Tuesday, July 24, 2007

Hidup Super si Superkaya

http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=296046
Selasa, 24 Juli 2007,
Hidup Super si Superkaya (2)

Oleh:
Dahlan Iskan

Guru Khusus Ajari Anak Kemasyarakatan
CUKUP unik cara Dhirubhai Ambani menyiapkan anaknya, Mukhes Ambani, agar
kelak di tahun 2000-an jadi salah satu di antara 20 orang terkaya dunia.
Ketika Mukhes masih kecil, Dhirubhai tiap hari membuka halaman iklan mini di
koran lokal Mumbai (d/h Bombay). Dia mengamati siapa saja yang hari itu
ingin mencari pekerjaan sebagai guru. Suatu hari, Dharabhai memanggil
beberapa pengiklan itu untuk dites. Dia ingin mencari seorang guru bagi
anaknya. Untuk memberikan bimbingan di luar jam sekolah.

Les privat? Bukan! Guru itu diminta menjadi teman bicara dan teman bermain
saja bagi anaknya. Sang guru boleh mengajak Ambani-kecil pergi ke mana saja
di dalam Kota Mumbai. Ke kebun binatang, ke pasar, ke pantai, ke mana pun
mereka berdua ingin pergi. Lalu, di saat liburan sekolah, sang guru diminta
mengajak Ambani pergi ke desa-desa melihat kehidupan di pedesaan selama dua
minggu.

Syaratnya, sang guru tentu harus bisa menjawab "pertanyaan-anak-kecil" apa
pun dari Ambani mengenai yang sedang dilihatnya. Yakni, jawaban yang
sifatnya mendidik, merangsang lahirnya pemikiran, dan tidak asal jawab.
Itulah sebabnya ketika melakukan seleksi terhadap calon guru anaknya itu,
Dhirubhai amat hati-hati. Jangan sampai anaknya mendapatkan guru yang hanya
bisa asal-jawab atau hanya suka menekan anak kecil.

Dari sistem itu, Dhirubhai ingin anaknya mendapatkan pandangan yang luas
mengenai kehidupan sehari-hari di masyarakat. Terutama setelah di sekolah
anaknya mendapatkan pelajaran yang penuh dengan kedisiplinan ilmu. Untuk
memperoleh sukses dalam hidup, pelajaran kemasyarakatan tidak kalah penting
daripada pelajaran keilmuan. Bukankah banyak sekali orang yang sangat
pintar, tapi tidak sukses dalam hidup?

Koran-koran Mumbai menceritakan riwayat hidup Ambani -yang jadi bahan utama
tulisan ini- dengan penuh kekaguman dan kritis. Tidak jarang Ambani jadi
sasaran empuk pemberitaan media setempat karena praktik-praktik bisnisnya
yang dianggap kurang fair.

Tapi, harus diakui bahwa ayahnya memang berperan amat besar. Sang ayah
memang sudah jadi pengusaha meski belum tergolong sangat besar. Lalu, sang
ayah pula yang merintis berdirinya perusahaan tekstil di tahun 1975 yang
jadi landasan bisnisnya sekarang. Bisnis tekstil dianggap punya masa depan
karena menyangkut hajat hidup satu miliar penduduk India.

Lantaran keluarga Dhirubhai memasuki bisnis tekstil, sang ayah menyarankan
agar Ambani masuk ke fakultas teknik mesin. Dia harus mendalami engineering.
Tapi, Ambani memilih masuk fakultas teknik kimia. Mengapa? Ini gara-gara
film Hollywood yang amat terkenal saat itu, The Graduate. Setelah nonton
film tersebut, Ambani terkesan bahwa plastik akan jadi masa depan yang
menggairahkan. Untuk itu, dia harus belajar kimia, bukan mesin.

Setelah tamat Universitas Bombay dan memiliki gelar sarjana kimia, Ambani
disekolahkan lagi ke USA. Di sinilah, di Stanford University (salah satu
universitas terkemuka di AS yang tidak jauh dari San Fransisco), Ambani
meraih MBA. Dia beruntung saat kuliah di Stanford, dua orang profesor
ekonomi terkemuka menjadi pembimbingnya. Ambani mengakui dua ekonom itu
sangat memengaruhi jalan hidupnya. Yakni, Profesor M.M. Sharma dan pemenang
Nobel ekonomi Profesor Bill Sharpe. Guru besar yang pertama selalu bertanya,
"Dari kimia, apa yang bisa kamu kerjakan untuk menghasilkan uang?" Sedangkan
sang pemenang Nobel selalu bertanya, "Bagaimana kamu bisa mengerjakan suatu
hal yang berbeda untuk dunia?"

"Dua guru besar itu selalu mengajari kita untuk bisa berpikir di luar
kotak-kotak yang sudah ada," katanya pada suatu wawancara dengan media
setempat. Nah, dari situlah, Ambani memiliki ide untuk memasuki industri
polyester. Dengan mengembangkan produk polyester, dia akan bisa mengubah dan
memperbesar bisnis tekstil bapaknya. Ambani senang karena bapaknya langsung
setuju. Tapi, Ambani juga kecewa karena ide itu langsung dikerjakan oleh
bapaknya tanpa menunggu Ambani pulang ke India. Padahal, Ambani masih harus
menyelesaikan kuliah masternya 1,5 tahun lagi. Ambani ingin dia sendirilah
yang akan memulai proyek polyester-nya.

Bagi bapaknya, menunggu 1,5 tahun lagi bisa akan kehilangan momentum.
Bapaknya memang sangat agresif. Kalau tidak, bagaimana hanya dalam waktu 15
tahun perusahaannya sudah berhasil menjadi salah satu yang terbesar di
dunia.

Apalagi, setelah mendapat gelar MBA, Ambani ternyata masih harus menambah
pengalaman yang lain lagi. Kalau semasa kecil Ambani dapat bimbingan
pelajaran kemasyarakatan dari guru ekstrakurikulernya, maka setamat
Stanford, dia memasuki pergaulan besar yang akan menambah network-nya kelak.
Dia mendapat kesempatan bekerja di lembaga di bawah Bank Dunia selama enam
bulan. Yakni, lembaga yang disebut Program Bank Dunia untuk profesional
muda.

Pulang ke Mumbai, Ambani langsung terjun ke grup perusahaan bapaknya,
Reliance Group. Dia bekerja di bawah direksi yang sudah ada. Namun, semua
itu tidak membuat canggung karena Ambani sudah kenal mereka. Sebab, sejak
masih di SMA, Ambani dari sekolah tidak pulang ke rumah, melainkan ke kantor
itu. Dia mulai praktik kerja sejak masih amat remaja.

Magang yang amat dini itu sangat berguna karena, ternyata, sang bapak tidak
berumur panjang. Pada tahun 2002, bapaknya meninggal setelah beberapa lama
menderita stroke. Ambani tampil sebagai pimpinan puncak meski dia masih
punya adik yang bernama Anil Ambani. Dua-duanya pintar dan agresif.
Dua-duanya mengendalikan perusahaan yang selama sepuluh tahun sering ganti
nama karena seringnya melakukan merger di antara anak-anak perusahaan dalam
grup.

Kini Reliance Group menjadi grup usaha terbesar di India, mengalahkan Laksmi
Mittal dan Tata Group. Tahun lalu, omsetnya melampaui Rp 200 triliun dengan
laba lebih dari Rp 20 triliun. Ini berarti Reliance Group sama dengan 20
kali Gudang Garam. Karyawannya secara keseluruhan mencapai 80.000 orang.
Usahanya juga berkembang ke kilang minyak dan pertambangannya sekaligus.

Kilang minyaknya di Gujarat menjadi yang terbesar ketiga di dunia. Di
sebelahnya didirikan pula industri petrokimia yang terkait langsung dengan
kilangnya itu. Maka, berdirilah di kompleks Gujarat tersebut, pabrik
polyester fiber dan yarn terbesar di dunia, pabrik paraxylene nomor 4
terbesar di dunia, pabrik purified therepthalic acid nomor 5 terbesar di
dunia, juga pabrik polypropelene raksasa. Boleh dikata, kompleks itu
merupakan industri pengolahan minyak dan kimia yang terkait dengan minyak
yang paling terintegrasi. Kompleks seperti itu pula yang dulu dirancang
untuk didirikan di Tuban, namun setelah dimulai 12 tahun lalu, sampai
sekarang masih tetap mangkrak.

Memang, perjalanan yang amat cepat perusahaan itu masih belum teruji untuk
jangka panjang. Rating-nya di dunia memang cukup baik (bbb dan baa) serta
bisa mendapatkan kepercayaan untuk memperoleh dana obligasi dengan masa
pengembalian 50 sampai 100 tahun. Namun, mulai juga ada gejala pepecahan
antara Mukesh Ambani dan Anil Ambani.

Bahkan, perselisihan itu sudah masuk ke pengadilan tinggi Mumbai. Ini
terjadi justru ketika perusahaan berhasil menemukan cadangan gas alam yang
amat besar di pantai timur India. Yakni, 40 juta mmbtu atau 40 triliun btu,
dan akan naik dua kali lipat beberapa tahun lagi. Gas itu sudah dapat digali
dan tahun depan sudah akan menghasilkan.

Dua tahun lalu, sang kakak dan sang adik (dalam posisi masing-masing sebagai
pimpinan anak perusahaan dalam Reliance Group) menandatangani kontrak
penjualan gas tersebut. Sebagai pemimpin anak perusahaan yang sedang
membangun pembangkit listrik di dekat New Delhi sebesar 8.000 MW, Anil akan
mendapatkan jatah pertama gas tersebut. Tapi, sebagai pemimpin anak
perusahaan yang membawahkan perusahaan penambangan gas tersebut, sang kakak
ingin juga memperoleh harga jual yang lebih tinggi kepada pihak lain. Sebab,
perusahaan yang di bawah adiknya, sesuai dengan kontrak, akan membeli gas
tersebut USD 2,45 per ton, suatu harga yang lumayan saat itu, tapi sudah
terlalu murah sekarang ini. Perselisihan tidak bisa diselesaikan di tingkat
holding karena keduanya sama-sama duduk sebagai pemimpin holding company.

Karena perkara itu sampai ke pengadilan, lantas beredar rumor bahwa
kakak-beradik Ambani akan berpisah. Masyarakat India ramai membicarakannya.
Kalau benar-benar gak bisa rukun lagi, bisa jadi perusahaan akan dibelah
dua. Sangat mungkin sang kakak akan mengambil bisnis tekstil, petrokimia,
dan ritel. Sedangkan sang adik akan mengambil perusahaan gas dan pembangkit
listrik. Tapi, banyak juga yang berdoa agar jangan terjadi perpisahan itu
karena hanya akan merugikan pemegang saham publik.

Memang, kalau sampai terjadi perpisahan itu, sebuah berita besar akan
menanti. Maklum, perusahaan lagi agresif-agresifnya berekspansi. Grup ini
baru saja mulai masuk ke ritel, dengan cara yang amat berbeda dengan apa
yang sudah dilakukan Walmart atau Carrefour di Tiongkok. Dia membangun
jaringan ritel bukan setelah daya beli masyarakat ada, tapi justru untuk
menciptakan daya beli masyarakat. Caranya, Reliance langsung terjun ke
pembinaan petani produsen dan membina mereka bagaimana bertani cara baru.
Dengan demikian, petani memperoleh penghasilan sembilan kali lipat daripada
cara tradisional -suatu langkah yang akan menarik kalau ditulis secara
khusus untuk itu.

Ada lagi bisnis barunya yang juga baru mulai: mengelola dua kawasan ekonomi
khusus di Mumbai. India memang belajar dari Tiongkok untuk membangun
ekonominya. Termasuk bagaimana harus menciptakan sebanyak-banyaknya kawasan
ekonomi khusus. Wapres kita, Yusuf Kalla, juga ingin sekali segera membuat
lima kawasan ekonomi khusus di Indonesia, tapi banyak sekali hambatannya.
"Kita harus benar-benar belajar apa yang terjadi di Shenzhen, Shanghai, dan
kawasan lain di Tiongkok," ujar Ambani. Ekonomi India kini memang
diunggulkan jadi calon raksasa berikutnya setelah Tiongkok. Bahkan, dunia
sudah mulai membayangkan kalau ekonomi Chindia digabung, bisa akan membalik
dunia. "Chindia", sayangnya, adalah singkatan untuk China-India, bukan
China-Indonesia. (Habis)

No comments: