Saturday, November 18, 2006

Ambiguity-Tolerance : Ciri Sistem Cerdas ?

Sampai tahun 1962 proyek Machine Translation sebanyak 48 di seluruh
dunia, 12 diantaranya di Amerika Serikat dengan dana yang dikucurkan
sekitar 20 juta USD. Hasil yang dicapai tidak memenuhi sasaran yang
dicanangkan pada 1954 sebagai Fully Automatic High Quality
Translation. ALPAC yang didirikan oleh National Science Foundation
pada tahun 1966 melaporkan bahwa terjemahan mesin lebih lambat, kurang
cermat dan dua kali lebih mahal daripada terjemahan manusia, dan
menganjurkan agar jangan menanam modal ke proyek itu lagi. [Bambang
Kaswanti Purwa : 1988]
Meskipun demikian, penelitian di Rusia berlangsung terus, dan
merupakan yang paling maju.
Perkembangan selanjutnya merupakan gabungan antara system analisis
semantik mutakhir, dengan intelegensia buatan, dan system interaktif
(bantuan manusia).

Kegagalan ini sebenarnya pada intinya adalah disebabkan oleh
keambiguan di dalam bahasa alami. Keambiguan yang bisa terjadi menurut
Bambang KP, adalah :
-keambiguan kategori
-keambiguan makna
-keambiguan struktural (lihat Hutchins 1982:28)

Sedang menurut Newmark (1987:218-220) mengidentifikasi 5 macam keambiguan :
- keambiguan pragmatic
- keambiguan kebudayaan (cultural)
- keambiguan idiolektual
- keambiguan rujukan (referensial)
- keambiguan metaforik.

Dapat ditambahkan lagi dua macam keambiguan menurut sumbernya, yaitu
keambiguan fonologis dan ejaan.[ P.W.J. Nababan : 1988].
Kesulitan pokok yang dijumpai dalam membangun system Pemrosesan Bahasa
Alami adalah diakibatkan oleh rumitnya pemodelan interpretasi
gramatika secara otomatis.

Dalam persoalan yang dinamis dibutuhkan suatu pengendalian system
program yang dapat menjamin konsistensi dari data dan prosesnya pada
waktu terjadi perubahan. Untuk itu dibutuhkan suatu strategi data dan
strategi proses yang memiliki tingkat keluwesan yang tinggi. Bidang
kajian strategi yang ini termsuk ke dalam intelegemsia buatan.
[Iping Supriana : 1988].

Dari sini dapat kita tarik simpulan bahwa ada korelasi antara
"ambiguity" dan intelegensia. Kemampuan untuk menerima toleransi
keambiguan merupakan parameter level kecerdasan suatu sistem cerdas.
Hal ini dikarenakan sistem cerdas dapat menjabarkan pengetahuan ,
dimana kemudian dapat memperhitungkan konteks kebahasaan dan situasi
pragmatic, dalam kasus pemrosesan bahasa alami.


Kalo boleh dibalik, untuk membangun sistem cerdas, diperlukan untuk
bisa menyerap keambiguan dengan toleransi tertentu.
Ambiguity-tolerance di sini saya kira lebih daripada "pattern
recognition" untuk mengenal terjadinya "kontaminasi" (istilah
psikologi) ataupun garbage in dalam suatu sistem, namun bahkan bisa
melakukan sintesis-evaluasi pada ambigu ini, bahkan bisa melakukan
decision untuk mengeluarkan output ambigu juga.

No comments: