Saturday, January 6, 2007

Pesawat Itu Tidak Mungkin Hilang

F Djoko Poerwoko

Wilayah Republik Indonesia telah terbagi habis oleh berbagai kepentingan, mulai dari kepentingan kepemilikan, kepentingan keamanan, hingga kepentingan keselamatan.

Hampir tidak ada wilayah negeri ini, baik yang berupa daratan, lautan, atau udara, tidak terawasi, atau baik yang bermakna setiap jengkal tanah, sepenggal lautan atau ruang udara Republik Indonesia, telah ada yang mengawasi atau bertanggung jawab untuk mengawasi.

Kewenangan udara

Khusus untuk ruang udara, Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) diberi kewenangan untuk mengawasi demi keamanan negara. Pengawasan itu dibagi menjadi empat Komando Sektor Pertahanan Udara (Kosek Hanudnas).

Untuk layanan penerbangan, negeri ini membagi wilayah udara menjadi dua flight information region (FIR) yang dikontrol oleh menara pengawas, sedangkan untuk pertolongan dikenal adanya Sub-Koordinator Rescue kelas A bagi wilayah Medan, Jakarta, Denpasar, Makassar, dan Biak, serta kelas B untuk sisanya.

Apabila mencermati colling procedure antara menara pengawas dan pesawat pengguna ruang udara, terjadi komunikasi dua arah yang pada hakikatnya hanya melaporkan posisi terakhir dalam penerbangan itu, perkiraan tiba di tempat tujuan, kadang kondisi cuaca atau hal-hal lain yang berhubungan dengan keselamatan.

Keseharian selama 24 jam di ruang udara nasional, terdapat hampir 2.000 pergerakan pesawat yang melintas, baik pesawat domestik, pesawat carter, pesawat latihan, hingga pesawat antarbenua.

Demi keamanan negara, Kohanudnas menengarai setiap obyek di udara dengan sebutan track number dengan tiga digit angka berbeda.

Untuk layanan penerbangan, FIR menengarai keberadaan obyek di udara dengan empat digit angka berbeda tergantung squawk number.

Adapun pihak operator menengarai dengan flight number yang umumnya untuk penerbangan ke arah Jakarta dengan tiga digit angka gasal dan tiga digit angka genap untuk penerbangan keluar dari Jakarta.

Dengan demikian, pesawat AdamAir yang menjadi fokus pemberitaan kali ini ditengarai sebagai track number-373 oleh Kohanudnas, dengan squawk number-6350 pada mode 3/A oleh otoritas layanan terbang, dan flight number KI 574 oleh operator.

Dari situ bila diklik dalam data base penerbangan, akan terbaca siapa dia, mulai dari tujuan, jenis pesawat, nama pilot, operator, rute, jumlah penumpang, bahan bakar yang dibawa, serta sederet data lain yang diperlukan mulai dari layanan rutin hingga layanan keselamatan.

Mestinya tidak hilang

Dari sederetan ketentuan berlapis itu, hampir tidak mungkin ada obyek di udara yang terlewati atau tidak terpantau. Semua obyek di udara akan terdeteksi, baik oleh otoritas penegak kedaulatan dalam status teman atau lawan maupun oleh otoritas pelayanan penerbangan dengan status normal atau up-normal.

Dengan demikian, "hilang"- nya pesawat AdamAir pada penerbangan 1 Januari 2007 yang saat itu memakai squawk number-6350 pada mode 3/A di layar radar sipil, dan terlihat sebagai track number-373 di layar radar militer adalah sesuatu yang tidak masuk akal.

Penerbangan dari Surabaya ke Manado yang akan ditempuh selama 2 jam 40 menit dengan pesawat B737-400, layaknya kita berkendara dari Jakarta ke Bandung lewat Tol Cipularang.

Memang di udara terdapat jalur udara yang disebut air ways yang dilengkapi dengan berbagai sarana navigasi, informasi cuaca, dan fasilitas panduan radar. Untuk itu setiap pengguna juga membayar sesuai lamanya pemakaian, koefisien berat pesawat, dan jenis sarana pelayanan layaknya kendaraan darat di jalan tol.

Jika AdamAir melalui jalur resmi, yaitu W-38 kemudian ke W-32, pasti akan mudah untuk bernavigasi karena melalui beberapa sarana navigasi, baik MKS VOR (Makassar VOR) dan homing ke Manado. Berbagai sarana itu juga memudahkan orang mencarinya bila terjadi sesuatu. Tetapi, bila dari kontroler diberi izin untuk terbang dari Kasol (titik lapor di Masalembo) langsung ke Diola (titik lapor di Soroako) dan di tengah jalan calling kalau dapat cross wind, masalah akan menjadi lain.

Selain bukan rute resmi juga akan terdapat delapan air ways yang terpotong meski dari segi jarak lebih pendek.

Memang tidak mudah memecahkan misteri ini bila ketentuan mendasar dalam dunia penerbangan tidak ditegakkan, termasuk membolehkan terbang langsung alias potong kompas.

Namun, dengan keluarnya ketentuan baru dari Dirjen Perhub No AU.0086/DKP.001/07 tertanggal 4 Januari 2007 tentang larangan "potong kompas", sepertinya menjadi indikasi nyata akan rute yang dilewati AdamAir kala itu.

Kasus "hilangnya" AdamAir/KI 782 tanggal 11 Februari 2006 dapat dijadikan contoh, dengan menyalahkan alat navigasi pesawat dapat terbang melenceng jauh dari rute yang ditentukan. Dan saat itu, AdamAir jurusan Makassar mendarat di Tambolaka. Kali ini, pesawat AdamAir dengan nomor penerbangan KI 574 kemungkinan juga melenceng jauh dan akan ditemukan di suatu tempat yang jauh dari perkiraan. Itu semua bisa terjadi hanya dengan menyalahkan cuaca sebagai penyebab.

Sudah waktunya ketentuan penerbangan ditepati dan ditegakkan. Kenyamanan boleh dipangkas, tetapi keselamatan harus tetap diutamakan.

F Djoko Poerwoko Pengamat Penerbangan
--------------------

Dari: samiaji
Tanggal: 2007 Jan 6 07:56
Judul: [nasional-list] Pesawat Itu Tidak Mungkin Hilang

No comments: