Wednesday, October 18, 2006

Andi Supangat Temukan Rumus-rumus Baru

Bandung, Kompas - Setelah sekitar 21 tahun mengajar Statistika, Andi
Supangat (48) menemukan banyak kekeliruan dan kekurangan dalam rumus-
rumus statistik dari negeri Barat. Tahun 2005 ia mulai memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya dan menemukan sekitar empat rumus
baru.

Andi juga masih terus menguji rumus-rumus lain untuk memperbaiki atau
melengkapi rumus yang telah dikenal masyarakat.

Dosen Statistika di Universitas Komputer, Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran, dan Universitas Widyatama—ketiganya di
Bandung—itu, mengaku sejak tahun 1991 menemukan banyak kekeliruan dan
ketidaksesuaian dari rumus-rumus statistika yang dipakai masyarakat
Indonesia dan dunia. "Saya sudah diskusikan pada teman-teman
seprofesi dan sebidang, akhirnya saya berusaha harus mencari solusi
dengan mempelajari masalah dan membuat rumus baru," kata Andi, Senin
(16/10).

Rumus yang ditemukan pertama adalah rumus tingkat kemiringan kurva.
Selama ini masyarakat menggunakan rumus kemiringan kurva dari
Pearson, Momen Matematika, dan rumus Bowley. Tetapi, ketiga rumus ini
tak memberi jawaban yang sama untuk sebuah masalah yang sama.

"Suatu masalah jika dihitung dengan rumus Pearson akan menghasilkan
angka positif, dengan Bowley akan menghasilkan angka positif yang
lebih besar, dan dengan momen matematika malah menghasilkan angka
negatif. Ini menyebabkan penggambaran kurva berbeda-beda, tidak
sesuai dengan data sesuai kenyataan atau tidak sesuai bentuk diagram
batang," kata Andi.

Perbedaan ini menyebabkan pengguna rumus akan menginterpretasikan
hasil perhitungan statistik dengan sangat berbeda satu sama lain. Hal
ini menyebabkan masalah, jika penggunaan rumus salah sehingga bisa
membuat kesimpulan jauh dari kenyataan. Misalnya, saat pemerintah
mengolah data pendapatan rakyat Indonesia, jika digunakan salah satu
rumus, bisa saja didapatkan kesimpulan dari gambar kurva bahwa
pendapatan tinggi lebih banyak dari pendapatan rendah. Padahal,
kenyataannya justru sebaliknya.

Selama sebulan meneliti pada April 2005, Andi mendapatkan rumus
kemiringan kurva dengan menghitung paruh interval dikurangi modus
dibagi titik tengah kurva. "Insya Allah hasil histrogram (diagram
batang) dengan kurva sama," kata Andi.

Pada Desember 2005, Andi membuat rumus baru, yaitu rata- rata polar,
deviasi polar, dan kemiringan kurva polar untuk melengkapi rumus-
rumus statistik yang menemukan data berdasarkan letak data. Rumus-
rumus ini memudahkan orang yang tidak memiliki sarana penghitung data
yang baik tetap bisa bekerja. Misalnya, orang daerah yang tidak
memiliki komputer untuk menghitung ribuan data bisa menggunakan rumus
polar yang dibuat Andi. Rumus ini hanya menggunakan data awal, akhir,
dan tengah.

Selain itu, Andi juga tengah memecahkan rumus baru untuk membuat
angka-angka kualitatif menghasilkan data kualitatif. Selama ini ada
kejanggalan dalam rumus Spearman yang menggunakan angka sebagai bobot
untuk menilai sebuah kualitas sesuatu. Sebab, hasilnya jadi angka
kuantitas. Misalnya, 1 untuk jelek, 2 untuk bobot cukup, dan 3 untuk
bobot baik. Lalu, ada seorang yang mengatakan untuk pernyataan a, b,
dan c ia menilai 2,3, dan 1. Maka, jumlah bobotnya adalah
6. "Mestinya kualitatif tak dihitung sebagai kuantitatif." Saat
mengungkapkan soal itu di sebuah perguruan tinggi, peserta seminar
mengatakan itu hal yang sudah lazim. "Tapi lazim bukan berarti
benar," katanya tegas.

Rumus kemiringan kurva itu kini sudah dipatenkan. Sedangkan tiga
rumus polar masih diajukan patennya. Ia sudah mengabarkan temuannya
pada Dirjen Pendidikan Tinggi, mengirim ke jurnal-jurnal matematika
dan statistika, tapi belum ada tanggapan. (GSA)

-------------------------------------------------------------
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0610/17/humaniora/3040020.htm

No comments: