliki menunjukkan perkembangan yang
lebih cepat dibandingkan dengan data Goldman Sach. Total PDB, misalnya,
mencapai angka sekitar 366 miliar dollar AS dibandingkan dengan prediksi
Goldman Sach sebesar 350 miliar dollar AS. Dengan angka lebih tinggi itu,
pendapatan per kapita penduduk Indonesia mencapai 1.663 dollar AS tahun
2006, sedangkan menurut data Goldman Sach sebesar 1.508 dollar AS. Selain
angka PDB, perbedaan angka pendapatan per kapita juga disebabkan jumlah
penduduk yang menurut Goldman Sach sebesar 232 juta penduduk, lebih besar
daripada angka sebenarnya.

Dengan perbedaan angka dasar itu, bisa dimengerti jika prediksi PDB
Indonesia pada tahun 2010 akan mencapai 419 miliar dollar AS, sementara
prediksi yang saya buat cukup konservatif pun menghasilkan angka sekitar 550
miliar dollar AS. Dengan prediksi semacam itu, bisa dimengerti mengapa
prediksi Goldman Sach tentang Indonesia menjadi sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan prediksi yang dilakukan Pricewaterhousecooper.

*Makin menemukan bentuk*

Bagi yang skeptis, prediksi ini bisa dianggap membuang-buang waktu. Meskipun
demikian, mengingat nama besar kedua institusi itu, rasanya kita perlu
melihat secara lebih jernih apa yang mereka lakukan dengan apa yang sudah
terjadi beberapa tahun terakhir ini.

Tampaknya, apa yang dimunculkan kedua institusi itu kian menemukan bentuknya
dalam "The World in 2007" (Economist edisi Desember 2006). Dalam edisi itu
disebutkan ada 66 negara yang memiliki perekonomian terbesar di dunia,
dengan data cukup rinci. Dalam daftar itu, Indonesia ada pada urutan ke-21
dengan menggunakan nilai tukar pasar (market exchange rate, bukan dengan PPP
rate). Dibandingkan dengan data 2004, Indonesia masih di urutan ke-25-26
bersama Arab Saudi.

Dalam artikel itu disebutkan, PDB Arab Saudi tetap di urutan ke-26 meski
terjadi kenaikan amat tinggi harga minyak bumi. Indonesia dalam tiga tahun
telah dan akan melampaui Austria, Norwegia, Turki, dan Polandia. Tahun ini
saya prediksi PDB Indonesia akan mencapai sekitar 410 miliar dollar AS. Ini
bisa membawa Indonesia pada urutan ke-20, melampaui Taiwan.

Pada tahun 2010, seperti dikemukakan sebelumnya, Indonesia akan melampaui
Swiss, Swedia, dan Belgia, dengan total PDB sekitar 550 miliar dollar AS.
Jika ini terjadi, posisi ke-14 sebagaimana prediksi Goldman Sach tahun 2025,
bukan tidak mungkin akan terlampaui bahkan sebelum akhir tahun 2020.

Semoga mimpi ini akan membawa kemakmuran lebih besar bagi penduduk Indonesia
tanpa terkecuali.

Cyrillus Harinowo *Ketua STIE dan STIMIK Perbanas
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0708/01/opini/3731974.htm

No comments: